MAKNA HISAB (PERHITUNGAN) ATAU PERTANGGUNGJAWABAN

Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Kata “hisab” (perhitungan) atau “pertanggungjawaban”:
1.Hisab dalam Agama: Dalam konteks Islam, hisab merujuk pada perhitungan amal manusia di hari kiamat, di mana setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya selama hidup di dunia.
2.Perhitungan Keuangan: Hisab juga dapat diartikan sebagai perhitungan dalam aspek keuangan, misalnya penghitungan pendapatan, pengeluaran, atau zakat/khumus.
3.Hisab Astronomi: Dalam ilmu astronomi Islam, hisab merujuk pada metode perhitungan posisi benda-benda langit untuk menentukan waktu ibadah seperti waktu shalat dan awal bulan hijriyah.
4.Pertanggungjawaban Moral: Hisab bisa merujuk pada konsep tanggung jawab moral di mana seseorang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik kepada diri sendiri maupun kepada Tuhan.
5.Perhitungan Hukum: Dalam konteks hukum, hisab merujuk pada pertanggungjawaban seseorang atas tindakan atau perbuatannya di mata hukum, baik di dunia maupun akhirat.
6.Penilaian Sosial: Hisab juga dapat berarti evaluasi atau penilaian oleh masyarakat terhadap tindakan dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari.
7.Perhitungan Kebaikan dan Keburukan: Dalam konteks spiritual, hisab seringkali dikaitkan dengan timbangan amal, yaitu perhitungan antara kebaikan dan keburukan yang dilakukan seseorang selama hidupnya.
8.Pertanggungjawaban Eksekutif: Dalam konteks kepemimpinan atau manajemen, hisab dapat merujuk pada pertanggungjawaban pemimpin atau manajer atas keputusan dan kebijakan yang diambil dalam organisasi atau Yayasan.
9.Perhitungan Matematika: Hisab dalam konteks umum juga berarti proses perhitungan matematis, baik dalam bidang pendidikan, keuangan, atau penelitian.
10.Pertanggungjawaban Sosial: Hisab bisa merujuk pada kewajiban individu atau kelompok untuk menjelaskan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka dalam lingkungan sosial, seperti kontribusi terhadap masyarakat atau kelestarian lingkungan.
Kata "hisab" dalam Al-Qur'an dan Hadis memiliki beberapa makna tergantung pada konteksnya.
Secara umum, "hisab"
merujuk pada perhitungan atau pertanggung jawaban
Dalam Al-Qur'an dan Hadis:
1. Perhitungan Amal di Hari Kiamat
Hisab dalam konteks ini merujuk pada perhitungan segala amal baik dan buruk yang akan dihadapi manusia pada Hari Kiamat.
Allah akan menghisab setiap hamba-Nya dengan adil.
Al-Quran 88:25
------------------
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,
Al/Quran 88:26
------------------
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم
kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab
2. Pertanggungjawaban atas Nikmat
Setiap nikmat yang diterima manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Orang yang banyak menerima nikmat akan dihisab lebih berat.
Al-Quran 102:8
------------------
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
3. Perhitungan Cepat
Dalam beberapa hadis, hisab juga bisa berarti perhitungan yang cepat atau ringan bagi orang-orang yang beriman dan taat.
"Siapa yang dihisab dengan teliti, dia akan disiksa." (HR Bukhari dan Muslim).
4. Perhitungan dalam Kehidupan Dunia
Dalam konteks duniawi, hisab juga bisa merujuk pada perhitungan terkait rezeki, keberkahan, atau hasil usaha seseorang dalam hidup.
"...Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (QS At-Talaq: 2-3).
5. Keadaan Tanpa Hisab
Sebagian hamba Allah yang sangat bertakwa dan beriman akan masuk surga tanpa dihisab, yaitu tanpa perhitungan amal yang memberatkan.
"Ada 70.000 dari umatku yang masuk surga tanpa hisab." (HR Bukhari dan Muslim).
6. Kesulitan dalam Hisab
Orang-orang kafir dan pendosa besar akan menghadapi hisab yang sulit, yaitu perhitungan yang penuh siksaan dan hukuman.
"...Mereka akan dihisab dengan hisab yang sangat sulit." (QS Al-Insyiqaq: 8-10).
7. Pengawasan Allah
Hisab juga bisa berarti pengawasan terus-menerus dari Allah atas setiap perbuatan manusia, baik yang besar maupun yang kecil.
"Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan." (QS An-Nisa: 6).
8. Hisab sebagai Motivasi Moral
Hisab dijadikan sebagai pengingat bagi manusia agar senantiasa berbuat baik dan menjauhi dosa karena semua perbuatan akan diperhitungkan kelak.
"Siapa yang menghisab dirinya di dunia, maka hisabnya akan ringan di akhirat." (HR Tirmidzi).
9. Harta dan Hisab
Hisab juga terkait dengan harta yang dimiliki oleh seseorang. Semakin banyak harta, semakin berat pula hisab yang akan dihadapi.
_"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada Hari Kiamat sampai dia ditanya tentang ;
hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakannya."_ (HR Tirmidzi).
10. Perhitungan dalam Keadilan Allah
Dalam hisab, Allah menjamin keadilan sempurna.
Tidak ada yang terzalimi atau dilebihkan, dan hisab akan dilakukan berdasarkan amal yang benar.
"Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun." (QS Al-Anbiya: 47).
Hisab dalam Al-Qur'an dan Hadis memberikan pelajaran tentang pentingnya bertanggung jawab atas setiap perbuatan dan menerima konsekuensi di dunia dan akhirat.
Dalam pandangan ahli makrifat (mereka yang mendalami ilmu hakikat dan makrifatullah),
perhitungan atau *hisab* memiliki makna yang lebih mendalam dan spiritual dibandingkan dengan pandangan umum.
Makna hisab menurut ahli makrifat:
1. Pengkajian Diri (Muraqabah):
Hisab dipahami sebagai upaya untuk mengkaji diri sendiri, menyadari kekurangan dan kesalahan dalam kehidupan sehari-hari, serta melakukan introspeksi.
2. Perhitungan Amal:
Hisab mencakup perhitungan segala amal perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Setiap tindakan, ucapan, dan niat akan dihitung oleh Allah.
3. Kesadaran Kebaikan dan Keburukan:
Ahli makrifat melihat hisab sebagai kesadaran akan segala kebaikan dan keburukan yang dilakukan, serta dampaknya terhadap perjalanan spiritual.
4. Pertanggungjawaban di Hari Akhir:
Hisab adalah bentuk kesadaran bahwa setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas segala amalnya di hadapan Allah pada hari kiamat.
5. Penjernihan Hati:
Hisab juga merupakan usaha untuk membersihkan hati dari segala bentuk kotoran batin, seperti iri, dengki, dan riya, sehingga amal diterima oleh Allah dengan ikhlas.
6. Penyerahan Diri (Tawakkal):
Balik lagi Dalam makna spiritual, hisab adalah proses penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, setelah upaya maksimal dalam menjalankan kewajiban sebagai hamba.
7. Mendekatkan Diri kepada Allah: Hisab mendorong seseorang untuk selalu menghitung amalnya dengan tujuan meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
8. Kesadaran Akan Kehadiran Ilahi (Ihsan): Hisab membuat seseorang selalu merasa diawasi oleh Allah, yang akan mendorongnya untuk berbuat lebih baik dengan kesadaran akan kehadiran Ilahi.
9. Pembelajaran dari Masa Lalu: Hisab juga berarti mengambil pelajaran dari masa lalu, mengkaji kesalahan untuk tidak mengulanginya dan memperbaiki diri di masa depan.
10. Penilaian Hakiki: Ahli makrifat melihat bahwa penilaian yang sejati bukan hanya berdasarkan amal lahiriah, tetapi juga kualitas batin dan niat yang tulus dalam setiap perbuatan.
Makna hisab bagi ahli makrifat tidak hanya terbatas pada perhitungan amal di akhirat, tetapi juga mencakup perenungan mendalam dalam perjalanan spiritual mereka di dunia.
11. Hisab Niat: Ahli hakikat sangat menekankan pentingnya niat dalam setiap perbuatan.
Hisab bukan hanya menghitung amal lahiriah, tetapi juga menilai keikhlasan dan tujuan niat seseorang dalam beribadah.
12. Hisab Rasa Syukur: Hisab juga berarti mengukur sejauh mana seorang hamba telah mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah. Mereka harus memperhitungkan bagaimana menggunakan nikmat tersebut untuk kebaikan.
13. Hisab Hawa Nafsu: Mengendalikan dan memperhitungkan seberapa sering seseorang menuruti hawa nafsunya merupakan aspek penting dalam hisab bagi ahli hakikat. Ini adalah proses pengendalian diri yang ketat.
14. Hisab Waktu: Ahli hakikat selalu memperhatikan bagaimana waktu digunakan dalam kehidupan. Setiap detik dianggap berharga, dan mereka menghisab bagaimana waktu tersebut dimanfaatkan, baik untuk ibadah maupun hal lain yang bermanfaat.
15. Hisab Rasa Takut (Khasyyah)*: Hisab ini berkaitan dengan rasa takut kepada Allah. Ahli hakikat mengukur sejauh mana rasa takut kepada Allah (khasyyah) memengaruhi tindakan dan keputusan dalam hidup mereka.
16. *Hisab Hubungan dengan Makhluk*: Selain hubungan dengan Allah, ahli hakikat juga memperhitungkan bagaimana mereka berhubungan dengan sesama makhluk.
Apakah mereka sudah berbuat baik, menjaga hak-hak orang lain, atau masih ada yang terabaikan?
17. *Hisab Ketulusan dalam Mengabdi*:
Hisab ini mengukur sejauh mana seseorang tulus dalam menjalankan perintah Allah tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan duniawi. Ini adalah penilaian batin atas kualitas pengabdian.
18. *Hisab Cinta kepada Allah*:
Ahli hakikat menghitung kadar cinta mereka kepada Allah.
Sejauh mana rasa cinta kepada-Nya memengaruhi hidup, keputusan, dan perbuatan mereka dibandingkan cinta duniawi.
19. *Hisab Kepasrahan (Ridha)*:
Sejauh mana seseorang menerima takdir dan ketetapan Allah dengan ridha juga merupakan bentuk hisab.
Ahli hakikat mengukur tingkat kepasrahan mereka terhadap segala yang terjadi, baik maupun buruk.
20. *Hisab Kebergantungan pada Dunia*:
Ahli hakikat juga memperhitungkan seberapa besar ketergantungan mereka pada hal-hal duniawi.
Hisab ini menekankan pentingnya hidup sederhana dan tidak terikat pada keduniawian yang dapat menghalangi perjalanan menuju Allah.
Secara keseluruhan, ahli hakikat memandang hisab bukan hanya sebagai penilaian amal lahiriah, tetapi lebih kepada penilaian batin, niat, dan kesadaran spiritual yang mencakup hubungan manusia dengan Allah dan sesama makhluk.
Dalam tradisi *Ahlul Bayt *, terutama di kalangan ahli hakikat dan makrifat, *hisab* (perhitungan amal) memiliki makna yang sangat dalam, baik dalam konteks duniawi maupun ukhrawi.
Berikut adalah pandangan umum mereka tentang *hisab*:
1. *Hisab Duniawi (Muhasabah Diri)*
Ahli makrifat Syiah sangat menekankan *muhasabah*, yakni perhitungan diri secara berkelanjutan.
Sebelum hisab di akhirat, manusia perlu melakukan *hisab* atas dirinya sendiri di dunia.
Ini dilakukan melalui introspeksi mendalam, di mana seseorang secara kritis mengevaluasi amal, niat, dan kesalahannya setiap hari.
Prinsip ini diajarkan oleh banyak imam Syiah, termasuk *Imam Ja'far al-Shadiq* dan *Imam Ali bin Abi Thalib*, yang menekankan bahwa "Orang yang tidak menghisab dirinya setiap hari bukan termasuk golongan kami."
2. *Hisab Akhirat*
Dalam pandangan Syiah, hisab di hari kiamat adalah proses di mana amal baik dan buruk manusia akan ditimbang.
Ahli hakikat Syiah meyakini bahwa *hisab akhirat* bukan hanya bersifat mekanis, tetapi lebih merupakan cerminan dari hubungan spiritual seseorang dengan Allah.
Niat, keikhlasan, dan kesadaran batin dalam menjalankan amal akan menentukan hasil hisab tersebut.
3. *Peran Imam dalam Hisab*
Dalam teologi Syiah, para imam yang maksum (terjaga dari dosa) seperti *Imam Ali* dan keturunannya memiliki peran khusus dalam hari kiamat.
Mereka diyakini sebagai *syafaat* yang akan menolong pengikutnya dalam proses hisab.
Namun, syafaat ini tidak berarti bebas dari tanggung jawab amal buruk.
Pengikut Syiah tetap diwajibkan untuk memperbaiki amalnya dan melakukan muhasabah secara rutin.
4. *Hubungan Hisab dengan Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)*
Ahli makrifat Syiah memandang hisab sebagai bagian dari proses *tazkiyatun nafs* atau penyucian jiwa.
Mereka meyakini bahwa setiap tindakan, ucapan, dan niat harus dihitung dan dievaluasi untuk memastikan bahwa jiwa tetap bersih dan siap bertemu dengan Allah.
Ini merupakan bagian dari perjalanan menuju *makrifatullah* (pengenalan kepada Allah), di mana hisab bukan sekadar perhitungan amal lahiriah, tetapi juga melibatkan kebersihan batin.
5. *Keikhlasan dan Niat dalam Hisab*
Menurut pandangan ahli hakikat Syiah, *niat* adalah inti dari setiap perbuatan.
Imam Ja'far al-Shadiq menyatakan bahwa Allah lebih melihat kepada *niat* daripada amal lahiriah.
Oleh karena itu, dalam hisab, tidak hanya jumlah amal yang diperhitungkan, tetapi juga *keikhlasan* niat di balik perbuatan tersebut. Niat adalah batinnya amal perbuatan.
Seseorang yang melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan murni untuk Allah akan mendapatkan hisab yang lebih baik.
6. *Hisab sebagai Refleksi Spiritual*
Ahli hakikat Syiah sering kali mengaitkan hisab dengan *refleksi batin* dan *pengendalian hawa nafsu*.
Mereka memandang bahwa hisab bukan hanya terjadi setelah mati, tetapi juga berlangsung secara *kontinu* di dunia, setiap kali seseorang mengevaluasi hubungannya dengan Allah.
Refleksi ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam hidup membawa seseorang lebih dekat kepada Allah.
7. *Kaitan Hisab dengan Cinta kepada Ahlul Bait*
Dalam spiritualitas Syiah, ada keyakinan bahwa *cinta kepada Ahlul Bait* (keluarga Nabi Muhammad) memainkan peran penting dalam hisab.
Ahli hakikat Syiah percaya bahwa kecintaan kepada Ahlul Bait akan membantu seseorang dalam menghadapi hisab di hari kiamat, asalkan kecintaan tersebut disertai dengan amal yang benar dan ikhlas.
8. *Hisab sebagai Ujian Keimanan*
Hisab dilihat sebagai *ujian keimanan* di mana kualitas keimanan seseorang diuji melalui perhitungan amalnya.
Ahli makrifat Syiah berpendapat bahwa semakin dekat seseorang kepada Allah, semakin ketat proses hisab yang akan dihadapinya.
Namun, orang yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi akan menerima hisab dengan rasa *ridha* (kerelaan) karena mereka telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah.
9. *Hisab sebagai Sarana untuk Mengenal Allah (Makrifatullah)*
Hisab juga dipandang sebagai sarana untuk *mengenal Allah* lebih mendalam.
Proses perhitungan amal, baik di dunia melalui muhasabah maupun di akhirat, membantu seseorang menyadari kekuasaan dan keadilan Allah.
Dengan menghadapi hisab, seorang hamba akan semakin menyadari kebesaran Allah dan betapa kecilnya dirinya di hadapan Sang Pencipta.
10. *Hisab Sebagai Bagian dari Kehidupan Sehari-hari*
Bagi ahli hakikat Syiah, hisab tidak hanya terjadi pada akhirat atau dalam keadaan khusus, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Setiap hari, seorang mukmin dianjurkan untuk menghisab dirinya atas apa yang telah dilakukan, bagaimana ia menjalankan kewajiban, dan bagaimana hubungannya dengan Allah. Ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali, "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab."
Cara Muhasabah**
Imam Ali (as) - ketika ditanya tentang cara menghisab diri - menjawab: "Ketika seseorang pagi-pagi, kemudian menjelang malam, ia harus kembali ke dirinya dan berkata: 'Wahai diriku!
Hari ini telah berlalu dan tidak akan kembali padamu lagi, dan Allah akan memintamu pertanggungjawaban atas hari ini, bagaimana kamu menghabiskannya?
Apa yang telah kamu lakukan di dalamnya?
Apakah kamu ingat Allah atau memuji-Nya?
Apakah kamu telah menunaikan hak saudara mukminmu?
Apakah kamu telah meringankan bebannya?
Apakah kamu menjaga kehormatannya secara rahasia mengenai keluarganya dan anak-anaknya?
Apakah kamu melindunginya setelah kematiannya dalam hal yang ditinggalkan?
Apakah kamu menahan dirimu dari menggunjing saudara mukmin karena kehormatanmu?
Apakah kamu membantu seorang Muslim?'
Setelah itu ia harus mengingat apa yang telah dilakukannya.
Jika ia ingat bahwa ia telah melakukan kebaikan, maka ia harus memuji Allah SWT dan mengagungkan-Nya atas taufik-Nya.
Jika ia ingat telah melakukan dosa atau kekurangan, ia harus memohon ampunan kepada Allah SWT dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi."
Hasil dari Muhasabah**
Imam Ali (as): "Barang siapa yang secara teratur menghisab dirinya, ia akan aman dari kemunafikan."
- Dari beliau (as): "Barang siapa yang menghisab dirinya akan menyadari kekurangannya, mengetahui dosanya, memohon ampun atas dosa-dosanya, dan memperbaiki kekurangannya."
- Dari beliau (as): "Buah dari muhasabah adalah perbaikan jiwa."
- Dari beliau (as): "Barang siapa yang menghisab dirinya akan mendapatkan keuntungan,
dan barang siapa yang lalai darinya akan merugi.
Barang siapa yang takut, ia akan aman."
- Dari beliau (as): "Hisablah dirimu sendiri, maka kamu akan aman dari ketakutan kepada Allah dan mencapai keinginan di sisi-Nya."
- Dari beliau (as): "Barang siapa yang menghisab dirinya akan berbahagia."
Hal pertama yang akan ditanyakan kepada seseorang**
Rasulullah (saw): "Hal pertama yang akan ditanyakan kepada seorang hamba adalah tentang kecintaannya kepada kami, Ahlul Bait."
Kesimpulan
Pandangan ahli hakikat dan makrifat Syiah tentang hisab sangat mendalam dan menyeluruh.
Mereka memandang hisab sebagai proses yang berlangsung tidak hanya di akhirat, tetapi juga di dunia melalui muhasabah diri.
Hisab bukan sekadar perhitungan amal lahiriah, tetapi juga evaluasi niat, keikhlasan, dan kebersihan hati. Cinta kepada Ahlul Bait, pengendalian hawa nafsu, dan kesadaran akan kehadiran Allah adalah elemen penting yang membentuk konsep hisab dalam tradisi Syiah.
Comments (0)
There are no comments yet