Kolom: Narasi “Syiah Membantai Ahlusunnah” Menguntungkan Siapa?

Supa Athana - Tekno & Sains
04 January 2025 16:28
Jangan biarkan narasi Sunni-Syiah terus memecah belah kita.

Penulis: Ismail Amin, M.A.

             Ketua Umum Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) Iran 2023-2025

Dari dulu saya tidak mengerti dengan narasi pembantaian Ahlusunnah oleh Syiah, itu terus yang diulang-ulang, seperti kaset rusak yang tak pernah habis baterainya. Seolah-olah umat Islam kekurangan isu. Jelas narasi ini sengaja dihembuskan untuk memecah belah persatuan dan mengalihkan fokus umat Islam dari akar permasalahan sesungguhnya. Mari kita pikirkan sejenak, dengan kepala dingin, betapa absurdnya klaim ini jika dibandingkan dengan fakta sejarah dan realitas saat ini.

Pembantaian, Khas Rezim Syiah?

Pembantaian di Hama Suriah 1982 kerap dijadikan isu klasik konflik sunni-syiah di era kontemporer, terlebih lagi membuat narasi ada peran Iran yang Syiah dibaliknya, padahal itu murni kebijakan represif domestik Assad, yang dirancang untuk menghancurkan oposisi dan memperkuat kontrol rezim. Iran mendukung Assad sebagai sekutu, karena Assad satu-satunya pemimpin Arab yang berpihak pada Iran dalam perang Irak-Iran, tidak atas kebijakan domestiknya.

Tuduhan keterlibatan Iran seringkali dihembuskan oposisi Assad untuk memperkuat narasi sektarian. Jadi narasinya sesama Syiah saling membantu menindas warga Sunni. Logikanya saat itu, Iran lagi disibukkan masalah internal dengan menghadapi invasi Saddam Husain, belum lagi ketegangan dengan Israel dan AS. Boro-boro Iran membantu operasi militer langsung dalam operasi di Hama, Iran saja sendiri keteteran membangun pertahanannya.

Pertanyaannya, apakah hanya Assad yang melakukan operasi militer untuk menghancurkan oposisinya? apakah membasmi pemberontakan hanya khas rezim Syiah? bukankah Saddam Husain juga melakukannya tidak peduli Sunni atau Syiah?. Bukankah Husni Mubarak dan el-Sisi juga melakukannya pada Ikhwanul Muslimin (IM)? bukankah Saudi juga pernah mengarahkan tank-tanknya ke Qatif yang mayoritas Syiah dan melakukan pembantaian jamaah haji Iran tahun 1987 di Makah? bahkan sampai Soeharto menerapkan DOM di Aceh selama hampir 10 tahun (89-98) karena mereka ingin menegakkan syariat dan bukankah banyak catatan pelanggaran HAM yang terjadi? tapi adakah operasi-operasi itu dikaitkan dengan isu sektarian? tapi mengapa ketika penguasa yang dicitrakan Syiah yang melakukannya, langsung tiba-tiba dbuat narasi Syiah membantai Sunni?.

Turki di bawah Erdogan juga punya rekam jejak membasmi pemberontak Kurdi yang sebagian besar Sunni. Tapi anehnya, tidak ada yang menyebutnya "pembantaian Ahlusunnah." Mengapa? Karena narasi itu tidak laku dijual. Kalau Sunni membunuh sesama Sunni, apa keuntungannya?. Lihat Arab Saudi; berapa banyak ulama Sunni yang dipenjara karena berani bersuara? ratusan bahkan ribuan pembangkang rezim yang dihukum mati. Bukankah itu juga pembantaian, meski dilakukan dengan cara yang lebih halus?.

Jika memang rezim Assad di Suriah itu pembantai Ahlusunnah, mengapa Ahlusunnah masih hidup di Suriah? Bukankah lebih "efisien" jika Assad menghabisi seluruh Ahlusunnah sekalian, daripada hanya membidik kelompok-kelompok pemberontak bersenjata? Mengapa masjid-masjid Sunni masih berdiri di sana? Masjid Umawi yang katanya simbol keemasan Dinasti Umayyah yang dibenci abis oleh Syiah, mengapa sampai sekarang masih berdiri kokoh di jantung Damaskus?.

Bahkan kalau kita mundur lebih jauh ke masa lalu, tragedi Al-Harrah di era Yazid bin Muawiyah adalah salah satu contoh kelam sejarah Islam. Tiga ribu warga Madinah dibantai, termasuk para sahabat Nabi. Apakah kita menyebut Yazid sebagai pembantai Sunni? Atau, apakah kita lupa bahwa pendirian Kerajaan Saudi sendiri melibatkan pertumpahan darah besar-besaran terhadap penduduk Hijaz?. Semua ini membuktikan bahwa konflik dan kekerasan tidak eksklusif pada perbedaan mazhab; pembantaian-pembantaian itu sering kali lebih berkaitan dengan politik, kekuasaan, dan ambisi manusia.

Kini, mari kita lihat Iran. Jika benar Iran adalah "pembantai Ahlusunnah," mengapa masih ada masjid Sunni yang berdiri di sana? Mengapa Sunni di provinsi seperti Sistan-Baluchistan atau Kurdistan masih hidup berdampingan dengan Syiah? Lebih jauh lagi, apakah ada satu negara Sunni yang pernah menjadi target rudal-rudal Iran dengan tujuan khusus untuk membasmi Ahlusunnah? Bahkan, hubungan diplomatik Iran dengan negara-negara Sunni tetap berjalan, meskipun dengan segala perbedaan politik.

Narasi Pemecah Belah

Narasi "Syiah membantai Ahlusunnah" bukan hanya usang, tetapi juga kontraproduktif. Di tengah krisis yang melanda dunia Islam, dari Palestina yang terus-menerus dibantai Israel hingga kemiskinan yang melanda banyak negara Muslim, mengapa kita masih sibuk mengungkit isu klasik Sunni-Syiah? Apakah kita tidak belajar dari sejarah bahwa perpecahan hanya menguntungkan musuh bersama kita?

Mari kita lihat Palestina. Sudah berapa dekade rakyat Gaza hidup di bawah blokade kejam Israel? Berapa banyak anak-anak yang kehilangan nyawa, keluarga, dan masa depan mereka? Di tengah genosida yang masih berlangsung, apakah kita masih punya waktu untuk meributkan perbedaan mazhab? Bukankah lebih baik energi kita diarahkan untuk membela saudara kita yang sedang dizalimi?

Yang ironis, elemen-elemen yang selama ini dicurigai sebagai "Syiah musuh Sunni" justru berada di garis depan dalam membela Palestina. Hizbullah di Lebanon, sebuah kelompok Syiah, telah berkali-kali terlibat dalam pertempuran melawan Israel demi membela Palestina. Iran, yang sering dituduh "pembantai Ahlusunnah," secara konsisten memberikan dukungan finansial, militer, dan diplomatik kepada perjuangan Palestina. Bahkan, Syiah Houthi di Yaman, meski tengah dikepung dalam perang saudara, tetap menunjukkan solidaritas mereka terhadap Gaza.

Sebaliknya, adakah negeri-negeri Sunni yang diserang Syiah? Apakah Hizbullah pernah menyerang negara Sunni atau membantai Sunni di Lebanon? Faktanya, di Lebanon sendiri, Sunni dan Syiah berbagi kekuasaan dalam sistem pemerintahan yang rumit. Apakah Yaman Utara yang dikuasai Syiah Houthi tidak memiliki pejabat Sunni dalam pemerintahan? Bahkan di Iran, yang sering digambarkan sebagai "negara Syiah murni," Ahlusunnah memiliki masjid dan komunitas yang aktif.

Jika kita terus-menerus mencurigai Syiah, bukankah itu berarti kita sedang melupakan masalah yang lebih mendesak? Palestina membutuhkan kita. Gaza memanggil kita untuk bersatu. Persatuan umat Islam bukan hanya slogan, tetapi kebutuhan strategis untuk melawan ketidakadilan global. Israel, yang telah mengokupasi tanah suci umat Islam, tidak peduli apakah kita Sunni atau Syiah; yang mereka takuti adalah persatuan kita.

Baca juga:
Konglomerat di Balik Suksesnya Indomaret

Kita juga harus ingat, konflik di Timur Tengah tidak semata-mata tentang Sunni-Syiah. Banyak konflik lebih didorong oleh kepentingan politik, ekonomi, dan hegemoni global. Mengotak-ngotakkan umat Islam berdasarkan mazhab hanya akan memperpanjang penderitaan kita. Sudah saatnya kita berhenti membuang energi pada isu-isu perpecahan ini. Sebaliknya, kita harus fokus pada persatuan, memperkuat solidaritas, dan bekerja sama demi tujuan yang lebih besar: membela Palestina, membangun kekuatan umat, dan mengembalikan martabat Islam di dunia, daripada sibuk menuding siapa membantai siapa.

Jangan biarkan narasi Sunni-Syiah terus memecah belah kita. Dunia Islam terlalu berharga untuk dihancurkan dari dalam. Isu “Syiah membantai Ahlusunnah” terus dihembuskan bukan karena kebenarannya, tetapi karena potensinya untuk memecah belah umat. Umat Islam saat ini lebih membutuhkan persatuan, bukan nostalgia akan konflik yang sebenarnya bisa diatasi dengan dialog dan saling memahami.

Apakah Persatuan Sunni-Syiah Itu Utopis?

“Tidak mungkin Sunni dan Syiah bersatu”, adalah narasi lain lagi yang sama usangnya. Buktinya, persatuan Sunni-Syiah bisa terjalin dan terbukti efektif. Hamas, sebuah gerakan Sunni, bekerja sama dengan Hizbullah yang Syiah dalam melawan Israel. Iran membantu Hamas tanpa mempersoalkan perbedaan mazhab. Dalam tubuh Ansarullah di Yaman, Sunni dan Syiah bersatu. Hashd al-Shaabi di Irak juga menjadi contoh nyata di mana Sunni dan Syiah bekerja sama untuk melawan ancaman bersama. Lebanon, Sunni dan Syiah bisa berbagi kursi di eksekutif dan legislatif. Iran sulit dipecah belah bahkan tumbuh menjadi negara yang disegani dalam perkembangan iptek karena dukungan kuat ulama-ulama Sunni Iran pada kepemimpinan para Mullah. Iran sudah melewati fase, pemerintah dan rakyat disibukkan dengan isu-isu klasik Sunni dan Syiah.

Apakah semua bentuk persatuan ini membawa kerugian bagi Sunni? Apakah Hamas berubah menjadi Syiah karena kedekatannya dengan Iran? Apakah Palestina beralih mazhab karena yang membantunya bertahan secara militer hanya elemen Syiah?. Justru sebaliknya, persatuan ini memperkuat posisi umat Islam di hadapan musuh-musuhnya. Persatuan Sunni-Syiah bukan hanya kebutuhan strategis yang harus terus diperkuat untuk menghadapi tantangan global yang lebih besar, tapi juga kewajiban agama, “Berpegang teguhlah pada tali Allah dan janganlah bercerai berai.” (Qs. Ali Imran: 103). Aneh, jika mengaku berjuang untuk masa depan Islam, tapi masih terus mengulang-ulang narasi yang malah memberi keuntungan pada musuh-musuh Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.


Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment