Kolom: Makna رخاء (rakhaa’) Kesejahteraan

Supa Athana - Tekno & Sains
03 December 2024 07:39
Dalam Al-Qur’an, kata رخاء (rakhaa’) muncul dalam konteks tertentu yang menggambarkan makna kesejahteraan, kelapangan, atau kemudahan.
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
             Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran

Kata رخاء (rakhaa’) dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna tergantung pada konteks penggunaannya. Berikut makna yang dapat diambil dari kata ini:
1.Kesejahteraan – Menunjukkan keadaan hidup yang nyaman, tanpa kekurangan.
Contoh: Kehidupan yang penuh dengan رخاء adalah anugerah dari Allah.
2.Kemakmuran – Keadaan ekonomi yang stabil dan berlimpah.
Contoh: Bangsa yang bersyukur sering kali hidup dalam رخاء.
3.Ketenteraman – Perasaan damai dan bebas dari kegelisahan.
Contoh: Dengan iman yang kuat, seseorang dapat hidup dalam رخاء batin.
4.Kelembutan – Sikap yang halus dan penuh kasih.
Contoh: Ucapan yang penuh رخاء dapat menenangkan hati.
5.Kemudahan – Tidak adanya kesulitan dalam menjalani sesuatu.
Contoh: Dalam رخاء hidup, tantangan terasa lebih ringan.
6.Kelonggaran – Adanya waktu atau ruang yang cukup luas.
Contoh: Liburan memberi kita رخاء untuk beristirahat.
7.Angin sepoi-sepoi – Merujuk pada angin yang lembut dan menyenangkan.
Contoh: Di padang pasir, angin رخاء membawa kesejukan.
8.Kelapangan hati – Sifat seseorang yang lapang dada dan tidak mudah marah.
Contoh: Orang yang penuh رخاء hati disukai oleh banyak orang.
9.Kenyamanan – Suasana yang membuat seseorang merasa nyaman, baik fisik maupun emosional.
Contoh: Rumah yang sederhana tapi penuh cinta menciptakan رخاء.
10.Kestabilan – Keadaan yang tidak terganggu oleh masalah besar.
Contoh: Negara dengan رخاء sosial memiliki masyarakat yang bahagia.
 
Makna kata ini sering ditemukan dalam konteks kehidupan individu maupun masyarakat, terutama dalam teks-teks keagamaan dan sastra Arab.
 
Dalam Al-Qur’an, kata رخاء (rakhaa’) muncul dalam konteks tertentu yang menggambarkan makna kesejahteraan, kelapangan, atau kemudahan. Salah satu ayat yang menggunakan kata ini adalah:
1. Surah Ṣād (38:36)
‎ “فَسَخَّرْنَا لَهُ ٱلرِّيحَ تَجْرِى بِأَمْرِهِۦ رُخَآءً حَيْثُ أَصَابَ”
“Maka Kami tundukkan angin baginya (Nabi Sulaiman), yang berhembus dengan lembut sesuai dengan perintahnya ke mana saja ia kehendaki.”
Makna “رخاء” dalam ayat ini:
•Menggambarkan angin yang lembut dan nyaman, yang diberikan kepada Nabi Sulaiman sebagai salah satu mukjizatnya. Kata ini mengandung arti kelembutan, kelapangan, atau kondisi yang tidak memberatkan.
 
Makna dalam Al-Qur’an Secara Umum
1.Kelapangan dan Kemudahan
Dalam ayat di atas, “رخاء” menunjukkan keadaan yang memudahkan perjalanan Nabi Sulaiman. Ini mencerminkan bahwa Allah memberikan nikmat berupa kelapangan dalam tugas kenabian.
2.Kemakmuran dan Nikmat yang Berkelanjutan
Secara lebih luas, kata ini sering dikaitkan dengan nikmat Allah yang penuh kelembutan dan kenyamanan, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.
 
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kata رخاء dari ayat ini mengajarkan pentingnya memohon kelapangan dan kemudahan dari Allah. Ini juga menjadi pengingat bahwa segala nikmat, termasuk kemakmuran dan kestabilan, adalah anugerah dari-Nya yang harus disyukuri.
 
3. Ketundukan Alam kepada Kehendak Allah
Dalam Surah Ṣād (38:36), angin yang berhembus “رخاءً” untuk Nabi Sulaiman menunjukkan kekuasaan Allah dalam menundukkan alam sesuai dengan kehendak hamba-Nya. Makna ini mencerminkan ketundukan alam dalam melayani tugas yang mulia.
 
4. Kehidupan yang Penuh Rahmat
Kata رخاء juga dapat menggambarkan hidup yang diberkahi, di mana seseorang menerima rahmat Allah berupa kelapangan dan kesejahteraan yang berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan tema umum dalam Al-Qur’an tentang nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang bertakwa dan bersyukur.
 
5. Kondisi yang Seimbang dan Stabil
Dalam konteks Al-Qur’an, رخاء juga bisa mencerminkan keseimbangan dalam kehidupan, baik secara spiritual maupun material. Allah memberikan keseimbangan kepada Nabi Sulaiman melalui mukjizat, di mana angin berhembus dengan kekuatan yang tetap lembut dan bermanfaat.
 
6. Perlindungan dari Kesukaran
Makna رخاء juga dapat dihubungkan dengan perlindungan Allah dari keadaan sulit. Dengan memberikan angin “رخاءً”, Allah tidak hanya memberi kelembutan, tetapi juga menghindarkan Nabi Sulaiman dari kesulitan perjalanan atau cuaca buruk.
 
7. Simbol Kekuasaan dan Kemuliaan
Mukjizat berupa angin yang berhembus lembut atas perintah Nabi Sulaiman juga merupakan simbol kekuasaan, kejayaan, dan kemuliaan yang Allah karuniakan kepada para nabi dan hamba pilihan-Nya. Kata رخاء menjadi bagian dari gambaran nikmat yang menunjukkan kedekatan seorang nabi dengan Tuhannya.
 
Kesimpulan; Secara keseluruhan, kata رخاء dalam Al-Qur’an mencerminkan kelembutan, kelapangan, kemakmuran, serta kondisi kehidupan yang harmonis dan penuh berkah. Maknanya sangat relevan untuk memahami bagaimana Allah memberikan nikmat-Nya dalam berbagai bentuk, baik yang tampak (seperti kemudahan hidup) maupun yang tidak tampak (seperti ketenangan jiwa).
 
Dalam hadis, kata رخاء (rakhaa’) tidak disebutkan secara eksplisit dalam bentuk kata yang sama seperti di dalam Al-Qur’an. Namun, konsep yang terkait dengan makna رخاء—seperti kelapangan, kemudahan, dan kesejahteraan—sering dibahas dalam banyak hadis Nabi Muhammad ﷺ. Berikut beberapa hadis yang mencerminkan makna رخاء:
 
1. Menyikapi Waktu Lapang dengan Bijak
Nabi ﷺ bersabda:
‎ “نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس: الصحة والفراغ.”
“Ada dua kenikmatan yang sering membuat manusia rugi: kesehatan dan waktu luang.”
— (HR. Bukhari, no. 6412)
Hadis ini menekankan pentingnya memanfaatkan kelapangan (رخاء) waktu dan kesehatan untuk kebaikan. Waktu lapang adalah salah satu bentuk nikmat yang sering tidak disyukuri.
 
2. Kelapangan setelah Kesulitan
Nabi ﷺ bersabda:
‎ “واعلم أن النصر مع الصبر، وأن الفرج مع الكرب، وأن مع العسر يسرا.”
“Ketahuilah bahwa kemenangan datang bersama kesabaran, kelapangan bersama kesulitan, dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
— (HR. Ahmad, no. 2803)
 
Kelapangan (رخاء) sering kali datang setelah seseorang menghadapi ujian atau kesulitan. Hadis ini mengajarkan optimisme bahwa Allah akan menggantikan kesempitan dengan kelapangan.
 
3. Kemudahan dalam Beragama
Nabi ﷺ bersabda:
‎ “إن الدين يسر، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه، فسددوا وقاربوا وأبشروا.”
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit agama, melainkan ia akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah kepada kebenaran, dan bergembiralah.”(HR. Bukhari, no. 39)
 
Hadis ini menyoroti bahwa Islam adalah agama yang memberikan kelapangan (رخاء) dan kemudahan dalam ibadah, bukan beban yang sulit.
 
4. Kelapangan Hati sebagai Nikmat
Nabi ﷺ bersabda:
‎ “ليس الغنى عن كثرة العرض، ولكن الغنى غنى النفس.”
“Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.”
— (HR. Bukhari, no. 6446; Muslim, no. 1051)
 
Kelapangan hati (رخاء القلب) adalah bentuk kesejahteraan yang sejati. Orang yang memiliki hati yang puas akan merasakan ketenangan dan kelapangan dalam hidupnya.
 
5. Meminta Kelapangan dan Kemudahan kepada Allah
Nabi ﷺ mengajarkan doa yang relevan dengan makna رخاء:
‎ “اللهم إني أسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى.”
“Ya Allah, aku memohon petunjuk, ketakwaan, kesucian, dan kecukupan.”(HR. Muslim, no. 2721)
 
Doa ini mencakup permohonan kepada Allah untuk memberikan kelapangan (رخاء) hidup melalui kecukupan harta, ketenangan hati, dan kemudahan dalam menjalani kehidupan.
 
Kesimpulan; Dalam hadis, meskipun kata رخاء tidak disebutkan secara langsung, konsep-konsep seperti kelapangan hidup, kemudahan, ketenangan, dan kesejahteraan (baik fisik maupun spiritual) sering dijelaskan oleh Nabi ﷺ. Hal ini menunjukkan betapa Islam menekankan pentingnya memanfaatkan nikmat kelapangan serta mensyukuri kemudahan yang diberikan Allah.
 
Dalam hadis-hadis Ahlul Bayt (riwayat dari keluarga Nabi Muhammad ﷺ), konsep رخاء (rakhaa’)—yang berkaitan dengan kelapangan, kesejahteraan, dan kemudahan—juga dijelaskan secara mendalam. Ahlul Bayt memberikan banyak nasihat tentang bagaimana menjalani kehidupan yang lapang dan diberkahi, baik dalam konteks duniawi maupun ukhrawi. Berikut adalah beberapa riwayat Ahlul Bayt yang terkait dengan makna رخاء:
 
1. Kelapangan sebagai Ujian Ketaatan
Imam Ali Zainul Abidin (as) berkata:
‎ “ما مِنْ نِعْمَةٍ عَظُمَتْ عَلَى أَحَدٍ إِلَّا عَظُمَتْ عَلَيْهِ الْمَئُونَةُ بِهَا، فَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ ذَلِكَ قَصُرَ عَمَلُهُ، وَضَعُفَ شُكْرُهُ.”
“Tidak ada nikmat besar yang diberikan kepada seseorang kecuali tanggung jawab terhadapnya juga menjadi besar. Barang siapa tidak menyadari hal ini, amalnya akan kurang, dan rasa syukurnya akan lemah.”(Al-Kāfi, jilid 2, hal. 82)
 
Kelapangan hidup (رخاء) adalah ujian dari Allah. Dengan nikmat kelapangan, seseorang harus lebih bertanggung jawab dalam mensyukuri dan menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah.
 
2. Kelapangan Hati sebagai Kekayaan Hakiki
Imam Ali (as) berkata:
‎ “الغِنى في الغُنى عن الناس.”
“Kekayaan sejati adalah merasa cukup (lapang) tanpa bergantung pada manusia.”
— (Nahjul Balaghah, Hikmah 57)
 
Kelapangan hati (رخاء النفس) adalah bentuk kesejahteraan yang hakiki. Orang yang tidak bergantung pada makhluk akan merasa lapang dan kaya dalam hidupnya.
 
3. Kelapangan dan Kesempitan sebagai Bagian dari Kehidupan
Imam Ja’far al-Sadiq (as) berkata:
‎ “ما من مؤمنٍ إلا وهو يُفتن في كل أربعين يوماً مرة، إما في ماله، أو في نفسه، أو في ولده، أو في مصيبته.”
“Setiap mukmin pasti diuji setiap 40 hari sekali, baik dalam hartanya, dirinya, anak-anaknya, atau musibah yang menimpanya.”
— (Al-Kāfi, jilid 2, hal. 254)
 
Kelapangan dan kesempitan datang silih berganti. Dalam masa kelapangan (رخاء), seorang mukmin diajarkan untuk bersyukur, sementara dalam kesulitan ia diminta untuk bersabar.
 
4. Mencari Kelapangan dengan Doa
Imam Ali (as) mengajarkan doa untuk kelapangan:
‎ “اللّهُمَّ اكفِني ما يَشْغَلُني هَمُّهُ، واسْقِني مِنَ العَيشِ أَرْغَدَهُ، ولا تَجعَلْني لِغَيري مَحمولاً.”
“Ya Allah, cukupkan aku dari segala yang memberatkan pikiranku. Anugerahkan aku kehidupan yang lapang dan nyaman, dan jangan jadikan aku beban bagi orang lain.”
— (Nahjul Balaghah, Doa 26)
 
Doa ini meminta kelapangan hidup (رخاء) baik secara material maupun spiritual, agar seseorang dapat menjalani kehidupan tanpa beban berlebihan.
 
5. Menggunakan Kelapangan untuk Berbuat Baik
Imam Ali (as) berkata:
‎ “إذا كنتَ في إدْبارٍ، والمَرْءُ في إقْبالٍ، فَلَهُ نَصيبُكَ مِنَ الدُّنيا، وأنتَ نَصيبُهُ مِنَ الآخِرَةِ.”
“Jika engkau dalam kesempitan sementara orang lain dalam kelapangan, maka dia memiliki bagian dunia dari hartamu, dan engkau memiliki bagian akhirat dari sedekahmu.”
— (Ghurar al-Hikam, no. 3927)
 
Kelapangan (رخاء) adalah kesempatan untuk berbuat kebaikan, khususnya dalam membantu orang lain yang mengalami kesempitan.
 
Kesimpulan; Dalam ajaran Ahlul Bayt, رخاء (kelapangan) dipandang sebagai salah satu bentuk nikmat yang harus disyukuri dan dimanfaatkan untuk kebaikan. Kelapangan tidak hanya berkaitan dengan materi, tetapi juga melibatkan kelapangan hati, pikiran, dan spiritual. Selain itu, mereka mengingatkan bahwa kelapangan adalah ujian, dan orang yang bersyukur serta bertanggung jawab atas nikmatnya akan semakin dekat kepada Allah.
 
Para mufassir (ahli tafsir) memberikan penjelasan yang beragam tentang kata رخاء (rakhaa’) dalam Al-Qur’an, terutama dalam konteks Surah Ṣād (38:36). Berikut adalah pandangan dari beberapa mufassir terkenal mengenai kata ini:
 
1. Tafsir Al-Tabari
Al-Tabari menjelaskan bahwa kata رخاء dalam ayat:
‎ “فَسَخَّرْنَا لَهُ ٱلرِّيحَ تَجْرِى بِأَمْرِهِۦ رُخَآءً حَيْثُ أَصَابَ”
(“Maka Kami tundukkan angin baginya, yang berhembus dengan lembut sesuai dengan perintahnya ke mana saja ia kehendaki.”)
•Kata رخاءً di sini berarti “lembut dan tenang”. Angin tersebut tidak berhembus dengan keras seperti badai, tetapi cukup kuat untuk membantu Nabi Sulaiman mengendalikan perjalanannya dengan mudah.
•Menurut Al-Tabari, ini menunjukkan salah satu bentuk karunia Allah kepada Nabi Sulaiman, yakni kendali penuh atas angin tanpa merusak atau mencelakai.
 
2. Tafsir Al-Qurthubi
Al-Qurthubi menafsirkan رخاء sebagai simbol kemudahan dan nikmat Allah yang besar. Ia menyebutkan bahwa:
•Angin “رخاءً” menunjukkan sifat angin yang membawa manfaat dan kenyamanan.
•Tafsir ini menekankan bahwa Nabi Sulaiman diberi mukjizat luar biasa berupa kendali terhadap angin, yang berjalan lembut sesuai keinginannya, baik untuk perjalanan maupun tugas kenabian.
 
3. Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa رخاء merujuk pada angin yang lembut dan nyaman. Ia mengatakan:
•“Angin tersebut bergerak dengan kekuatan yang tidak merusak, tetapi juga tidak terlalu lambat, sehingga memungkinkan Nabi Sulaiman untuk mengatur arah dan kecepatan perjalanannya.”
•Kata ini mencerminkan kelapangan yang Allah berikan kepada Nabi Sulaiman untuk memanfaatkan angin dengan penuh kendali.
 
4. Tafsir Al-Razi
Fakhruddin Al-Razi menambahkan penjelasan filosofis terhadap kata رخاء:
•Ia menyatakan bahwa penggunaan kata ini menunjukkan keseimbangan antara kekuatan dan kelembutan.
•Menurutnya, Allah memberikan angin ini sebagai simbol keseimbangan dalam kehidupan Nabi Sulaiman, di mana ia dianugerahi kemampuan besar tetapi tetap berada dalam kendali penuh tanpa menyebabkan kehancuran.
 
5. Tafsir Al-Mizan (Allamah Thabathabai)
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa رخاء menunjukkan nikmat Allah yang mengandung unsur kelembutan, kemudahan, dan rahmat.
•Ia menyoroti bahwa pemberian kendali atas angin adalah salah satu bentuk manifestasi kekuasaan Allah yang menunjukkan ketaatan alam kepada nabi-Nya.
•Dalam konteks spiritual, رخاء juga menggambarkan keadaan hati yang lapang, di mana Nabi Sulaiman mampu menjalankan tugas-tugas kenabian tanpa beban berlebih.
 
6. Tafsir Ruhul Ma’ani (Al-Alusi)
Al-Alusi menjelaskan bahwa kata رخاء menunjukkan angin yang taat pada perintah, yaitu angin yang tidak berhembus kecuali dengan kehendak Nabi Sulaiman.
•Ini menandakan bahwa segala sesuatu di alam semesta tunduk kepada kehendak Allah, yang kemudian diberikan kepada nabi pilihan-Nya.
•Kata رخاء juga mencerminkan rahmat Allah dalam memberikan kemudahan dan kelapangan kepada para nabi untuk menjalankan misi mereka.
 
Kesimpulan dari Mufassir
Dari penjelasan para mufassir, makna رخاء dalam konteks tafsir Al-Qur’an mencakup:
1.Lembut dan nyaman: Angin yang tidak merusak dan memberi manfaat.
2.Kemudahan dan kelapangan: Nikmat Allah yang mempermudah tugas Nabi Sulaiman.
3.Keseimbangan kekuatan: Kendali penuh atas angin yang kuat tetapi tetap terkendali.
4.Simbol rahmat dan ketaatan alam kepada Allah: Alam melayani kebutuhan para nabi dengan kehendak Allah.
 
Kata ini menjadi simbol betapa nikmat Allah, baik dalam bentuk fisik maupun spiritual, selalu memiliki keseimbangan antara kekuatan dan kelembutan.
 
Dalam tafsir para mufassir Syiah, kata رخاء (rakhaa’) sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surah Ṣād (38:36), juga dianalisis secara mendalam dengan pendekatan spiritual dan filosofis. Berikut adalah pandangan beberapa mufassir Syiah terkemuka:
 
1. Tafsir Al-Mizan (Allamah Thabathabai)
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa kata رخاء dalam konteks Surah Ṣād menggambarkan kelembutan dan kemudahan. Ia menyoroti beberapa poin penting:
1.Nikmat Allah yang Lembut dan Terarah
•Angin yang diberikan kepada Nabi Sulaiman bukan sekadar fenomena alam biasa, melainkan nikmat yang sangat terarah, mengikuti kehendak beliau tanpa membawa kehancuran.
•Ini adalah simbol bahwa kekuasaan yang besar dapat dijalankan dengan kelembutan dan hikmah.
2.Simbol Ketaatan Alam kepada Hamba Allah
‎ • رخاء menggambarkan bagaimana Allah menundukkan elemen alam untuk melayani Nabi Sulaiman. Ini adalah bukti bahwa alam semesta tunduk kepada kehendak Allah dan diperuntukkan bagi tujuan ilahi.
3.Kelapangan dalam Tugas Kenabian
•Kata رخاء juga mencerminkan kemudahan yang Allah berikan kepada Nabi Sulaiman dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dan nabi.
 
2. Tafsir Al-Burhan (Sayyid Hashim Al-Bahrani)
Dalam tafsir ini, رخاء dipahami dalam konteks mukjizat Nabi Sulaiman. Al-Bahrani menekankan:
1.Mukjizat sebagai Tanda Kekuasaan Allah
•Angin yang berhembus lembut sesuai kehendak Nabi Sulaiman adalah bukti nyata mukjizat dan kuasa Allah.
‎ • رخاء menunjukkan bahwa mukjizat ini tidak bersifat merusak, melainkan penuh kelembutan dan rahmat.
2.Kelapangan sebagai Ujian Syukur
•Al-Bahrani menghubungkan رخاء dengan ujian syukur. Nikmat kelapangan hidup atau kemudahan seperti yang diberikan kepada Nabi Sulaiman adalah ujian apakah seseorang akan bersyukur atau justru lalai.
 
3. Tafsir Safi (Mulla Mohsin Faydh Al-Kashani)
Mulla Faydh Al-Kashani dalam Tafsir Safi menafsirkan kata رخاء dengan penekanan pada aspek spiritual:
1.Keseimbangan antara Kekuatan dan Kelembutan
•Angin “رخاءً” menggambarkan keseimbangan sempurna antara kekuatan dan kelembutan. Allah menunjukkan bahwa kekuasaan bisa berjalan dengan harmoni dan tidak perlu destruktif.
2.Rahmat Ilahi yang Meliputi Segala Sesuatu
•Kelapangan (رخاء) dalam kehidupan Nabi Sulaiman adalah bentuk rahmat yang diberikan Allah untuk membantu manusia memenuhi tujuan spiritual mereka.
3.Kesesuaian Alam dengan Kehendak Nabi
•Pengendalian angin yang “lembut dan taat” menunjukkan harmoni antara kehendak manusia pilihan Allah dan alam semesta, yang tunduk atas perintah ilahi.
 
4. Tafsir Nemuneh (Ayatullah Naser Makarem Shirazi)
Ayatullah Makarem Shirazi dalam Tafsir Nemuneh memberikan penjelasan berikut:
1.Kemudahan dalam Pelayanan
‎ • رخاء merujuk pada kemudahan yang diberikan Allah kepada Nabi Sulaiman. Angin tidak hanya lembut, tetapi juga sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan tugas beliau.
2.Pelajaran untuk Pemimpin
•Nabi Sulaiman, meskipun diberi kekuasaan besar atas alam, menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kekuatannya dengan kelembutan (رخاء), bukan dengan kekerasan atau kehancuran.
3.Kelapangan Sebagai Karunia Ilahi
•Ayat ini mengajarkan bahwa segala kelapangan dan kemudahan dalam hidup berasal dari Allah. Oleh karena itu, manusia harus bersyukur dan tidak menyalahgunakan nikmat tersebut.
 
5. Tafsir Nur (Ayatullah Mohsen Qara’ati)
Ayatullah Qara’ati menafsirkan رخاء sebagai simbol kelapangan yang diberikan Allah kepada manusia pilihan-Nya. Penekanannya adalah pada penggunaan nikmat untuk tujuan yang benar:
1.Nikmat yang Berfungsi untuk Kemaslahatan
•Angin yang lembut menunjukkan bahwa nikmat Allah tidak diberikan secara sia-sia. Ia harus diarahkan untuk kemaslahatan umat manusia.
2.Pengingat Tentang Ketergantungan kepada Allah
•Meskipun Nabi Sulaiman memiliki kendali atas angin, hal ini tetap merupakan tanda bahwa manusia sepenuhnya bergantung kepada Allah dalam mengatur hidup mereka.
 
Kesimpulan: Para mufassir Syiah menggarisbawahi bahwa رخاء bukan hanya sekadar angin yang lembut, tetapi juga simbol kelapangan, kemudahan, dan rahmat ilahi yang diberikan kepada manusia pilihan Allah. Beberapa poin utama dari tafsir mereka:
1.Nikmat Allah dalam Bentuk Kemudahan
Allah memberikan kelapangan hidup kepada Nabi Sulaiman untuk mempermudah tugasnya sebagai nabi dan pemimpin.
2.Keseimbangan Kekuatan dan Kelembutan
Angin “رخاءً” mengajarkan pentingnya menggunakan kekuasaan dengan hikmah dan rahmat.
3.Ujian Syukur atas Kelapangan
Kelapangan hidup adalah ujian yang menuntut syukur dan penggunaan nikmat sesuai kehendak Allah.
 
Pandangan ini sejalan dengan prinsip-prinsip Syiah yang menekankan pentingnya memahami rahmat Allah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan sekadar menikmati duniawi.
 
Menurut para ahli makrifat dan hakikat (spiritualitas Islam), kata رخاء (rakhaa’) seringkali dimaknai dalam kerangka pengalaman batiniah, yang melampaui makna harfiah seperti “kelapangan” atau “kemudahan.” 
Mereka memandangnya sebagai simbol dari keadaan hati, hubungan dengan Allah, dan pencapaian spiritual. Berikut adalah beberapa pandangan mereka:
 
1. Kelapangan Hati sebagai Cerminan Ma’rifat
Para ahli makrifat menjelaskan bahwa رخاء melambangkan kelapangan hati yang diberikan Allah kepada hamba-Nya ketika ia berada dalam kedekatan dengan-Nya. Kelapangan hati adalah:
1.Ketenangan dan Keseimbangan:
•Angin “رخاءً” yang lembut dalam Al-Qur’an diibaratkan sebagai kondisi hati seorang mukmin yang telah meraih ma’rifat (pengenalan terhadap Allah). Keadaan hati ini tidak terguncang oleh cobaan, namun tetap kokoh dan lembut dalam menghadapi apa pun.
2.Kepercayaan Penuh kepada Allah:
•Kelapangan adalah kondisi batin ketika seseorang menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan keyakinan penuh akan hikmah-Nya. Seorang ahli hakikat mengatakan, “Hati yang lapang adalah hati yang sepenuhnya tunduk kepada Rabb-nya.”
 
2. Rahmat Allah yang Menenangkan
Dalam pandangan ahli hakikat, رخاء menggambarkan rahmat Allah yang menenangkan jiwa. Rahmat ini turun kepada orang-orang yang mencapainya melalui:
1.Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa):
•Angin yang lembut adalah simbol jiwa yang telah bersih dari kekotoran duniawi, sehingga rahmat Allah turun tanpa hambatan.
•Dalam perjalanan makrifat, kelapangan ini diraih dengan mengosongkan hati dari cinta dunia dan mengisinya dengan cinta kepada Allah.
2.Itmi’nan (Ketenangan Jiwa):
‎ • رخاء dianggap sebagai manifestasi dari “nafsul mutma’innah” (jiwa yang tenang), yang disebutkan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Fajr: 27-30). Jiwa yang mencapai derajat ini berada dalam keadaan lapang, tanpa kebingungan atau kegelisahan.
 
3. Keadaan Tawakal yang Sempurna
Ahli makrifat memandang رخاء sebagai keadaan spiritual yang dicapai melalui tawakal yang sempurna.
1.Tawakal Membawa Kelapangan:
•Seseorang yang bertawakal kepada Allah akan merasakan kelapangan hati, karena ia meyakini bahwa semua urusan adalah dalam kekuasaan Allah.
•Kelapangan ini bukan hanya soal duniawi, tetapi juga terkait dengan rasa cukup (qana’ah) dan kebahagiaan hakiki.
2.Hikmah di Balik Kelapangan:
•Seorang arif berkata, “Angin yang lembut itu tidak hanya menggerakkan kapal Nabi Sulaiman, tetapi juga menunjukkan bahwa orang-orang yang dekat dengan Allah akan merasakan kelembutan dalam seluruh aspek hidup mereka.”
 
4. Kelapangan sebagai Tanda Keseimbangan Spiritual
Dalam dimensi hakikat, رخاء juga mencerminkan keseimbangan antara dua sifat Allah, yaitu:
1.Jalal (Keagungan) dan Jamal (Keindahan):
•Angin lembut adalah perwujudan sifat Jamal Allah, di mana rahmat dan kelembutan-Nya mendominasi. Namun, kekuatan angin tetap menunjukkan sifat Jalal-Nya.
•Seorang salik (pejalan spiritual) yang mencapai derajat ma’rifat akan merasakan keseimbangan ini dalam hidupnya: tegas dalam prinsip, namun lembut dalam tindakan.
2.Hidup dalam Keharmonisan Ilahi:
•Kelapangan dalam makna hakikat adalah hidup dalam harmoni dengan kehendak Allah. Seorang yang menyelaraskan dirinya dengan kehendak ilahi akan menemukan kedamaian, sebagaimana Nabi Sulaiman memanfaatkan angin “رخاءً” untuk memenuhi tugas kenabian tanpa melawan sifat alami angin.
 
5. Kelapangan sebagai Ujian Kesyukuran
Para ahli hakikat juga menekankan bahwa kelapangan (رخاء) adalah ujian spiritual.
1.Kelapangan Membutuhkan Syukur:
•Ketika seseorang diberi kelapangan hidup, ia harus menggunakannya untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk berbuat maksiat atau bersikap lalai.
•Salah seorang sufi berkata, “Kelapangan adalah ujian terbesar karena sering kali manusia melupakan Pemberi kelapangan itu.”
2.Pemurnian Melalui Kelapangan dan Kesempitan:
•Dalam perjalanan spiritual, Allah memberikan kelapangan dan kesempitan secara bergantian untuk memurnikan hamba-Nya. Kelapangan adalah kesempatan untuk menanam amal kebaikan sebagai bekal di akhirat.
 
Kesimpulan dari Perspektif Makrifat dan Hakikat
Menurut ahli makrifat dan hakikat, رخاء memiliki makna yang mendalam, meliputi:
1.Kelapangan Hati: Keadaan jiwa yang penuh dengan ketenangan dan keyakinan kepada Allah.
2.Rahmat dan Kelembutan Allah: Angin lembut yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah simbol kasih sayang Allah yang membimbing hamba-Nya.
3.Tawakal yang Sempurna: Menyerahkan semua urusan kepada Allah akan membawa kelapangan hidup.
4.Harmoni dengan Kehendak Ilahi: Kelapangan adalah hasil dari hidup sesuai dengan hukum dan kehendak Allah.
5.Ujian Syukur: Kelapangan adalah nikmat yang harus disyukuri dan digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
 
Para ahli makrifat melihat kelapangan bukan sebagai tujuan hidup, tetapi sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah dan mendekat kepada-Nya dalam perjalanan spiritual.
 
Menurut ahli hakikat dari perspektif Syiah, kata رخاء (rakhaa’) memiliki makna yang lebih mendalam dalam konteks spiritual, terutama jika dihubungkan dengan ajaran Ahlul Bayt. Mereka memandangnya sebagai simbol kelapangan dan kelembutan yang berasal dari hubungan langsung dengan rahmat Allah. Berikut adalah pandangan dari para ahli hakikat dalam tradisi Syiah:
 
1. Kelapangan Hati sebagai Manifestasi Wilayah Ilahi
 
Ahli hakikat Syiah menjelaskan bahwa رخاء menunjukkan kelapangan hati yang diberikan Allah kepada orang-orang yang berada dalam naungan wilayah (kepemimpinan spiritual) Ahlul Bayt.
•Imam Ali as. berkata:
“Ketahuilah, sesungguhnya kelapangan hati adalah salah satu tanda keyakinan yang teguh kepada Allah.”
•Dalam konteks ini, kelapangan (رخاء) dihubungkan dengan ma’rifat terhadap Allah dan para Imam sebagai wasilah (perantara) menuju Allah.
•Kelapangan ini mencakup:
1.Ketenangan batin di tengah ujian.
2.Hati yang ikhlas dan terbuka untuk menerima hikmah ilahi.
 
2. Simbol Rahmat dan Hikmah dalam Kepemimpinan
Dalam tradisi Syiah, Nabi Sulaiman adalah salah satu nabi yang juga dikenal sebagai pemimpin yang adil dan penuh hikmah. رخاء melambangkan cara beliau menggunakan kekuasaan dengan kelembutan.
•Para Imam Ahlul Bayt sering mengajarkan bahwa kepemimpinan harus dipenuhi dengan sifat rahmat, sebagaimana Allah memberikan kelapangan kepada Nabi Sulaiman:
“Pemimpin sejati adalah mereka yang memimpin dengan kelembutan, seperti angin yang lembut membawa kebaikan, bukan kehancuran.”
•Pelajaran hakikat: Kelapangan ini adalah cara Allah menunjukkan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada manusia harus digunakan untuk membawa kesejahteraan dan harmoni, bukan kehancuran.
 
3. Hubungan dengan Tawakal dan Ridha kepada Allah
Ahli hakikat Syiah menekankan bahwa رخاء adalah simbol dari tawakal sempurna kepada Allah.
•Imam Ja’far as-Sadiq as. berkata:
“Siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sepenuhnya, maka Allah akan melapangkan baginya urusan dunia dan akhirat.”
•Dalam konteks ini, kelapangan hati (رخاء) adalah hasil dari penyerahan total kepada Allah dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi sesuai kehendak-Nya.
•Hakikat Tawakal:
Kelapangan seperti angin lembut adalah manifestasi batin dari seorang mukmin yang telah mencapai derajat ridha (kerelaan) kepada takdir Allah.
 
4. Kelembutan sebagai Manifestasi Sifat Allah
Dalam dimensi hakikat, ahli Syiah memandang رخاء sebagai manifestasi sifat ar-Rahman dan ar-Rahim (kasih sayang Allah).
•Imam Ali Zainul Abidin as. dalam Munajat Ar-Ra’jin memohon kepada Allah:
“Ya Allah, lapangkanlah hatiku sebagaimana Engkau melapangkan rahmat-Mu kepada para hamba-Mu.”
•Angin lembut (رخاء) menjadi metafora untuk sifat Allah yang senantiasa mengatur alam semesta dengan keseimbangan antara kelembutan dan kekuatan.
 
5. Ujian Kelapangan dalam Perjalanan Spiritual
Ahli hakikat Syiah juga memandang kelapangan (رخاء) sebagai ujian dalam perjalanan spiritual.
•Imam Musa al-Kazim as. berkata:
“Kelapangan adalah saat paling rawan bagi seorang mukmin, karena kelalaian sering kali menyelinap dalam nikmat.”
•Pelajaran spiritual dari kelapangan:
1.Syukur: Kelapangan adalah nikmat yang membutuhkan pengakuan dan rasa syukur kepada Allah.
2.Kesadaran: Kelapangan tidak boleh menjadi alasan untuk melupakan tugas hamba kepada Allah.
 
6. Keseimbangan antara Jalal dan Jamal Allah
Ahli hakikat Syiah sering mengaitkan kelapangan dengan keseimbangan antara sifat Jalal (keagungan/kekuatan) dan Jamal (keindahan/kelembutan) Allah.
•Angin lembut (رخاء) dalam kisah Nabi Sulaiman menunjukkan manifestasi sifat Jamal, di mana kelembutan mendominasi, tetapi tetap mengandung unsur kendali penuh (kekuatan ilahi).
•Dalam perjalanan menuju Allah, seorang salik (pejalan spiritual) diajarkan untuk:
1.Menghormati keagungan Allah dalam cobaan berat.
2.Merasakan kelembutan-Nya dalam kelapangan dan kemudahan.
 
7. Kelapangan sebagai Tanda Kehidupan yang Harmonis dengan Allah
Menurut ahli hakikat Syiah, رخاء adalah simbol harmoni antara kehendak Allah dan kehendak hamba-Nya:
•Imam Ali as. berkata:
“Ketika hatimu selaras dengan kehendak Allah, maka seluruh alam semesta akan melayani tujuanmu.”
•Nabi Sulaiman diberikan angin “رخاءً” sebagai tanda keharmonisan ini: ia tunduk kepada Allah, sehingga seluruh elemen alam tunduk kepadanya.
 
Kesimpulan Perspektif Ahli Hakikat Syiah
1.Kelapangan Hati: رخاء melambangkan ketenangan dan kelapangan hati yang diberikan Allah kepada mereka yang berserah diri kepada-Nya.
2.Rahmat Allah: Kelapangan adalah manifestasi sifat kasih sayang Allah, yang mengatur segalanya dengan kelembutan dan hikmah.
3.Ujian Syukur: Kelapangan hidup harus dipandang sebagai ujian untuk bersyukur, bukan untuk lalai.
4.Harmoni Spiritual: Kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah akan membawa kelapangan dalam segala aspek.
5.Keseimbangan Ilahi: Kelapangan adalah tanda keseimbangan sifat Jalal dan Jamal Allah, di mana kelembutan selalu dikendalikan oleh kekuatan dan hikmah.
 
Ahli hakikat Syiah menekankan bahwa kelapangan sejati adalah pemberian Allah yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan melayani umat manusia sesuai kehendak-Nya.
 
Cerita dan kisah yang terkait dengan makna رخاء (rakhaa’), kelapangan dan kelembutan, sebagaimana dipahami dalam konteks hakikat dan spiritualitas menurut tradisi Syiah. Kisah-kisah ini mengajarkan makna kelapangan hati, kemudahan yang Allah berikan, dan bagaimana manusia menggunakannya untuk mendekat kepada Allah.
 
1. Kisah Nabi Sulaiman dan Angin Lembut
Dalam Al-Qur’an (QS. Ṣād: 36), Allah berfirman:
“Lalu Kami tundukkan angin baginya (Nabi Sulaiman) yang berhembus dengan lembut menurut perintahnya ke mana saja yang dia kehendaki.”
Kisah ini mengandung makna mendalam tentang kelapangan dan kendali penuh yang diberikan Allah kepada Nabi Sulaiman:
•Konteks Kelapangan:
Nabi Sulaiman memiliki tugas besar sebagai pemimpin umat manusia dan jin, serta penjaga keadilan di muka bumi. Untuk mendukung tugasnya, Allah memberikan kendali atas angin, yang tidak hanya menjadi kendaraan perjalanan tetapi juga melambangkan kemudahan dalam menjalankan misi.
•Kisah dalam Tafsir Syiah:
Para mufassir Syiah, seperti Allamah Thabathabai dalam Tafsir Al-Mizan, menekankan bahwa angin yang lembut adalah simbol kelapangan ilahi yang diberikan kepada Nabi Sulaiman untuk melaksanakan tugas dengan kelembutan, bukan kekerasan. Nabi Sulaiman menggunakan nikmat ini untuk menyebarkan keadilan dan menundukkan mereka yang zalim dengan hikmah.
 
Pelajaran: Kelapangan yang Allah berikan adalah amanah yang harus digunakan dengan kelembutan dan hikmah untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan menegakkan kebenaran.
 
2. Kisah Nabi Yusuf: Kelapangan Setelah Kesempitan
Kisah Nabi Yusuf as. juga erat kaitannya dengan konsep kelapangan. Setelah bertahun-tahun menghadapi kesulitan, termasuk dikhianati oleh saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, dan dipenjara, Allah akhirnya memberikan kelapangan hidup kepadanya dengan menjadikannya penguasa Mesir (QS. Yusuf: 54-56).
•Hakikat Kelapangan:
Ahli hakikat Syiah menafsirkan bahwa kelapangan yang diberikan kepada Nabi Yusuf adalah hasil dari kesabarannya yang luar biasa. Setelah kesempitan panjang, Allah membuka pintu kelembutan dan kelapangan, menunjukkan bahwa setiap ujian diakhiri dengan rahmat yang melimpah bagi mereka yang bersabar.
 
Pelajaran: Kelapangan sejati adalah hasil dari tawakal kepada Allah dan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup.
 
3. Imam Ali as. dan Kelapangan Hati
Imam Ali bin Abi Thalib as. memiliki banyak kisah yang mencerminkan makna kelapangan hati (رخاء) dalam menghadapi kesulitan:
•Kisah di Perang Khandaq:
Dalam Perang Khandaq, Imam Ali menghadapi seorang musuh besar, Amr bin Abd Wudd. Saat Imam Ali berhasil melumpuhkan musuhnya, Amr meludahi wajah Imam Ali. Namun, Imam Ali tidak langsung membunuhnya. Beliau menunggu hingga kemarahannya hilang, karena tidak ingin membunuh karena hawa nafsu.
•Makna Kelapangan Hati:
Imam Ali menunjukkan kelapangan hati yang luar biasa, di mana beliau mampu mengendalikan amarah dan bertindak hanya demi Allah, bukan demi kepuasan pribadi.
 
Pelajaran: Kelapangan hati adalah kekuatan spiritual yang memungkinkan seseorang mengutamakan kehendak Allah di atas keinginan pribadi.
 
4. Imam Musa al-Kazim as. dan Kesabaran dalam Penjara
Imam Musa al-Kazim as., salah satu Imam Ahlul Bayt, mengalami kesulitan luar biasa ketika dipenjara oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Namun, meskipun berada dalam penjara yang gelap dan penuh penderitaan, Imam menunjukkan kelapangan hati yang luar biasa.
•Doa Kelapangan Imam:
Dalam doanya, Imam berkata:
“Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku menyukai tempat ini (penjara), karena aku dapat lebih dekat kepada-Mu dan lebih fokus pada ibadah kepada-Mu.”
•Makna Hakikat:
Ahli hakikat Syiah memandang bahwa kelapangan hati Imam Musa al-Kazim adalah cerminan tawakal dan ridha kepada Allah. Meskipun dalam kesempitan duniawi, Imam merasakan kelapangan spiritual yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang dekat dengan Allah.
 
Pelajaran: Kelapangan sejati tidak bergantung pada kondisi fisik, tetapi pada hubungan batin dengan Allah.
 
5. Kisah Nabi Muhammad Saw. dan Perjanjian Hudaibiyah
Dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad Saw. menerima perjanjian yang tampaknya merugikan umat Islam. Namun, Nabi menerima perjanjian itu dengan lapang dada karena yakin bahwa ada hikmah besar di baliknya.
•Kelapangan Nabi:
Para sahabat merasa kecewa dengan isi perjanjian, tetapi Nabi menunjukkan kelapangan hati yang luar biasa, dengan berkata:
“Allah tidak akan mengecewakan kita.”
•Hasilnya:
Perjanjian ini ternyata menjadi pintu masuk bagi banyak orang untuk memeluk Islam, menunjukkan bahwa kelapangan hati Nabi menghasilkan kemenangan besar tanpa pertumpahan darah.
 
Pelajaran: Kelapangan hati dalam menerima keputusan Allah adalah kunci keberhasilan dalam menjalankan misi hidup.
 
6. Kisah Salman al-Farisi: Kelapangan dalam Kesederhanaan
Salman al-Farisi, salah satu sahabat setia Ahlul Bayt, menjalani hidup yang sangat sederhana meskipun memiliki kedudukan tinggi di antara umat Islam.
•Kisah Kelapangan Hidupnya:
Salman hanya memiliki sedikit harta, tetapi beliau tetap merasa lapang karena keyakinannya kepada Allah. Ketika ditanya tentang kesederhanaannya, Salman menjawab:
“Kelapangan sejati bukan pada harta, tetapi pada hati yang tenang dengan Allah.”
•Makna Hakikat:
Ahli hakikat Syiah menafsirkan bahwa Salman adalah contoh bagaimana kelapangan hati dapat diraih melalui kesyukuran dan kepasrahan kepada Allah, tanpa terikat pada dunia.
 
Pelajaran: Kelapangan sejati adalah ketenangan hati yang tidak tergantung pada materi duniawi.
 
Kesimpulan dari Kisah-kisah
Kisah-kisah ini mengajarkan beberapa pelajaran penting:
1.Kelapangan adalah Rahmat Allah: Allah memberikan kelapangan kepada hamba-Nya yang bersabar dan tawakal.
2.Kelapangan Hati Lebih Penting dari Kelapangan Duniawi: Kebahagiaan sejati ada pada kedekatan dengan Allah, bukan pada banyaknya harta atau kekuasaan.
3.Kelapangan sebagai Ujian: Kelapangan hidup adalah ujian syukur, sementara kesempitan adalah ujian kesabaran.
4.Kelembutan dalam Kekuasaan: Kelapangan seperti angin lembut mengajarkan pentingnya kelembutan dalam memimpin dan menyelesaikan masalah.
 
Kisah-kisah ini mencerminkan bahwa kelapangan hati yang sejati hanya dapat diraih melalui ma’rifat, tawakal, dan hubungan yang mendalam dengan Allah dan para wali-Nya.
 
Manfaat dan doa yang terkait dengan konsep رخاء (rakhaa’) atau kelapangan menurut pandangan spiritual, khususnya dalam tradisi Syiah. Manfaat ini berkaitan dengan kelapangan hati, kemudahan hidup, dan kedekatan dengan Allah, sedangkan doa-doa ini berfungsi untuk memohon kelapangan dari Allah dalam berbagai aspek kehidupan.
 
Manfaat Kelapangan (رخاء)
1.Ketenangan Hati
•Kelapangan membawa ketenangan hati, menghilangkan kegelisahan dan kecemasan. Hati yang lapang mampu menghadapi ujian hidup dengan lebih tenang dan tabah.
2.Mudah dalam Menghadapi Ujian
•Dengan kelapangan, seseorang akan diberikan kekuatan untuk menghadapi segala cobaan, baik dalam kehidupan duniawi maupun spiritual, tanpa terpengaruh oleh tekanan.
3.Menumbuhkan Kesabaran
•Kelapangan hati memperkuat kesabaran seseorang. Ketika hidup terasa sulit, kelapangan memberikan ruang untuk sabar, yang menjadi kunci dalam meraih kebahagiaan.
4.Meningkatkan Ibadah
•Dalam keadaan lapang, seseorang lebih mampu beribadah dengan khusyuk. Hatinya bebas dari kesulitan dan fokus sepenuhnya kepada Allah.
5.Keberkahan dalam Rezeki
•Allah memberikan kelapangan dalam rezeki bagi mereka yang bersyukur dan menjaga hubungan dengan-Nya. Kelapangan ini membawa keberkahan dalam segala aspek kehidupan.
6.Mempermudah Segala Urusan
•Kelapangan hati dan pikiran mempermudah seseorang dalam membuat keputusan dan menjalani kehidupan sehari-hari tanpa kebingungan atau keraguan.
7.Penyucian Diri (Tazkiyah)
•Kelapangan yang diberikan Allah sering kali merupakan cara-Nya untuk membersihkan hati dari kekotoran duniawi, mendekatkan seseorang pada kesucian jiwa.
8.Meningkatkan Tawakal
•Orang yang memiliki kelapangan hati semakin mampu menaruh tawakal yang lebih tinggi kepada Allah, karena dia yakin bahwa Allah yang memberikan kelapangan dan kesulitan dalam hidupnya.
9.Memperbaiki Hubungan Sosial
•Ketika hati lapang, seseorang dapat bersikap lebih sabar, penuh kasih sayang, dan lebih toleran terhadap orang lain, sehingga hubungan sosial menjadi lebih harmonis.
10.Mendapatkan Hikmah dari Setiap Peristiwa
•Kelapangan memberi kemampuan untuk melihat hikmah di balik setiap peristiwa dalam hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menantang. Ini membantu seseorang untuk terus berkembang dalam kebaikan.
 
Doa untuk Memohon Kelapangan (رخاء)
 
Berikut adalah beberapa doa yang dapat dipanjatkan untuk memohon kelapangan dari Allah dalam kehidupan:
1. Doa untuk Kelapangan Hati dan Rezeki
“Ya Allah, berikanlah kepadaku jalan keluar dari setiap kesulitan dan kelapangan dari setiap kesempitan.”
•Doa ini sering dibaca oleh para mukmin untuk meminta kelapangan dari segala kesulitan, baik dalam hal hati, rezeki, atau urusan duniawi lainnya.
 
2. Doa untuk Ketenangan Jiwa
“Ya Allah, tuntunlah aku menuju jalan-Mu yang lurus dan berikanlah aku ketenangan jiwa.”
•Doa ini berfokus pada memohon ketenangan hati dan pikiran yang membawa kelapangan batin.
 
3. Doa untuk Kelapangan dalam Menghadapi Ujian
“Ya Allah, janganlah Engkau menghukumku karena perbuatan kebodohan kami, ampunilah aku dan orang-orang yang dekat denganku.”
•Doa ini digunakan untuk memohon ampunan dan kelapangan dalam menghadapi ujian hidup, sehingga dapat menjalani hidup dengan lebih sabar dan ikhlas.
 
4. Doa untuk Memohon Kemudahan dalam Rezeki
“Ya Allah, hilangkanlah segala kesulitan dari kami, wahai Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
•Doa ini memohon kelapangan dalam rezeki, agar diberikan kemudahan dalam urusan duniawi.
 
5. Doa untuk Menjaga Kelapangan dalam Hati
“Ya Allah, jadikanlah hatiku tunduk pada ketaatan kepada-Mu dan bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.”
•Doa ini memohon agar hati tetap lapang dan senantiasa terjaga dalam ketaatan kepada Allah, yang pada gilirannya mendatangkan ketenangan dan kelapangan hidup.
 
6. Doa untuk Mempermudah Urusan
“Ya Allah, permudahlah bagi kami segala yang sulit dan mudahkanlah setiap urusan kami.”
•Doa ini digunakan untuk meminta kelapangan dalam berbagai urusan hidup, agar segala kesulitan menjadi lebih mudah dihadapi.
 
7. Doa untuk Memohon Kesabaran dan Ketenangan Hati
“Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku kesabaran yang indah dan harapan yang selalu terbarukan.”
•Doa ini mengharapkan kelapangan hati yang penuh kesabaran dan harapan, yang dapat mengatasi segala ujian hidup dengan penuh ketenangan.
 
8. Doa untuk Kelapangan dalam Perjalanan Spiritual
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang tenang dan tentram dalam beribadah kepada-Mu.”
•Doa ini bertujuan untuk memperoleh kelapangan batin dalam beribadah, sehingga ibadah menjadi lebih khusyuk dan mendalam.
 
9. Doa untuk Menghindari Keterbatasan Duniawi
“Ya Allah, aku memohon kelapangan dalam rezeki, pencerahan dalam agama, dan ketenangan dalam dunia serta akhirat.”
•Doa ini memohon kelapangan dalam kehidupan duniawi dan spiritual, serta kedamaian baik di dunia maupun di akhirat.
 
10. Doa untuk Mendapatkan Hikmah dan Kelapangan dalam Hidup
“Ya Allah, ajarkanlah kami ilmu yang bermanfaat, manfaatkanlah kami dengan ilmu yang telah Engkau ajarkan, dan tambahkanlah kepada kami dari karunia dan rahmat-Mu.”
•Doa ini memohon agar diberikan pemahaman yang dalam dan kelapangan dalam memahami hikmah dari setiap peristiwa hidup.
 
Kesimpulan: Manfaat kelapangan dalam kehidupan sangat besar, baik dalam aspek fisik, mental, maupun spiritual. Doa-doa ini membantu memohon kepada Allah agar diberi kelapangan dalam hati, rezeki, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Kelapangan sejati datang dari kedekatan dengan Allah, kesabaran dalam menghadapi ujian, dan keyakinan bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya.
 
Dalam Hadis Qudsi: Allah SWT membanggakan hamba Nya dihadapan para malaikat
 
فَإِذَا قَالَ: أَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَقَالَ اللهُ جَلَّ جَلاَ لُهُ :
 
حَمِدَنِيْ عَبْدِيْ، 
 
وَ عَلِمَ أَنَّ النِّعَمَ الَّتِيْ لَهُ مِنْ عِنْدِيْ، 
 
وَأنَّ الْبَلاَيَا اَلَّتِيْ دَفَعْتُ عَنْهُ 
 
فَبِتَطَوُّلِيْ أُشْهِدُكُمْ 
 
أَنِّيْ أُضِيْفُ لَهُ إِلَى نِعَمِ الدُّنْيَا نِعَمَ اْلآخِرَةِ، 
 
وَأَدْفَعُ عَنْهُ بَلاَيَا اْلآخِرَةِ 
 
كَمَا دَفَعْتُ عَنْهُ بَلاَيَا الدُّنْيَا، 
 
(“Bila Hamba membaca”) : “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”, (QS. 1:2). “Allah menjawab”: 
 
“Hamba-Ku memuji-Ku 
dan ia sudah mengetahui bahwa nikmat-nikmat yang berada pada dirinya berasal dari sisi-Ku 
 
dan semua petaka yang aku hindarkan daripadanya itu juga berasal dari-Ku. 
 
Maka atas limpahan rahmat-Ku, Aku bersaksi pada kalian 
 
akan melipat gandakan padanya nikmat-nikmat dunia dan nikmat-nikmat akherat 
 
serta menghindarkan dirinya dari petaka akhirat sebagaimana aku menghindarkan darinya petaka dunia”.
 
Munajat Syakirin
Munajat Imam Ali Ar-Ridho as
 
Tuhanku, runtunan karunia-Mu telah melengahkan daku untuk benar-benar bersyukur pada-Mu. 
 
Limpahan anugerah-Mu, telah melemahkan daku untuk menghitung pujian atas-Mu. 
 
Iringan ganjaran-Mu, telah menyibukkan daku untuk menyebut kemulia an-Mu. 
 
Rangkaian bantuan-Mu, telah melalaikan daku untuk memperbanyak pujaan pada-Mu. 
 
Ilahi, besarnya nikmat-Mu mengecilkan, rasa syukurku 
memudar di samping limpahan anugrah-Mu puji dan sanjungku. 
 
Karunia-Mu yang berupa cahaya iman menutupku dengan pakaian kebesaran. 
 
Curahan anugrah-Mu, membungkusku dengan busana kemuliaan. 
 
Pemberian-Mu merangkaikan padaku kalung nan tak terpecahkan, 
dan melingkari leherku dengan untaian yang tak teruraikan. 
 
Anugrah-Mu tak terhingga sehingga kelu lidahku menyebutkannya. 
 
Karunia-Mu tak berbilang sehingga lumpuh akalku memahaminya, 
apalah lagi menentukan luasnya 
 
Bagaimana mungkin daku berhasil mensyukuri-Mu karena rasa syukurku pada-Mu memerlukan syukur lagi. 
 
Setiap kali daku dapat mengucapkan bagi-Mu pujian, saat itu juga daku terdorong mengucapkan bagi-Mu pujian.
 
Ilahi, sebagaimana Engkau makmurkan kami dengan  karunia-Mu dan memelihara kami dengan pemberian-Mu, sempurnakan bagi kami limpahan nikmat-Mu. 
Tolakkan dari kami kejelekan azab-Mu, berikan bagi kami di dunia dan akhirat, yang paling tinggi dan paling mulia lambat atau segera. 
 
Bagi-Mu pujian atas keindahan ujian-Mu dan limpahan kenikmatan-Mu, 
(Bagi-Mu) pujian yang selaras dengan ridho-Mu yang sepadan dengan kebesaran kebajikan-Mu. 
 
Wahai Yang Maha Agung. 
Wahai Yang Maha Pemurah. 
Dengan rahmat-Mu, 
Wahai Yang Paling Pengasih dari segala yang mengasihi, 
Ya, Arhamar Rôhimîn.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment