Makna Ayat (Qul Huwa Allahu Ahad) (Bagian Pertama

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya*
Makna Ayat (Qul Huwa Allahu Ahad)
Surah Al-Ikhlas (Qul Huwa Allahu Ahad) adalah salah satu surah yang paling agung dalam Al-Qur’an, meskipun pendek, namun kandungannya sangat dalam. Menurut para arifin (ahli hakikat), ayat قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ memiliki banyak makna batin dan lapisan makrifat. Berikut makna atau tafsiran maknawi dari ayat pertama ini, dari berbagai pendekatan—tafsir zahir, batin, dan makrifat:
1. قُلْ (Katakanlah)
- Perintah dari Allah kepada Nabi, namun secara batin adalah ajakan bagi setiap hamba yang telah mengenal Allah untuk menyampaikan kebenaran tauhid kepada dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu kepada makhluk.
2. هُوَ (Dia)
- Menunjukkan zat Allah yang ghaib, tidak bisa didefinisikan atau disamakan dengan apapun.
- Menurut arifin, “Huwa” adalah isyarat kepada wujud mutlak yang hanya bisa dikenali melalui hati yang suci.
3. اللَّهُ (Allah)
- Nama jalalah yang mencakup seluruh sifat-sifat kesempurnaan.
- Dalam pandangan ahli hakikat, “Allah” adalah tajalli (manifestasi) nama-nama dan sifat-Nya dalam kesempurnaan.
4. أَحَدٌ (Esa/Uniq/Satu secara Mutlak)
- Tidak sekadar satu (wahid), tapi satu yang tidak terbagi dan tidak memiliki bandingan.
- Ahad adalah “kesatuan murni” yang tidak ada dalam makhluk.
Sekarang, makna batin dan makrifat dari قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ secara keseluruhan:
- Tauhid Zat (Wahdaniyah)
- Allah adalah Esa dari segi Zat, tiada sekutu atau bagian.
- Tauhid Sifat
- Sifat-sifat Allah tidak terpisah dari Zat-Nya; Dia Maha Mengetahui bukan karena ilmu selain dari-Nya, tapi karena Zat-Nya itu sendiri.
- Tauhid Af’al (Perbuatan)
- Semua perbuatan di alam semesta ini berasal dari Allah. Tidak ada daya dan upaya melainkan dari-Nya.
- Penafian Syirik Halus
- Ayat ini menafikan syirik khafi (halus), yaitu menganggap bahwa sesuatu selain Allah memiliki pengaruh independen.
- Penegasan Wujud Mutlak
- Allah adalah satu-satunya wujud yang mutlak; semua yang selain-Nya adalah wujud bergantung.
- Kesempurnaan Mutlak
- Ahad bermakna kesempurnaan yang tidak terbagi atau bercampur dengan kekurangan.
- Penolakan terhadap Antropomorfisme
- Menolak segala bentuk penyamaan Allah dengan makhluk (tasybih).
- Isyarat kepada Fana’
- Ketika seorang arif membaca “Qul Huwa Allahu Ahad”, ia mengingat bahwa hanya Allah yang kekal dan semua selain-Nya fana’.
- Makrifat Tertinggi
- Puncak makrifat adalah ketika hati menyaksikan “Ahad” dalam setiap yang ada — melihat Allah dalam semua ciptaan-Nya, bukan melalui bentuk, tapi melalui Nur.
- Nur Tauhid
- Ayat ini adalah pintu untuk masuk ke dalam cahaya tauhid yang murni. Banyak arifin menjadikan ayat ini sebagai dzikir khusus.
- Penegasan Hubungan Langsung
- “Huwa” adalah isyarat bahwa hamba bisa menjalin hubungan langsung dengan-Nya tanpa perantara makhluk dalam aspek tauhid.
- Kesunyian Ilahi
- Ahad juga berarti bahwa Allah itu “sendiri” — tidak butuh apapun, tidak ada yang menyertainya. Dalam makna makrifat, ini menunjukkan puncak kesunyian ilahi yang tidak bisa didekati kecuali oleh hati yang telah sirna dari selain-Nya.
“قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut Al-Qur’an kita perlu melihat bagaimana konsep-konsep “Allah”, “Ahad”, dan “Huwa” dijelaskan atau dijelaskan ulang oleh ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an.
Berikut makna atau penjelasan terhadap “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut ayat-ayat Al-Qur’an lainnya, sebagai bentuk tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an:
- “Huwa Allahu Ahad” – Allah itu Esa
(Surah Al-Baqarah 2:163):
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
“Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia…”
→ Menegaskan tauhid, yaitu keesaan dalam zat, sifat, dan perbuatan.
- “Qul” – Perintah untuk Menyampaikan
(Surah Al-A’raf 7:158):
قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
→ Nabi diperintahkan untuk menyampaikan wahyu. Maka “Qul” menunjukkan otoritas dan amanah kerasulan.
- “Huwa” – Penunjuk kepada Zat Yang Ghaib
(Surah Al-Hadid 57:3):
هُوَ ٱلْأَوَّلُ وَٱلْآخِرُ وَٱلظَّـٰهِرُ وَٱلْبَاطِنُ
→ “Dia-lah” yang pertama, terakhir, lahir dan batin—menguatkan makna “Huwa” sebagai satu-satunya wujud mutlak.
- “Allahu” – Nama Paling Agung
(Surah Taha 20:14):
إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَاۖ فَٱعْبُدْنِي
→ Allah menyatakan diri-Nya langsung sebagai satu-satunya yang layak disembah.
- “Ahad” – Satu yang Unik (bukan sekadar Wahid)
(Surah Ash-Shura 42:11):
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ
→ “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya” – inilah makna “Ahad”: keunikan absolut.
- Penafian segala sekutu
(Surah Al-An’am 6:19):
أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ ٱللَّهِ ءَالِهَةً أُخْرَىٰ ۚ
→ Menafikan adanya tuhan lain selain Allah. Ahad = tiada selain-Nya dalam ke-Tuhanan.
- Allah Tidak Membutuhkan Siapa pun
(Surah Al-Ikhlas 112:2):
اللَّهُ ٱلصَّمَدُ
→ Langsung setelah “Ahad”, disebut “As-Shamad” = tempat bergantung segala sesuatu.
- Allah Tak Beranak dan Tidak Diperanakkan
(Surah Al-Ikhlas 112:3):
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
→ Menjelaskan esensi “Ahad” dengan menyangkal aspek biologis atau percampuran.
- Tiada Bandingan bagi-Nya
(Surah Al-Ikhlas 112:4):
وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ
→ Tidak ada yang sepadan dengan-Nya. “Ahad” berarti unik secara mutlak.
- Allah Mengetahui Semua, Sedang Makhluk Tidak Mengetahui Zat-Nya
(Surah Taha 20:110):
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
→ Ahad juga berarti zat-Nya tidak dapat dilingkupi ilmu makhluk.
- Segala Sesuatu Bergantung kepada-Nya
(Surah Al-An’am 6:102):
لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۚ خَـٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍۖ فَٱعْبُدُوهُ
→ Menekankan keesaan-Nya sebagai pencipta segala sesuatu.
- Semua yang di langit dan bumi bertasbih kepada-Nya
(Surah Al-Hashr 59:24):
يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِۖ
→ Keesaan-Nya disaksikan oleh seluruh ciptaan dalam bentuk tasbih alami.
“Qul Huwa Allahu Ahad” (Surah Al-Ikhlas) memiliki kedudukan yang sangat agung dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, baik dari jalur Sunni maupun Syiah. Dalam hadis, banyak sekali penjelasan tentang keutamaan, makna, dan pengaruh batin dari ayat ini.
Berikut makna dan kedudukan
“قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut hadis-hadis Nabi dan Ahlulbait:
- Sepertiga Al-Qur’an
Hadis shahih (Bukhari dan Muslim):”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya ‘Qul Huwa Allahu Ahad’ itu menyamai sepertiga Al-Qur’an.”
→ Makna: karena ia mencakup tauhid Zat, Sifat, dan Af‘al Allah.
- Cinta pada Surah Ini Menyebabkan Masuk Surga
(HR Bukhari): Seorang sahabat selalu membaca Surah Al-Ikhlas dalam setiap rakaat. Ketika Nabi ditanya, beliau menjawab:
“Cintamu kepadanya akan memasukkanmu ke surga.”
- Allah Mencintai yang Membaca Surah Ini
(HR Tirmidzi dan Ahmad):
“Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.”
→ Karena ia mencintai surah yang mengandung sifat-sifat Allah.
- Perlindungan dari Segala Bahaya
(HR Abu Dawud):”Nabi biasa membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas sebelum tidur untuk perlindungan.
→ Qul Huwa Allahu Ahad adalah zikir keamanan spiritual.
- Surah yang Tak Ada Bandingannya
Imam Ali (as):”Surah ini memiliki nur khusus dan tidak ada satu pun yang menyerupainya dalam kitab-kitab langit.”
- Membawa Nur dalam Hati
Imam Ja’far Shadiq (as):”Barang siapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad dalam shalatnya, maka cahaya akan menemaninya di hari kiamat.”
- Dikenali di Akhirat
Hadis Ahlulbait:”Surah Al-Ikhlas akan datang di hari kiamat dalam bentuk cahaya dan berkata: Ya Allah, izinkan aku memberi syafaat kepada yang membacaku.”
- Menyucikan Tauhid
Nabi SAW bersabda:”Barang siapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad sebanyak 10 kali, maka Allah bangunkan untuknya rumah di surga.”
→ Karena ia adalah penyucian tauhid dari segala bentuk syirik.
- Tajalli Nama-Nama Allah
Riwayat dari Imam Ali Zainal Abidin (as):”Qul Huwa Allahu Ahad adalah tajalli dari nama-nama Allah yang tersembunyi.”
- Obat Spiritual dan Penyembuh Batin
Riwayat dari Rasulullah (SAW):
“Barang siapa membacanya 3 kali ketika sakit, dan wafat setelahnya, maka dia mati dalam keadaan syahid.”
- Bacaan Favorit Rasulullah SAW
Nabi sangat sering membacanya, baik dalam shalat malam, dzikir, maupun saat tidur. Ini menunjukkan kedekatan beliau dengan kandungan tauhidnya.
- Penolak Sihir dan Gangguan Jin
Hadis Syiah dan Sunni:”Rasulullah SAW memerintahkan membaca Qul Huwa Allahu Ahad, Al-Falaq, dan An-Nas sebagai ruqyah.
→ “Qul” adalah perisai spiritual dari segala kejahatan yang tersembunyi.
Menurut hadis Ahlul Bayt (as), khususnya dari para Imam seperti Imam Ali (as), Imam Ja’far al-Shadiq (as), dan yang lainnya, “Qul Huwa Allahu Ahad” memiliki makna yang sangat dalam dari sisi tauhid, makrifat, dan hakikat. Mereka menjelaskan bahwa Surah Al-Ikhlas bukan sekadar surah pendek, tapi mewakili rahasia rububiyyah dan tauhid murni.
Berikut makna dan kedudukan ayat “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut hadis Ahlul Bayt:
- Tauhid Ikhlas: Surah untuk Orang-orang Arif
Imam Ali (as):”Surah Al-Ikhlas adalah tauhid orang yang mendalam ilmunya (al-muta‘ammiqūn), bukan hanya bagi orang awam.”
→ Maknanya hanya bisa difahami oleh yang hatinya bersih dari syirik halus.
- Tauhid Nurani
Imam al-Baqir (as):”Qul Huwa Allahu Ahad adalah penjelas tauhid cahaya. Siapa yang membacanya dan mengimaninya, Allah bukakan baginya pintu-pintu nur.”
→ Ini bukan hanya bacaan, tapi penyingkap hijab antara makhluk dan Haqq.
- Penolakan Semua Bentuk Tasybih
Imam al-Sadiq (as):”Dalam ‘Ahad’ terkandung penafian seluruh sifat makhluk dari Allah: tidak terbagi, tidak tersusun, tidak serupa.”
Baca juga:
Ini yang Dilakukan Anies Usai Gagal di Pilpres
→ Ahad lebih dalam dari Wahid. Wahid = satu dari yang lain. Ahad = tiada yang lain.
- Akar dari Kitab-Kitab Langit
Imam Ali (as):”Ketahuilah, seluruh kitab terdahulu dan ajaran para nabi diringkas dalam Al-Qur’an, dan seluruh Al-Qur’an diringkas dalam Al-Fatihah, dan Al-Fatihah diringkas dalam ‘Qul Huwa Allahu Ahad’.”
→ Ini menunjukkan inti risalah tauhid ada pada ayat ini.
- Pembuka Langit Makrifat
Imam al-Sadiq (as):”Barangsiapa membacanya dengan hati yang khusyuk, maka Allah bukakan padanya pintu-pintu langit, sampai ia menyaksikan tajalli-Nya.”
→ Membaca surah ini dengan makrifat, bukan hanya lisan, bisa mengantar pada syuhud (penyaksian).
- Bentuk Nur di Hari Kiamat
Riwayat dari Imam al-Sadiq (as):
“Surah ini akan datang pada hari kiamat dalam bentuk nur, menaungi siapa yang membacanya dengan ikhlas.”
→ Ia menjadi syafaat berupa cahaya, bukan sekadar pahala.
- Senjata Melawan Syirik Halus
Imam al-Baqir (as):”Surah ini memutus segala bentuk ketergantungan selain kepada Allah.”
→ Siapa yang memahami makna Ahad, maka hatinya tidak akan takut kecuali kepada Allah.
- Benteng Spiritual
Imam Ja’far al-Sadiq (as):”Siapa yang membacanya dalam safar, maka ia akan dijaga dari segala keburukan dan gangguan jin.”
→ Termasuk dalam wirid perlindungan ruhani yang diajarkan Ahlul Bayt.
- Cahaya dalam Alam Barzakh
Imam al-Kazim (as):”Di alam kubur, Qul Huwa Allahu Ahad akan menjadi cahaya yang tidak padam bagi pecinta tauhid.”
→ Amalan kecil, tapi berdampak besar di alam ruh.
- Bacaan Cinta untuk Wali-wali Allah
Imam Ali Zainal Abidin (as):”Kami, Ahlul Bayt, menjadikan surah ini dzikir harian karena ia dzikir para nabi dan para shiddiqin.”
→ Amalan keluarga Nabi, bukan sekadar sunah umum.
- Tanda Pencinta Ahlul Bayt
Imam al-Baqir (as):”Ciri pecinta kami adalah ia mencintai surah ini, karena ia mencintai tauhid yang murni.”
→ Kecintaan kepada surah ini = tanda kecintaan kepada Ahlul Bayt.
- Bacaan Makrifat dan Sirr
Imam Ja’far al-Sadiq (as):”Surah ini untuk ahli sirr (rahasia batin); siapa yang ingin mengenal Allah, hendaklah ia memahami makna setiap huruf dari ‘Qul Huwa Allahu Ahad’.”
→ Ada rahasia-rahasia huruf dan kalimah yang hanya diungkap untuk yang ahli makrifat.
Tafsir terhadap “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” oleh para mufasir besar (baik dari kalangan klasik, filsuf, hingga sufi dan arifin) menyuguhkan beragam dimensi, dari tafsir zahir (tekstual) hingga tafsir batin (maknawi dan makrifat).
Berikut makna utama
“قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut para mufasir, disarikan dari berbagai karya tafsir besar seperti Tafsir al-Mizan (Allamah Thabathaba’i), Tafsir al-Kashani, Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Tafsir as-Safi, dan lain-lain:
- Tauhid Zat (Zat-Nya Esa, tidak terbagi) – Tafsir al-Mizan (Allamah Thabathaba’i)
“Ahad menunjukkan Zat yang tidak menerima ta‘addud (pembagian atau jenis). Tidak tersusun, tidak terbagi, tidak punya bagian.”
→ Tauhid dalam arti paling murni: “Ahad” = Tidak ada realitas lain selain-Nya.
- “Qul” – Perintah Ilahi dan Penegasan Risalah – Tafsir ar-Razi
“Perintah ‘Qul’ menunjukkan bahwa konsep Allah yang Esa ini bukan hasil akal Nabi, tapi wahyu langsung.”
→ Tauhid bukan produk spekulasi, tapi wahyu.
- “Huwa” – Penunjuk pada Zat Ghaib yang Mahahadir – Tafsir Kashani (sufi)
”‘Huwa’ menunjukkan kehadiran-Nya yang mutlak tapi tersembunyi, hanya dikenali oleh orang yang fana fi Allah.”
→ ‘Huwa’ adalah pintu awal makrifat, karena menyadari adanya Dia yang tak terlihat tapi hadir.
- “Allahu” – Nama yang Mengandung Seluruh Nama – Tafsir As-Safi (al-Fayd al-Kashani)
“Nama ‘Allah’ adalah nama jami‘ (komprehensif), yang mencakup semua asma dan sifat.”
→ Semua Nama Allah seperti Ar-Rahman, Al-‘Alim, Al-Qadir kembali pada satu nama: Allah.
- “Ahad” Bukan “Wahid” – Tafsir Alusi & Thabathaba’i
”‘Ahad’ tidak menerima bilangan. ‘Wahid’ bisa jadi satu dari dua. Tapi ‘Ahad’ artinya tak ada selain Dia.”
→ Penolakan terhadap segala bentuk dualisme atau pembandingan.
- Tafsir Ikhlas: Menyucikan Allah dari Segala Sifat Makhluk – Tafsir Shufi (Qushayri)
“Surah ini adalah surah ‘tanzih’—menyucikan Allah dari segala sifat-sifat makhluk.”
→ Tauhid yang ikhlas = menghilangkan semua bentuk syirik batin.
- “Qul Huwa Allahu Ahad” = Tauhid dalam 4 Kalimah – Tafsir al-Mizan
Allamah Thabathaba’i menyebut:
- Qul = wahyu
- Huwa = zat
- Allahu = nama zat dan sifat
- Ahad = esensi keesaan-Nya yang tak tergandakan
→ Satu ayat, empat lapis tauhid.
- Makna “Ahad” dalam Maqam Syuhud – Tafsir Sufi (Khawaja Abdullah Ansari)
“Ahad adalah yang jika kau menyaksikan-Nya, maka tidak ada yang lain terlihat bersamanya.”
→ Tauhid syuhudi: tidak ada yang disaksikan kecuali Allah.
- Tauhid Rububiyyah – Tafsir Imam Fakhruddin ar-Razi
“Ahad mengandung makna bahwa hanya Dia yang layak diibadahi karena hanya Dia yang menjadi Rabb segala sesuatu.”
→ Tidak ada sekutu dalam rububiyyah (pemeliharaan).
- “Ahad” = Zat yang Sempurna – Tafsir al-Tustari (sufi)
“Ahad adalah Zat yang tidak bisa dicapai oleh akal, tidak bisa ditangkap oleh mata, tapi disaksikan oleh hati yang bersih.”
→ Makrifat qalbiyah, bukan hanya ilmiah.
- Tauhid dalam Asal Penciptaan – Tafsir Al-Mizan
“Segala ciptaan berasal dari satu asal: Allah yang Ahad. Maka tidak ada wujud yang benar kecuali dari-Nya.”
→ Keesaan dalam penciptaan, bukan hanya dalam penyembahan.
- Kalimah yang Membakar Syirik – Tafsir Nur ats-Tsaqalayn (Syiah)
Diriwayatkan:”Iblis lari dari rumah yang dibacakan ‘Qul Huwa Allahu Ahad’.”
→ Surah ini menjadi senjata rohani untuk membersihkan hati dan ruang dari syirik tersembunyi.
Tafsir “Qul Huwa Allahu Ahad” menurut ahli makrifat dan hakikat. Ini bukan lagi sekadar makna bahasa atau hukum syariat, tapi tafsir ruhani dan syuhudi, yang dilihat dengan mata hati dan disaksikan dalam fana dan baqa bersama Allah.
Dalam pandangan ‘urafa (ahli makrifat) seperti Imam Ja’far al-Shadiq (as), Sayyid Haidar Amuli, Ibn Arabi, Imam Khomeini, dan lainnya, ayat ini adalah tajalli tauhid dzati, puncak dari kesatuan eksistensial (wahdat al-wujud).
Berikut makna “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut ahli makrifat dan hakikat:
- “Qul” – Tajalli Kalāmullah dalam Wujud Insani
“Katakan” bukan hanya perintah lisan, tapi tajalli kalam-Nya pada yang telah sirna dari dirinya (fana).
→ Yang bisa benar-benar mengatakan “Qul” adalah yang telah lenyap dalam Allah, lalu berbicara dengan lisān al-Haqq.
- “Huwa” – Zat yang Tak Bisa Diisyaratkan
Dalam makrifat: “Huwa” adalah isyarat kepada yang tak bisa diisyaratkan.
→ Ia disebut, tapi tak bisa dijangkau. Nama untuk Dia yang tak bernama. Itulah awal syuhud.
- “Allahu” – Nama yang Menampung Seluruh Tajalli
Nama “Allah” adalah tajalli zat dalam seluruh sifat-Nya—jam‘ antara Jalal dan Jamal.
→ Makrifat kepada Allah artinya makrifat kepada semua nama dan sifat-Nya sebagai satu kesatuan tak terpisah.
- “Ahad” – Satu yang Mutlak, Tanpa Kedua, Tanpa Banyak
Ahad adalah wujud yang tak punya kembaran, tak punya perbandingan, dan tak punya arah.
→ Dalam hakikat, Ahad hanya bisa disaksikan ketika kau tak menyaksikan selain-Nya.
- “Ahad” adalah Tauhid Dzati
Wahid = satu dari banyak.
Ahad = satu yang tak bisa dibagi, tak bisa dipahami oleh banyak.
→ Tauhid Dzati adalah kesatuan realitas, bukan sekadar kesatuan konsep.
- “Qul Huwa Allahu Ahad” = Zikir Fana dan Baqa
Bagi sufi dan arifin, ini zikir ketika ruh telah melebur (fana) lalu kembali hidup (baqa) dengan Haqq.
→ Lafaz ini bukan dibaca—tapi disaksikan. Ia adalah maqam, bukan sekadar ayat.
- “Huwa” Menunjukkan Hijab Nur
Hijab pertama menuju Allah adalah “Huwa”—seakan ada “Dia” yang terpisah. Padahal itu isyarat agar kau melepas semua selain-Nya.
→ Setelah melewati “Huwa,” barulah tiada jarak antara hamba dan Rabb.
- Tauhid ‘Arifin: Tidak Ada yang Dilihat Selain Dia
Ahli hakikat berkata: “Laisa fi al-wujūd illa Huwa” – tiada dalam wujud kecuali Dia.
→ Semua selain Allah adalah bayangan, pantulan, atau nama dalam cermin wujud-Nya.
- “Qul” Adalah Maqam Risalah dalam Tajalli
“Qul” adalah maqam Nabi sebagai tajalli kamil—yang dapat membawa rahasia Ahad kepada alam makhluk.
→ Yang berkata “Qul” adalah yang sudah lebur dalam Ahad, dan yang mendengar juga harus mati dari dirinya.
- Surah Al-Ikhlas = Syajarat al-Tauhid (Pohon Tauhid)
Imam Ja’far Shadiq berkata: “Al-Ikhlas adalah akar makrifat.”
→ Semua cabang makrifat tumbuh dari “Qul Huwa Allahu Ahad.” Itulah tauhid eksistensial.
- Tiap Hurufnya Tajalli Nama-Nya
Dalam ilmu huruf (‘ilm al-huruf), tiap huruf dalam ayat ini adalah tajalli satu asma Allah.
→ Misalnya:
- Qāf = Qudrah=Kemampuan
- Lām = Luthf: Kelembutan
- Hā’ = Hayāt: Kehidupan
- Wāw = Wudd; Kecintaan
→ Semua menuju satu: Ahadiyyah.
- “Ahad” adalah Cermin bagi Ruh yang Bersih
Arifin berkata: “Kalbu yang bersih akan melihat Ahadiyah Allah seperti cermin yang tak berdebu.”
→ Jika kau belum melihat-Nya dalam “Ahad,” maka debu syahwat dan ego masih menutupi hatimu.
*Penulis adalah Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Comments (0)
There are no comments yet