Makna Ishlah (perbaikan) dari akhir Surat Hud:88

Supa Athana - Entertainment
22 June 2025 09:47
Imam Ali menjelaskan bahwa seluruh perjuangannya adalah untuk perbaikan umat
Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Makna dari ayat mulia:
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
‏(QS. Hud: 88)
“Aku hanya menginginkan perbaikan semampuku. Dan tidak ada taufiq bagiku kecuali dengan (pertolongan) Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya aku kembali.”
 
Makna Hikmah & Hakikat:
1. Niat yang Murni untuk Perbaikan (الإصلاح) Kalimat “إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ” menandakan bahwa niat sejati seorang nabi bukan untuk kekuasaan atau keuntungan pribadi, melainkan semata untuk memperbaiki umat secara lahir dan batin.
2. Kesadaran Keterbatasan Diri (ما استطعت) Nabi mengakui bahwa upaya beliau terbatas pada kemampuannya. Ini adalah pelajaran tentang rendah hati dalam perjuangan — kita berbuat semampu kita, bukan semau kita.
3. Hakikat Taufiq dari Allah (وما توفيقي إلا بالله) Segala keberhasilan hakiki bukan dari usaha manusia, tapi dari taufiq Allah. Taufiq di sini adalah kesesuaian antara niat baik, jalan yang benar, dan hasil yang diridhai.
4. Tauhid dalam Amal (توحيد الأفعال) Ayat ini mengajarkan bahwa amal apapun, jika tidak didasari oleh tauhid (menggantungkan hasil hanya pada Allah), akan menjadi sumber kesombongan dan ego.
5. Tawakal Sejati (عليه توكلت) Tawakal bukan pasrah, tapi ikhtiar maksimal disertai kepercayaan penuh pada keputusan Allah. Ia adalah sikap batin para arif billah.
6. Inabah: Kembali kepada Allah (وإليه أُنيب) Inabah berarti kembali kepada Allah dengan hati yang sadar, merendah, dan penuh rindu. Ini bukan sekadar tobat, tapi kesadaran ruhani yang terus-menerus.
7. Pemimpin Sejati adalah Muslih (Pembaharu) Ayat ini adalah prinsip dasar kepemimpinan ilahiah: bukan menguasai, tapi memperbaiki. Seorang wali atau nabi tidak akan memaksakan kehendak, tapi mengajak kepada perbaikan.
8. Pemisahan antara Hasil dan Usaha; Kalimat ini mengajarkan bahwa hasil bukan tanggung jawab kita. Usaha adalah tanggung jawab kita. Hasil adalah wilayah Allah.
9. Refleksi Akhlak Nabi dalam Dakwah; Ayat ini menunjukkan kelembutan, ketulusan, dan kasih seorang Nabi dalam berdakwah. Ia tidak memaksa, tapi memurnikan niat.
10. Jalan Makrifat: Niat, Tawakal, Inabah ; Tiga kata kunci:
‎• إصلاح (perbaikan: niat ikhlas),
‎• توكل (tawakal: berserah dalam amal),
‎• إنابة (inabah: kembali dalam cinta). Ini adalah jalan para pencari hakikat menuju Allah.
 
Nabi Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.
 
Makna ayat “إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ…” menurut Al-Qur’an itu sendiri, yaitu dengan mengaitkannya dengan ayat-ayat lain yang menjelaskan makna serupa secara tematik (tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an):
🌿 1. Niat Hanya untuk Perbaikan
‎ “إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ…” (Hud: 88)
Maknanya ditegaskan dalam:
‎“وَيُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ” (Al-Ahzab: 71)
🔹 Allah memperbaiki amal orang yang jujur dan lurus hatinya.
🌿 2. Perbaikan Sesuai Kemampuan     ;  “..مَا اسْتَطَعْتُ…”
Maknanya ditegaskan dalam:
‎“لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا” (Al-Baqarah: 286)
🔹 Allah tidak menuntut di luar batas kemampuan hamba.
🌿 3. Taufiq Hanya dari Allah
‎ “وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ…”
Maknanya ditegaskan dalam:
“مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي”
‏Al-A‘raf: 178)
🔹 Petunjuk dan keberhasilan sejati hanya dari Allah.
🌿 4. Tawakal adalah Keimanan
‎ “عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ…”
Maknanya ditegaskan dalam:
“وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ”
‏Al-Ma’idah: 23)
🔹 Tawakal adalah ciri orang beriman sejati.
🌿 5. Inabah: Kembali kepada Allah
‎ “وَإِلَيْهِ أُنِيبُ”
Maknanya ditegaskan dalam:
“وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ…” (Az-Zumar: 54)
🔹 Inabah adalah bentuk kesadaran hati kembali kepada Allah.
🌿 6. Perbaikan Sosial sebagai Dakwah
‎ “إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ…”
Maknanya ditegaskan dalam:
“وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى…”
‏Al-Ma’idah: 2)
🔹 Dakwah Nabi adalah bentuk kerja sama menuju perbaikan sosial.
🌿 7. Nabi Tidak Memaksa
Makna ayat Hud: 88 sejalan dengan:
“لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ”
‏Al-Ghasyiyah: 22)
🔹 Nabi hanya mengajak dan memperbaiki, bukan memaksa.
🌿 8. Orang Shalih Memulai dari Niat yang Lurus
Maknanya ditegaskan dalam:
‎ “وَالَّذِينَ يُمَسِّكُونَ بِالْكِتَابِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُصْلِحِينَ” (Al-A‘raf: 170)
🔹 Allah tidak menyia-nyiakan orang-orang yang membawa perbaikan (muslihin).
🌿 9. Tawakal Mendatangkan Kekuatan ; Maknanya ditegaskan dalam:
‎ “إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ…” (Ali Imran: 160)
🔹 Tawakal adalah sumber kekuatan sejati melampaui sebab-sebab dunia.
🌿 10. Inabah Menjadi Ciri Hamba Pilihan ; Maknanya ditegaskan dalam:
“إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ رَجَّاعٌ إِلَى اللَّهِ” (At-Tawbah: 114)
🔹 Para nabi adalah orang-orang yang selalu kembali dan merujuk kepada Allah.
 
Makna ayat:
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
‏(QS. Hūd: 88)
Menurut Hadis Nabi (saw) dan Ahlul Bait (as), yang menafsirkan dan menjelaskan makna ayat ini secara ruhani, akhlaki, dan sosial:
🌸 1. Niat Ikhlas untuk Islah (Perbaikan)
“إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ…”
(HR. Bukhari & Muslim)
🔹 Semua amal tergantung pada niat. Ayat ini menunjukkan bahwa perbaikan (islah) yang ikhlas adalah amal paling tinggi nilainya.
🌸 2. Islah Sebagai Tugas para Nabi dan Imam 
Hadis Imam Ali (as):
ما نهض بي إلا الحق، وما أُقيم إلا للإصلاح.”
(Nahj al-Balaghah, Khutbah 3)
🔹 Imam Ali menjelaskan bahwa seluruh perjuangannya adalah untuk perbaikan umat, selaras dengan ayat ini.
🌸 3. Keterbatasan Diri dalam Usaha ; Hadis Rasulullah (saw):
احرص على ما ينفعك، 
واستعن بالله، ولا تعجز.”
(HR. Muslim)
🔹 Kita diperintahkan untuk berusaha semampunya, dan bersandar pada pertolongan Allah, sebagaimana dalam ayat ini.
🌸 4. Taufik adalah Rahmat dari Allah ; Hadis Imam Ja‘far al-Shadiq (as): ما من عبدٍ إلا وهو محتاج إلى التوفيق من الله.”
🔹 Tidak ada hamba pun yang mampu taat atau berhasil kecuali dengan taufiq dari Allah.
🌸 5. Tawakal adalah Tanda Iman
Hadis Rasulullah (saw):
“لو أنكم توكلتم على الله حق توكله، لرزقكم كما يرزق الطير.”
(HR. Tirmidzi)
🔹 Ayat ini ditegaskan Nabi bahwa tawakal bukan pasrah, tapi keyakinan penuh pada rezeki dan urusan dari Allah.
🌸 6. Inabah adalah Kembali Hati kepada Allah
Hadis Imam Ali Zainal Abidin (as):
‎ “الإنابة هي الرجوع إلى الله من الغفلة، والتوبة من الذنب.”
🔹 Inabah dalam ayat ini adalah kesadaran batin yang dalam untuk terus kembali kepada Allah.
🌸 7. Orang Muslih Dicintai Allah
Hadis Rasulullah (saw):
‎ “أحبّ الناس إلى الله أنفعهم للناس.”
🔹 Ayat ini selaras dengan sabda Nabi: orang yang paling dicintai Allah adalah yang membawa manfaat dan perbaikan bagi sesama.
🌸 8. Nabi Tidak Memaksa, Hanya Mengajak; Hadis Nabi (saw):
“إنما أنا نذير، والله يهدي من يشاء.”
🔹 Nabi hanya ingin memperbaiki, bukan memaksa. Sejalan dengan isi ayat ini bahwa taufik bukan dari manusia, tapi dari Allah.
🌸 9. Taufiq adalah Cahaya dalam Hati ; Hadis Imam al-Sadiq (as):
“التوفيق نورٌ يقذفه الله في قلب العبد.”
🔹 Taufik adalah cahaya batin, bukan sekadar kemampuan lahiriah.
🌸 10. Tiga Jalan Menuju Allah: Islah, Tawakal, Inabah
Hadis Imam al-Kazhim (as):
‎ “ثلاثة لا يُقبل من العبد إلا بها: إصلاح النية، والتوكل على الله، والرجوع إليه.”
🔹 Ayat ini adalah prinsip spiritual utama: niat perbaikan, tawakal, dan inabah adalah dasar diterimanya amal.
 
Makna ayat:
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
‏(QS. Hūd: 88)
Menurut hadis-hadis Ahlul Bayt (ʿalayhim as-salām) — para Imam suci dari keluarga Nabi Muhammad (ṣallā Allāhu ʿalayhi wa ālih) — yang menjelaskan makna ayat ini secara batin, akhlak, dan irfani:
🌟 1. Islah adalah Cermin Kenabian dan Imamah; Imam Ali (as):
“إنما بعث الله أنبياءه لإقامة العدل والإصلاح في البلاد.”
‏(Nahj al-Balaghah, Khutbah 131)
🔹 Ayat ini adalah jiwa kenabian dan imamah: tujuan mereka adalah perbaikan (iṣlāḥ) batin dan lahir umat.
🌟 2. Muslih Bekerja dengan Kesabaran dan Keterbatasan
Imam Ali (as):
من عمل بما يعلم، كفاه الله ما لا يعلم.”
🔹 Ayat “ما استطعت” (semampuku) dijelaskan bahwa orang muslih cukup beramal sesuai ilmunya dan Allah akan mencukupkan sisanya.
🌟 3. Taufiq adalah Campur Tangan Ilahi di Hati; Imam Jaʿfar al-Ṣādiq (as):   لا يكون العبد موفقاً حتى يجمع الله له بين العلم والعمل.”
🔹 Taufiq adalah ketika ilmu dan amal bersatu. Itu bukan hasil usaha sendiri, tapi ilham dan bimbingan Allah.
🌟 4. Tawakal adalah Pelepasan dari Diri dan Dunia; Imam Musa al-Kāẓim (as):    التوكل على الله درجات… أعلاها أن لا يرى في نفسه إلا الله.”
🔹 Tawakal sejati adalah tidak melihat kekuatan apa pun selain Allah. Inilah makna “عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ”.
🌟 5. Inabah: Kembali dengan Cinta, Bukan Sekadar Tobat
Imam Ali Zayn al-ʿĀbidīn (as):
المنيب هو الذي يرجع بقلبه إلى الله 
قبل جوارحه.”
🔹 Orang yang “munīb” adalah yang hatinya lebih dulu kembali kepada Allah sebelum tubuhnya. Inabah adalah gerak ruhani, bukan sekadar syariat.
🌟 6. Setiap Imam adalah Mushlih (Pembaharu Zaman)
Imam al-Bāqir (as):
“نحن صُنّاعُ الإصلاح في أمّة جدّنا، 
نقوم مقامه بالإرشاد والإحياء.”
🔹 Imam menjelaskan bahwa misi mereka adalah melanjutkan tugas Nabi: menghidupkan dan memperbaiki umat.
🌟 7. Keberhasilan Sejati bukan dari Kecerdikan, tapi Taufiq
Imam al-Ṣādiq (as):
“ما من صلاح في العبد إلا من توفيق، 
ولا فساد إلا من حرمان.”
🔹 Semua kebaikan lahir dari taufiq Allah, dan kerusakan dari terhalangnya taufiq. Ayat ini mengajarkan ketergantungan total kepada Allah.
🌟 8. Muslih yang Ikhlas Tidak Mencari Hasil ; Imam Ali (as):
“لا تطلب الأثر واطلب الإخلاص، 
فإن الله يُظهر الخير ولو بعد حين.”
🔹 Ayat ini mencerminkan bahwa tujuan muslih bukan hasil duniawi, tapi keridhaan Ilahi.
🌟 9. Tiga Rukun Amalan Para Wali: Islah, Tawakal, Inabah
Imam al-Kāẓim (as):
“اعمل على ثلاث: إصلاح النفس، التوكل، والرجوع إلى الله عند كل أمر.
🔹 Imam menyusun struktur amalan wali-wali Allah: perbaikan diri, tawakal, dan inabah yang tulus.
🌟 10. Ayat Ini adalah Jalan para Ahlul Bayt; Imam al-Ṣādiq (as):
“كلام شعيب كلامنا، نحن ورثة الإصلاح والتوكل والإنابة.”
🔹 Imam berkata: perkataan Nabi Syu‘ayb dalam ayat ini adalah jalan kami. Kami pewaris islah, tawakal, dan inabah.
 
Makna ayat ini menurut para mufasir besar, khususnya dari kalangan Ahlul Bayt dan para ulama
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(QS. Hūd: 88)
[Ucapan Nabi Syu‘ayb (as) kepada kaumnya]
1. Niat Utama Seorang Nabi Adalah Islah (Perbaikan); Tafsir al-Mīzān – Allāmah Ṭabāṭabā’ī:
🔹 Ayat ini menunjukkan bahwa motivasi semua nabi adalah memperbaiki masyarakat, bukan kekuasaan atau keuntungan pribadi.
“إصلاح ما استطعت” 
adalah pernyataan jujur seorang nabi yang sadar bahwa kemampuan manusia terbatas, tapi niatnya tulus.
2. Islah Dimulai dari Diri Sendiri
Tafsir Nūr al-Thaqalayn – Hafidh al-Huwayzi: 🔹 Ayat ini memberi isyarat bahwa siapa pun yang ingin memperbaiki masyarakat, harus terlebih dahulu memperbaiki dirinya.
3. “Taufiq” Adalah Pertemuan Antara Ilmu, Niat, dan Kesempatan
Tafsir al-Safi – al-Faidh al-Kasyani:
🔹 Taufiq bukan sekadar bantuan Allah, tapi harmonisasi antara potensi batin, kehendak Ilahi, dan jalan yang dibuka Allah.
4. Pentingnya Ketulusan Niat dalam Dakwah; Tafsir al-Kabir – Fakhr al-Din al-Razi (Sunni):
🔹 Kata “إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ” adalah bentuk pembelaan moral, bahwa Nabi Syu‘ayb tidak punya niat politik atau keuntungan duniawi.
5. Tawakal Adalah Strategi Ruhani dalam Menghadapi Penolakan
Tafsir Nemūneh – Ayatollah Nāsir Makārim Shirāzī:
🔹 Tawakal di sini adalah kekuatan batin seorang nabi yang berdakwah meski ditolak dan dihina, karena bersandar sepenuhnya pada Allah.
6. Inabah Adalah Gerak Hati Menuju Allah Setiap Saat
Tafsir al-Mahalli dan al-Suyuthi (Jalalayn):🔹 Inabah (الإنابة) adalah kembalinya hati kepada Allah dengan penuh ketundukan. Ini adalah maqam para nabi dan orang saleh.
7. Keterbatasan Manusia Diakui oleh Para Nabi; Tafsir al-Burhān – Sayyid Hāshim al-Bahrānī:
🔹 Frasa “ما استطعت” menandakan bahwa nabi pun tidak bisa menjamin perubahan, karena hidayah hakiki berasal dari Allah.
8. Ayat Ini Menjadi Contoh Retorika Qur’ani Penuh Hikmah; Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir – Ibn Ashur (Sunni): 🔹 Ayat ini menunjukkan keindahan dalam dakwah: gabungan ketegasan niat, kesadaran batas diri, dan seruan lembut kepada Tuhan.
9. Islah Tidak Pernah Bertentangan dengan Agama; Tafsir Al-Mīzān:
🔹 Islah yang disebut Nabi Syu‘ayb adalah reformasi sosial berbasis wahyu, bukan sekularisasi. Ini membedakan islah para nabi dari reformator duniawi.
10. Ayat Ini Menjadi Prinsip Dakwah Semua Imam Ahlul Bayt
Tafsir Nūr al-Thaqalayn (mengutip riwayat Imam Ja‘far al-Sadiq):
🔹 Imam mengatakan: “Inilah jalan kami: kami tidak menghendaki selain islah dan taufiq dari Allah. Kami bertawakal hanya kepada-Nya.”
Jadi ayat ini mencerminkan metode dan maqam ruhani para Imam.
 
Makna ayat:
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(QS. Hūd: 88)
“Aku tidak bermaksud selain melakukan perbaikan (islah) semampuku. Dan tidak ada taufik bagiku kecuali dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali.”
Menurut para mufasir Syiah, terutama yang menafsirkan secara maknawi, batini, sosial, dan irfani:
🌟 1. Tujuan Para Nabi dan Imam: Islah Total; Allāmah Ṭabāṭabā’ī – Tafsir al-Mīzān
🔹 Ayat ini menyimpulkan misi semua nabi: memperbaiki umat secara zahir dan batin. “Islah” di sini mencakup perbaikan keyakinan, akhlak, dan sosial-politik.
“الإصلاح عنوان عام يشمل إقامة الحق في الفرد والمجتمع.”
(Islah adalah judul besar untuk menegakkan kebenaran dalam diri dan masyarakat.)
🌟 2. Islah Berjenjang: Mulai dari Diri Sendiri ; al-Fayd al-Kāshānī – Tafsir al-Ṣāfī
🔹 Islah harus berangkat dari batin (nafs), lalu menyebar ke keluarga, masyarakat, dan sistem. Islah tanpa perubahan batin adalah palsu.
“الإصلاح من دون تزكية النفس لا ينفع.”
(Islah tanpa penyucian jiwa tidak bermanfaat.)
‎🌟 3. “ما استطعت” Adalah Batas Kemanusiaan Seorang Nabi
Sayyid ʿAbdullāh Syubbar – Tafsir al-Jawāhir
🔹 Nabi Syu‘ayb menunjukkan kerendahan diri: dia tidak mengklaim mampu memperbaiki semua, tapi berusaha sekuat kemampuannya. Ini pelajaran adab dalam berdakwah.
🌟 4. Taufiq: Campur Tangan Ilahi dalam Realisasi Amal
ʿAllāmah Ṭabāṭabā’ī
🔹 Taufiq adalah sinergi antara niat hamba dan rahmat Allah. Tanpa taufiq, amal tidak akan sampai kepada hasil hakiki.
🌟 5. Tawakal: Menyerahkan Dampak, Bukan Menyerah Berikhtiar
Ayatullah Nāsir Makārim Syīrāzī – Tafsir Nemūneh
🔹 Nabi Syu‘ayb mengajarkan bahwa dalam perbaikan sosial, hasil bukan urusan kita. Kita hanya harus bertawakal setelah berjuang keras.
🌟 6. Inabah: Jalan Wali Menuju Allah; Imam Khomeini – Ādāb al-Ṣalāt & Tafsir Irfani 🔹 Inabah adalah kembali kepada Allah secara total, batin dan zahir. Ia bukan hanya taubat, tapi maqam ruhani ahli suluk.
🌟 7. Ayat Ini Menjadi Qaidah Dakwah Imam Zaman (as)
Tafsir ʿAmīq Ahl al-Bayt
🔹 Dalam banyak riwayat, Imam Mahdi (af) disebutkan akan bangkit dengan prinsip ini — memperbaiki bumi dengan keadilan, bukan ambisi.
🌟 8. Islah Adalah Manifestasi Nama Allah “al-Ṣālih” Irfani: Sayyid Haydar Amuli – Tafsir al-Muhith bi al-Akhas 🔹 Setiap gerakan islah sejati adalah penjelmaan nama Allah “Yang Maha Memperbaiki” dalam diri hamba-Nya. Inilah maqam tawhīd af‘ālī (Tauhid Perbuatan).
🌟 9. Ayat Ini Kontras dengan Pendekatan Ahli Dunia; Tafsir Nūr al-Thaqalayn – Riwayat Ahlul Bayt
🔹 Mereka yang menyeru perubahan tapi tanpa tawakal dan taufiq — hanyalah reformator politik. Ayat ini membedakan antara islah ilahiyah dan islah duniawiyah.
🌟 10. Tiga Pilar Spiritual: Islah – Taufiq – Tawakal ; Tafsir Lubb al-Lubāb – Ayatullah Jawādī Āmulī🔹 Ayat ini mengandung struktur ruhani:
Islah sebagai aksi,
Taufiq sebagai syarat ketuhanan,
Tawakal & Inabah sebagai fondasi ruh. Tanpa satu pun darinya, jalan perbaikan akan gagal.
 
Makna ayat:
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(QS. Hūd: 88)
“Aku tidak bermaksud selain melakukan perbaikan (islah) semampuku. Dan tidak ada taufik bagiku kecuali dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali.”
Makna menurut Ahli Makrifat dan Hakikat (terutama dari kalangan urafā, seperti Sayyid Ḥaydar Āmulī, Imam Khomeini, Allamah Ṭabāṭabā’ī, dan lainnya):
1. Islah adalah Tajalli Nama Allah al-Muṣliḥ (المصلح)
Allah memperbaiki alam melalui para awliya’. Nabi berkata, “Aku ingin islah” artinya: aku ingin menjadi cermin tajalli Nama Allah al-Muṣliḥ.
‎2. “ما استطعت” adalah Maqam Kehambaan; Pengakuan “semampuku” bukan kelemahan, tetapi maqam ‘ubūdiyyah sejati — hamba yang mengerti bahwa segala daya hanyalah dari-Nya.
3. Taufiq adalah Izin Ilahi untuk Menjadi Salik; Menurut Sayyid Haydar Āmulī:”Taufiq adalah terbukanya jalan dari dunia ke arah hadrat ilahiyyah, dan hanya diberikan kepada yang tulus niatnya.”
4. Tawakal: Fana-nya Ego dalam Kehendak Ilahi; Ahli hakikat tidak hanya bersandar secara rasional kepada Allah, tapi melepaskan kehendak pribadi dan larut dalam kehendak-Nya.
‎“عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ” adalah bentuk dari fana’ al-irādah (hancurnya kehendak).
5. Inabah: Kembali ke Asal Cahaya
Inabah bukan sekadar taubat dari dosa, tapi kembali ke asal cahaya ruh, yaitu “اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ”.
Inabah adalah rindu ruhani kepada asal fitrah.
6. Ayat Ini adalah Syakhsiyyah Wali Kamil; Para wali Allah tidak menginginkan kekuasaan, pujian, atau balasan. Mereka hanya ingin islah karena cinta dan pengabdian murni kepada Allah. Ayat ini adalah potret ruhani wali kamil.
7. Islah adalah Proses Tazkiyah al-Nafs; Ahli hakikat memulai islah dari membersihkan cermin hati agar bisa memantulkan cahaya tauhid. Tanpa islah nafs, tidak mungkin ada islah sosial hakiki.
8. Taufiq Tidak Akan Turun Tanpa Kejujuran Niat; Menurut Imam Khomeini, taufiq adalah buah dari keikhlasan total (ikhlas mutlak). Tanpa niat yang benar, seseorang akan terhalang dari wilayah taufiq.
9. Tawakal Adalah Jalan Menuju Maqam Ridhā; Setelah fana kehendak, tawakal membawa seorang arif ke maqam ridha bi qadhaillah — menerima segala takdir tanpa gelisah.
10. Islah, Taufiq, Tawakal, Inabah: Empat Tangga Suluk Dalam irfan:
• Islah: permulaan suluk (tajrīd)
• Taufiq: pintu pembuka
• Tawakal: penyerahan jiwa
• Inabah: kembalinya ruh ke asal Nur
Penutup Hikmah: Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as): “Orang yang niatnya islah, Allah akan bukakan baginya jalan ke maqam-maqam cahaya.”
 
Makna ayat:
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(QS. Hūd: 88)
“Aku tidak menginginkan selain islah (perbaikan) semampuku. Dan tidak ada taufiq bagiku kecuali dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali.”
🌿 Makna Menurut Ahli Hakikat Syiah: makna mendalam menurut para ʿurafāʾ dan ahli hakikat Syiah, seperti Imam Khomeini, Sayyid Ḥaydar Āmulī, ʿAllāmah Ṭabāṭabāʾī, dan Ayatullah Jawādī Āmulī:
1. Islah adalah Tajallī Nama Allah dalam Wujud Hamba
Dalam pandangan hakikat, “Islah” adalah perwujudan Nama Allah “al-Muṣliḥ” (Yang Maha Memperbaiki).
Seorang hamba seperti Nabi Syu‘ayb adalah cermin yang menampakkan kehendak Ilahi untuk memperbaiki makhluk.
2. Islah Batin: Membersihkan Hati agar Layak Menjadi Wali
Menurut Sayyid Ḥaydar Āmulī, islah yang hakiki dimulai dari penyucian batin (tazkiyah al-nafs). Tanpa ini, seluruh dakwah lahiriah menjadi tipu daya ego.
‎3. “مَا اسْتَطَعْتُ” Adalah Fana Fil-‘Ubūdiyyah; Kalimat ini adalah puncak adab ruhani: sang Nabi tidak menyandarkan keberhasilan pada dirinya, tapi mengakui keterbatasan seorang hamba. Ini disebut fana dalam kehambaan (fanāʾ fī al-ʿubūdiyyah).
4. Taufiq: Pancaran Nur Iradah Allah dalam Ruh Salik; Menurut Imam Khomeini, taufiq adalah cahaya iradah Allah yang bersinar dalam hati hamba. Tanpa taufiq, semua amalan menjadi jasad tanpa ruh.
5. Tawakal: Memaqamkan Diri di Lautan Qadha dan Qadar
Ahli hakikat melihat tawakal bukan hanya sebagai sandaran, tetapi sebagai penyelaman total dalam samudra takdir-Nya, tanpa syarat dan tuntutan.
6. Inabah: Kembalinya Ruh ke Titik Asal Nurani; Inabah bukan taubat dari dosa biasa, tapi adalah kembalinya jiwa ke arah al-Ḥaqq, yaitu maqam “يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ”.
Seorang arif tidak sekadar berhenti dari dosa, tapi berjalan pulang ke sumber cahayanya.
7. Ayat Ini Adalah Manifesto Wali yang Ikhlas; Kalimat ini adalah “manhaj hidup” para wali Allah yang hanya bergerak atas dasar cinta Ilahi dan bukan demi pengakuan manusia. Mereka menyembunyikan amal dan bersandar pada Tuhannya.
8. Empat Pilar Suluk Ruhani
• Islah: niat dan gerakan batin
• Taufiq: cahaya izin Ilahi
• Tawakal: kehancuran ego
• Inabah: kembalinya ruh kepada hadrat al-Rabb
Ini adalah tangga ruhani yang ditempuh para arifin menuju ma’rifatullah.
9. Islah Sejati Mengandung Rahasia “Amr bil Ma‘ruf”
Ahli hakikat melihat islah sebagai wujud dari amar makruf dan nahi mungkar hakiki, yakni menghidupkan tauhid dalam hati dan masyarakat.
10. Ayat Ini Adalah Lafaz Wali Ketika Meninggalkan Dunia
Menurut sebagian arifin Syiah, kalimat ini juga mencerminkan doa perpisahan wali ketika ajal tiba:
“Aku hanya ingin islah… dan aku kembali kepada-Nya.”
Ini maqam ruhani penuh keridhaan dan penyerahan mutlak.
🌸 Penutup Hikmah: 
Imam Khomeini ra.: “Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali ia memperbaiki hatinya, bertawakal, dan kembali kepada-Nya. Inilah intisari dari ayat ini.”
🌿 1. Imam Ali Zainal Abidin (as) dan Budak Pemarah ; Suatu hari, seorang budak Imam Ali Zainal Abidin (as) sedang membawa air panas, lalu tergelincir dan menumpahkannya ke tubuh Imam. Budak itu ketakutan, lalu segera membaca:
﴿وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ﴾ – “…
dan orang-orang yang menahan amarahnya…”
Imam berkata: “Aku telah menahan amarahku.” Budak lanjut membaca:
﴿وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ﴾ – “…
dan orang-orang yang memaafkan manusia…” Imam berkata: “Aku telah memaafkanmu.” Lalu budak itu membaca:
﴿وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ﴾ – “…
dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” Maka Imam pun berkata: “Pergilah, engkau aku bebaskan karena Allah.”🕊️ Makna: Imam berusaha islah batin dan lahir—menahan ego, memberi maaf, dan melepaskan orang lain. Inilah islah yang tumbuh dari tawakal dan inabah kepada Allah.
🌿 2. Sayyid Hasyim al-Bahrani: Mengajar dalam Kegelapan
Dikisahkan Sayyid Hasyim al-Bahrani (pengarang Tafsir al-Burhān), walau hidup miskin dan malam-malam tidak ada lampu, tetap menulis tafsir dan hadits.
Saat ditanya kenapa tetap menulis di gelap malam, ia menjawab: “Aku tidak ingin selain islah bagi umat, sesuai kemampuanku… dan hanya kepada-Nya aku bertawakal.”
📘 Makna: Dalam kegelapan dunia dan sempitnya hidup, niat islah dan tawakal menjadikan karyanya bertahan hingga kini—membawa cahaya bagi ruhani banyak pencari ilmu.
🌿 3. Mulla Shadra: Meninggalkan Pengajaran demi Pembersihan Diri
Setelah menulis al-Asfār al-Arba‘ah, Mulla Shadra dituduh zindik dan filsuf sesat oleh ulama formal. Ia meninggalkan kuliah dan pergi menyendiri ke desa Kahak, hanya untuk menyucikan jiwa dan memperbaiki diri. Selama bertahun-tahun ia diam, zikir, dan menulis dalam tangis dan tawakal. Suatu hari ia berkata: “Aku tak menginginkan apa pun selain memperbaiki jiwaku dan menuliskan kebenaran. Adapun penerimaan atau penolakan—semua bukan urusanku. Tawfīq hanyalah dari Allah.” 🪬 Makna: Inilah bentuk islah hakiki—bukan hanya lisan, tapi islah diri sebelum menyeru orang lain.
🌿 4. Seorang Tukang Kayu dan Cahaya Tawakal
Dalam kisah para arif disebutkan seorang tukang kayu yang miskin, setiap hari hanya membawa sekeranjang kayu bakar. Namun wajahnya bercahaya. Ia ditanya oleh seorang murid arif: “Mengapa engkau tenang dalam kefakiran?”
Ia menjawab sambil tersenyum:
“Aku hanya ingin hidup jujur, tidak menzalimi, dan memperbaiki apa yang bisa aku sentuh. Aku berserah kepada-Nya dan kembali kepada-Nya setiap malam.”💫 Makna: Terkadang wali tersembunyi bukanlah ulama besar, tetapi manusia sederhana dengan jiwa penuh islah dan tauhid.
🌿 5. Imam Husain (as) dan Islah Agung; Di padang Karbala, Imam Husain (as) berkata:”Aku tidak bangkit karena ambisi atau kerusakan, melainkan untuk memperbaiki (islah) umat kakekku.” Dan saat semua bantuan tak datang, beliau berkata: “Wahai Allah, Engkaulah sandaranku… Hanya kepada-Mu aku kembali.”
🌺 Makna: Ini adalah puncak manifestasi ayat Hud:88—islah total, tawakal total, dan inabah mutlak. Bahkan darah pun dikorbankan demi perbaikan umat.
🔑 Penutup: Para arif hakikat Syiah melihat bahwa: Islah tanpa ego, taufiq tanpa ujub, tawakal tanpa keluh, dan inabah tanpa syarat—itulah jalannya para wali dan pecinta sejati Allah.
 
Manfaat dan doa yang berkaitan dengan ayat mulia:
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(QS Hūd: 88)
“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan (islah) semampuku. Dan tidak ada taufik bagiku kecuali dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya aku kembali.”
🌟 Manfaat Spiritual dan Praktis dari Ayat Ini
1. Menguatkan Niat Lurus
→ Ayat ini melatih hati agar seluruh amal diniatkan untuk islah, bukan demi ego, pengaruh, atau kepentingan duniawi.
2. Menanamkan Keikhlasan dan Rendah Hati → Dengan pengakuan bahwa taufik hanya dari Allah, kita dilatih untuk tidak sombong atas hasil amal.
3. Menjadikan Perbaikan Diri sebagai Prioritas → Sebelum mengubah orang lain, kita fokus memperbaiki diri semampu kita.
4. Meningkatkan Tawakal (Ketergantungan Ruhani pada Allah) → Ayat ini menanamkan keyakinan bahwa hasil amal bukan urusan kita, tapi kehendak-Nya.
5. Menguatkan Jiwa Pengabdi dan Pendidik → Bagi orang tua, guru, dai, atau pemimpin: ayat ini menjadi pilar perjuangan islah, walau hasil belum tampak.
6. Menenangkan Jiwa dari Beban Hasil dan Penilaian → Kita hanya wajib berusaha semampu kita. Hasil bukan beban kita.
7. Menumbuhkan Jiwa Inabah (Kembali kepada Allah)
→ Ayat ini meneguhkan bahwa seluruh langkah kita harus menuju Dia, bukan dunia.
8. Menjadi Pegangan dalam Dakwah dan Nasihat
→ Ayat ini adalah prinsip para nabi saat menyeru umat tanpa ambisi pribadi.
9. Memupuk Kesabaran dan Konsistensi → Orang yang berbuat islah akan menghadapi tantangan, tapi ayat ini memberi kekuatan ruhani untuk terus melangkah.
10. Menyingkirkan Penyakit Hati (Ujub, Riak, Putus Asa) → Karena semua taufik adalah milik Allah, maka tiada tempat untuk ujub, riya, atau kecewa.
🌿 Doa dari Makna Ayat Ini (Arab + Latin + Indonesia)
اللَّهُمَّ اجْعَلْ نِيَّتِي فِي كُلِّ أَمْرٍ إِصْلَاحًا، وَارْزُقْنِي التَّوْفِيقَ بِكَ، وَالتَّوَكُّلَ عَلَيْكَ، وَالْإِنَابَةَ إِلَيْكَ.
Allāhumma-j‘al niyyatī fī kulli amrin iṣlāḥan, warzuqnī at-tawfīqa bika, wa at-tawakkula ‘alayk, wal-inābata ilayk.
“Ya Allah, jadikanlah niatku dalam setiap urusan adalah untuk perbaikan. Anugerahkanlah kepadaku taufik dari sisi-Mu, ketawakalan kepada-Mu, dan kembalinya hatiku hanya kepada-Mu.”
🌸 Doa Panjang Berdasarkan Ayat
اللَّهُمَّ لَا أُرِيدُ فِي الدُّنْيَا إِلَّا إِصْلَاحَ مَا أَسْتَطَعْتُ، فَاجْعَلْنِي مِفْتَاحًا لِلْخَيْرِ، مِغْلَاقًا لِلشَّرِّ، وَارْزُقْنِي تَوْفِيقًا لَا يَنْقَطِعُ، وَتَوَكُّلًا صَادِقًا، وَإِنَابَةً لَا تُفَارِقُ قَلْبِي إِلَيْكَ.
Allāhumma lā urīdu fī ad-dunyā illā iṣlāḥa mā astaṭa‘t, faj‘alnī miftāḥan lil-khayr, mighlāqan li ash-sharr, warzuqnī tawfīqan lā yanqaṭi‘, wa tawakkulan ṣādiqan, wa inābatan lā tufāriqu qalbī ilayk.
“Ya Allah, aku tidak menginginkan di dunia ini kecuali perbaikan semampuku. Maka jadikan aku pembuka kebaikan, penutup kejahatan. Karuniakan padaku taufik yang tidak terputus, tawakal yang jujur, dan inabah (kembali) yang tidak pernah lepas dari hatiku kepada-Mu.”
🌿 Doa Islah, Taufiq, dan Inabah
1. Doa Memperbaiki Diri dengan Keikhlasan
اللَّهُمَّ أَصْلِحْنِي لِمَا تُحِبُّ، وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ.
Allāhumma aṣliḥnī limā tuḥibb, wa lā takilnī ilā nafsī ṭarfata ‘ayn.
Artinya: Ya Allah, perbaikilah diriku untuk apa yang Engkau cintai, dan jangan Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri walau sekejap mata.
2. Doa Agar Menjadi Jalan Perbaikan
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي سَبَبًا فِي إِصْلَاحِ الْقُلُوبِ، وَلَا تَجْعَلْنِي سَبَبًا فِي فَسَادِ أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ.
Allāhumma-j‘alnī sababān fī iṣlāḥil-qulūb, wa lā taj‘alnī sababān fī fasādi aḥadin min khalqik.
Artinya: Ya Allah, jadikan aku sebab bagi perbaikan hati-hati manusia, dan jangan jadikan aku sebab kerusakan siapa pun dari makhluk-Mu.
 
3. Doa Mohon Taufiq dalam Ujian Hidup
اللَّهُمَّ إِنْ ضَعُفَ جِهَادِي، فَلَا تَحْرِمْنِي تَوْفِيقَكَ، وَإِنْ قَصُرَ سَعْيِي، فَأَتِمَّهُ بِلُطْفِكَ.
Allāhumma in ḍa‘ufa jihādī, fa-lā taḥrimnī tawfīqak, wa in qaṣura sa‘yī, fa-atimmhu bi luṭfik.
Artinya: Ya Allah, jika jihadku melemah, jangan Engkau halangi taufik-Mu. Jika usahaku kurang, sempurnakanlah dengan kelembutan-Mu.
4. Doa Tawakal yang Penuh Penyerahan
اللَّهُمَّ إِنِّي أَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ فِي كُلِّ خُطُوَاتِي، فَسَهِّلْ لِي مَا فِيهِ خَيْرِي، وَاصْرِفْ عَنِّي مَا فِيهِ شَرِّي.
Allāhumma innī atawakkalu ‘alayka fī kulli khuṭuwātī, fasahhil lī mā fīhi khayrī, waṣrif ‘annī mā fīhi sharrī.
Artinya: Ya Allah, aku bertawakal kepada-Mu dalam setiap langkahku. Mudahkan bagiku apa yang baik, dan jauhkan dariku apa yang buruk.
5. Doa Inabah (Kembali kepada Allah)
اللَّهُمَّ اجْعَلْ قَلْبِي يُنِيبُ إِلَيْكَ فِي الرَّخَاءِ وَالشِّدَّةِ، وَلَا تَجْعَلْنِي غَافِلًا عَنْ رُجُوعِي إِلَيْكَ.
Allāhummaj‘al qalbī yunību ilayka fī ar-rakhā’i wa ash-shiddah, wa lā taj‘alnī ghāfilan ‘an rujū‘ī ilayk.
Artinya: Ya Allah, jadikan hatiku selalu kembali kepada-Mu di saat lapang maupun sempit, dan jangan jadikan aku lalai dari kembali kepada-Mu.
6. Doa Agar Amal Kecil Diterima karena Niat Islah
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي قَلِيلَ الْعَمَلِ بِكَمَالِ النِّيَّةِ، وَاجْعَلْنِي مِمَّنْ أَرَادَ الْإِصْلَاحَ فَأَعَنْتَهُ.
Allāhumma taqabbal minnī qalīla al-‘amal bikamāli an-niyyah, waj‘alnī mimman arāda al-iṣlāḥ fa-a‘antah.
Ya Allah, terimalah dariku amal yang sedikit dengan niat yang sempurna. Jadikan aku dari orang-orang yang menginginkan islah, lalu Engkau bantu.
7. Doa Perlindungan dari Niat Rusak
اللَّهُمَّ احْفَظْ نِيَّتِي مِنَ الرِّيَاءِ، وَعَمَلِي مِنَ الْفَسَادِ، وَاجْعَلْ قَصْدِي فِي كُلِّ أَمْرٍ وَجْهَكَ الْكَرِيمَ.
Allāhumma iḥfaẓ niyyatī mina ar-riyā’, wa ‘amalī mina al-fasād, waj‘al qaṣdī fī kulli amrin wajhaka al-karīm.
Ya Allah, jagalah niatku dari riya’, dan amalanku dari kerusakan. Jadikan tujuanku dalam setiap perkara adalah wajah-Mu yang mulia.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment