Makna 10 Perintah Tuhan ke Nabi Musa as dan 10 Wasiat Rasul Saw.

Supa Athana - Entertainment
09 May 2025 12:55
Meningkatkan makrifat dan pengenalan terhadap hakikat Tuhan.

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya
10 Perintah Tuhan kepada Nabi Musa a.s. (dikenal juga sebagai “Ten Commandments” atau Al-Washaya al-‘Ashr dalam tradisi Islam dan Yahudi) merupakan perintah-perintah Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa a.s. di Gunung Sinai.
1. Jangan menyembah selain Allah
“Akulah Tuhan, Tuhanmu. Jangan ada padamu ilah lain di hadapan-Ku.”
2. Jangan membuat patung atau berhala; Jangan membuat bagimu patung atau gambar apa pun untuk disembah.”
3. Jangan menyebut nama Allah dengan sia-sia; Jangan menyebut nama Tuhanmu dengan sembarangan.”
4. Ingat dan sucikan hari Sabat (hari istirahat dan ibadah)
“Ingatlah dan sucikan hari Sabat; enam hari engkau bekerja, dan hari ketujuh istirahat.”
5. Hormati ayah dan ibumu
“Hormatilah ayahmu dan ibumu agar panjang umurmu di bumi.”
6. Jangan membunuh; Jangan membunuh jiwa yang tidak bersalah.”
7. Jangan berzina; Jangan berbuat zina.”
8. Jangan mencuri; Jangan mencuri hak orang lain.”
9. Jangan berdusta atau memberikan kesaksian palsu
“Jangan menjadi saksi dusta terhadap sesamamu.”
10. Jangan mengingini milik orang lain; Jangan menginginkan istri atau harta milik sesamamu.”

Dalam tradisi Islam, perintah-perintah ini dikenal secara umum dalam Al-Qur’an, Surah Al-An‘ām: 151–152 – Terjemahan dan 10 Perintah Tuhan

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ 
أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ 
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

‎وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(6:151); Katakanlah (Muhammad):
“Marilah, aku bacakan apa yang diharamkan oleh Tuhan kalian atas kalian, yaitu:
1. Jangan mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya (syirik);
2. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu dan bapak);
3. Jangan membunuh anak-anak kalian karena takut miskin – Kami-lah yang memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka;
4. Jangan mendekati perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi (zina dan maksiat lainnya);
5. Jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.
Demikianlah Dia mewasiatkan kepada kalian agar kalian mengerti (menggunakan akal).”
(6:152); 
6. Jangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik (untuk memeliharanya) sampai dia dewasa
7. Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil;
(Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya);
8. Bila kalian berkata (memberi kesaksian), maka berlaku adillah, sekalipun terhadap kerabat sendiri;
9. Penuhilah janji Allah (perjanjian dengan-Nya).
Demikianlah Dia mewasiatkan kepada kalian Agar kalian mengingat.
10, Gunakan akal dan ingatlah semua wasiat ini.

Kesimpulan: 10 Perintah Tuhan dalam Surah Al-An‘ām 6:151–152
1. Jangan menyekutukan Allah.
2. Berbuat baik kepada orang tua.
3. Jangan membunuh anak karena takut miskin.
4. Jangan mendekati perbuatan keji (fahisyah).
5. Jangan membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.
6. Jangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik.
7. Sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil.
8. Berlaku adil dalam ucapan, meski terhadap kerabat.
9. Tepatilah janji dengan Allah.
10. Gunakan akal dan ingatlah semua wasiat ini.

Asbāb an-Nuzūl (sebab turunnya) ayat 151–152 dari Surah al-An‘ām menurut para mufasir—merupakan bagian dari wahyu yang diturunkan untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar syariat dan moralitas universal yang juga ada dalam syariat Nabi Musa, Isa, dan para nabi terdahulu, dengan bentuk pengulangan yang lebih sempurna dan rinci dalam Islam.

Asbab Nuzul Surah al-An‘ām ayat 151–152:
1. Dialog Nabi dengan kaum musyrik dan Ahlul Kitab; Menurut tafsir al-Mīzān oleh Allamah Thabathaba’i dan riwayat-riwayat dari Ahlul Bait (as), ayat ini turun dalam konteks penyampaian hujjah oleh Rasulullah (saw) kepada kaum musyrik Mekkah dan Ahlul Kitab yang menyimpang dari ajaran tauhid dan moral agama. Mereka menuduh bahwa Rasulullah membawa ajaran baru yang bertentangan dengan agama nenek moyang dan ajaran nabi sebelumnya. Maka Allah memerintahkan Nabi untuk membacakan secara jelas sepuluh prinsip dasar agama, yang bersifat fitrah, rasional, dan juga telah dikenal oleh para nabi terdahulu—untuk membuktikan bahwa agama Islam adalah penyempurna dan bukan penyimpang.
2. Ayat-ayat ini dikenal sebagai “al-Washāyā al-‘Ashr” (Sepuluh Wasiat); Dalam banyak riwayat dari Ahlul Bait (as), seperti yang terdapat dalam Tafsir al-Qummi dan Tafsir al-‘Ayyashi, Imam Ja‘far al-Shadiq (as) menyebutkan bahwa ini adalah wasiyat ilahiyyah kepada umat manusia, seperti 10 perintah kepada Nabi Musa (as). Ini menunjukkan bahwa syariat Nabi Muhammad (saw) adalah kelanjutan syariat tauhid terdahulu, tetapi lebih halus, dalam, dan bersifat maknawi.
3. Reaksi kaum Quraisy terhadap hukum-hukum syariah; Ketika Rasulullah (saw) melarang pembunuhan anak (seperti yang dilakukan dengan bayi perempuan), perzinaan, kezaliman terhadap yatim, penipuan dalam timbangan, mereka menyindir bahwa ini “hanya adat Yahudi atau ajaran Musa.” Maka turunlah ayat ini untuk menegaskan bahwa larangan ini bukan monopoli agama terdahulu, tetapi inti agama tauhid yang universal dan rasional.

Ayat ini turun untuk menyempurnakan maqām al-‘aql (maqam akal) dalam jiwa manusia, yaitu: Tauhid, adab, amanah, iffah, rahmat, dan keadilan—semua dikembalikan kepada fitrah akal yang suci. Imam Ali Zainal Abidin (as) dalam doanya berkata:
“Sesungguhnya Engkau wahyukan kepada hamba-hamba-Mu agar mereka mengenal-Mu melalui akal, bukan hanya sekadar kata.”
(Rujukan: Sahifah Sajjadiyyah)

Pertemuan antara Nabi Muhammad ﷺ dan As’ad bin Zurara merupakan momen penting dalam sejarah Islam, menandai awal penyebaran Islam di Madinah.
Pertemuan Pertama dan Respons Nabi ﷺ; As’ad bin Zurara, seorang pemimpin muda dari suku Khazraj di Yathrib (sekarang Madinah), melakukan perjalanan ke Makkah bersama Dhakwan bin Abd Qays untuk mencari solusi atas perselisihan antar suku di kampung halamannya. Di Makkah, mereka mendengar tentang Nabi Muhammad ﷺ dan ajarannya. As’ad mendekati Nabi ﷺ dan memberi salam dengan ucapan tradisional Arab pra-Islam: “An‘am sabāḥan” (Selamat pagi). Nabi ﷺ menjawab dengan memperkenalkan salam Islam: “Assalāmu ‘alaikum,” dan menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan bentuk salam yang lebih baik. Ketika As’ad meminta penjelasan tentang ajaran Islam, Nabi ﷺ membacakan ayat-ayat dari Surah Al-An‘ām (6:151–152), yang berisi sepuluh perintah Allah, termasuk larangan syirik, perintah berbuat baik kepada orang tua, larangan membunuh anak karena takut miskin, dan perintah berlaku adil. Ayat-ayat ini memberikan kesan mendalam pada As’ad, yang kemudian memeluk Islam dan meminta Nabi ﷺ untuk mengirim seorang pengajar ke Yathrib. 

Peran As’ad bin Zurara dalam Penyebaran Islam ; Setelah kembali ke Yathrib, As’ad aktif menyebarkan Islam di kalangan kaumnya. Ia menghancurkan berhala-berhala dan mendirikan tempat ibadah di rumahnya, yang dikenal sebagai Dar al-As‘ad, mirip dengan Dar al-Arqam di Makkah. Ia juga menjadi tuan rumah bagi Mus‘ab bin ‘Umair, yang diutus oleh Nabi ﷺ untuk mengajarkan Al-Qur’an dan Islam kepada penduduk Yathrib.  Pada tahun berikutnya, As’ad memimpin delegasi dari Yathrib untuk bertemu Nabi ﷺ di Aqabah, di mana mereka memberikan Bai‘at (sumpah setia) kepada Nabi. Nabi ﷺ menunjuk As’ad sebagai salah satu dari dua belas naqib (perwakilan) untuk memimpin dan membimbing komunitas Muslim di Yathrib.

Wafatnya As’ad dan Reaksi Nabi ﷺ
Beberapa bulan setelah hijrah Nabi ﷺ ke Madinah, As’ad jatuh sakit dan meninggal dunia. Nabi ﷺ sangat berduka atas kepergiannya, memandikan jenazahnya, memimpin salat jenazah, dan menguburkannya di pemakaman Baqi‘. As’ad menjadi sahabat Anshar pertama yang dimakamkan di sana. Ketika suku Banu Najjar meminta Nabi ﷺ untuk menunjuk pengganti As’ad sebagai naqib mereka, Nabi ﷺ berkata: “Aku adalah wakil kalian.” Ucapan ini menunjukkan kedekatan dan penghargaan Nabi ﷺ terhadap As’ad dan sukunya.

Kisah As’ad bin Zurara menggambarkan bagaimana satu individu yang tulus dan berani dapat menjadi katalisator perubahan besar dalam masyarakat. Melalui pertemuannya dengan Nabi Muhammad ﷺ dan komitmennya terhadap Islam, As’ad memainkan peran kunci dalam mempersiapkan Madinah sebagai pusat pertumbuhan Islam. 

Hakikat dan makrifat dari 10 perintah Tuhan dalam Surah Al-An‘ām ayat 151–152 menurut pendekatan tasawuf (irfan) dan hakikat Ahlul Bait a.s..
1. Jangan mempersekutukan Allah (لَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا)
Zahir: Tidak menyembah berhala, tuhan selain Allah.
Hakikat: Tidak mengandalkan selain Allah dalam urusan hati.
Makrifat: Melihat tiada yang wujud hakiki kecuali Allah (Tawhid af‘ali, sifati, zatī); mencabut segala bentuk “aku” dan “kehendakku” di hadapan Kehendak Allah.
2. Berbuat baik kepada kedua orang tua (وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا)
Zahir: Taat, merawat, tidak membentak orang tua.
Hakikat: Mengakui bahwa kita tidak memiliki apa-apa tanpa sebab wujud yang diberikan lewat orang tua.
Makrifat: Orang tua adalah simbol “rahmah” Tuhan – berbuat ihsan kepada mereka adalah bentuk syukur kepada asal kejadianmu dan pengakuan atas jalur takdir Ilahi.
3. Jangan membunuh anak karena takut miskin (وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ)
Zahir: Larangan pembunuhan bayi karena kemiskinan.
Hakikat: Jangan memutus harapan, semangat, atau masa depan anak karena takut dunia.
Makrifat: Rezeki sejati datang dari Allah. Membunuh karena takut miskin berarti mengingkari Rububiyyah Allah sebagai Ar-Razzaq.
4. Jangan mendekati perbuatan keji, baik yang tampak maupun tersembunyi (وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ…)
Zahir: Menjauhi zina, dosa lahir.
Hakikat: Menjaga hati dari niat kotor, syahwat, dan pikiran buruk.
Makrifat: Keji adalah segala yang menjauhkanmu dari Nurullah – batin yang dicemari syahwat adalah hijab yang menghalangi tajalli (penampakan Allah dalam kalbu).
5. Jangan membunuh jiwa kecuali dengan haq 
‎وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ…
Zahir: Dilarang membunuh orang lain tanpa sebab syar‘i.
Hakikat: Jangan mencederai martabat atau harga diri seseorang.
Makrifat: “Nafs” mewakili kehidupan yang Allah tiupkan dari ruh-Nya – membunuh tanpa haq adalah menolak amanah ilahiyah.
6. Jangan dekati harta anak yatim kecuali dengan yang terbaik 
‎وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ…
Zahir: Menjaga harta anak yatim dengan amanah.
Hakikat: Yatim adalah simbol kelemahan dan amanah Tuhan dalam bentuk manusia.
Makrifat: Siapa merampas hak kaum lemah, berarti menentang Rahmah Tuhan – karena Allah dekat dengan mereka yang tak berdaya.
7. Sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil 
‎وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ
Zahir: Jujur dalam jual beli.
Hakikat: Menyeimbangkan antara hak Allah dan hak makhluk, antara lahir dan batin.
Makrifat: “Mizan” juga berarti neraca jiwa – bersikap adil dalam menilai, menghisab, dan menimbang diri sebelum ditimbang.
8. Berkatalah dengan adil meskipun terhadap kerabat
‎ (وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا)
Zahir: Jujur dan adil dalam kesaksian.
Hakikat: Menundukkan hawa nafsu dan fanatisme demi kebenaran.
Makrifat: Lisan adalah cermin hati – siapa lisannya adil, berarti hatinya penuh nur hakikat; ia berkata seperti Allah mengilhamkannya.
9. Tepati janji dengan Allah 
‎وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا
Zahir: Melaksanakan nazar, sumpah, dan perjanjian agama.
Hakikat: Setiap jiwa telah berjanji di alam ruh: “بَلَىٰ شَهِدْنَا” (Q.S. Al-A‘raf: 172).Makrifat: Wafa’ terhadap ‘ahdullah adalah menepati perjanjian ubudiyyah – menjadi hamba sejati dalam setiap waktu dan keadaan.
10. Gunakan akal dan ingatlah wasiat ini (لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ / تَذَكَّرُونَ)
Zahir: Berpikir, merenung, dan belajar.
Hakikat: ‘Aql bukan sekadar logika, tapi cahaya yang memimpin hati menuju hakikat.
Makrifat: Zikrullah adalah sarana penyucian akal dan ruh – dengan dzikir dan ma‘rifah, akal menjadi cermin Tajalli Ilahi.

Hadis-hadis terkait 10 Wasiat ;
1. Jangan menyekutukan Allah
Hadis (Imam Ali a.s.):”Asas agama adalah tauhid. Siapa mengenal Allah sebagai satu, dia akan mencintai-Nya, dan tidak akan mencintai selain-Nya.” Makna hadis: Syirik bukan hanya menyembah berhala, tapi juga menyandarkan hati pada selain Allah (riya’, cinta dunia, ego).
2. Berbuat baik kepada orang tua
Hadis (Imam Ja‘far as-Shadiq a.s.): “Ridha Allah bergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah pun bergantung pada murka mereka.” Makna hadis: Kebaikan kepada orang tua adalah jalan kunci menuju keberkahan hidup dan keterhubungan ruhani dengan sumber rahmat.
3. Jangan membunuh anak karena takut miskin; Hadis (Nabi saw): “Barang siapa yang menghalangi nafkah karena takut miskin, maka ia telah buruk sangka terhadap Allah.”Makna hadis: Anak adalah amanah dan saluran rezeki, bukan beban. Membunuh anak karena takut miskin sama dengan menolak janji Allah sebagai ar-Razzaq.
4. Jangan mendekati perbuatan keji; Hadis (Imam Ali Zainal Abidin a.s.):”Setiap dosa yang kau sembunyikan di hatimu, maka malaikat pun menjauhi ruhmu.”Makna hadis: Fahisyah batin seperti iri, hasad, riya’ adalah racun ruhani. Keindahan batin bergantung pada kesucian dari dosa yang tersembunyi.
5. Jangan membunuh jiwa tanpa haq; Hadis (Imam Baqir a.s.): “Membunuh satu jiwa dengan kezaliman sama dengan membunuh seluruh umat.”Makna hadis: Jiwa manusia adalah pancaran ruh Ilahi. Mencederainya tanpa hak adalah menolak wujud Tuhan dalam ciptaan-Nya.
6. Jangan dekati harta anak yatim kecuali dengan kebaikan
Hadis (Imam Shadiq a.s.):”Anak yatim adalah tanggungan Allah. Siapa menjaganya dengan kasih, Allah akan membangunkan istana baginya di surga.”Makna hadis: Menjaga hak orang lemah adalah manifestasi rahmat Tuhan dalam amal. Menyentuh harta mereka dengan niat buruk berarti menentang rahmat itu.
7. Sempurnakan timbangan dengan adil; Hadis (Nabi Muhammad saw):”Barang siapa mengurangi takaran atau timbangan, ia sedang memakan api neraka.” Makna hadis: Kejujuran bukan hanya dalam jual beli, tetapi dalam setiap “timbangan amal” – menilai orang lain, menilai diri, dan menakar hak-hak Ilahi.
8. Berkata adil walau pada kerabat
Hadis (Imam Ali a.s.):”Keadilan adalah tiang agama. Tidak ada kebaikan pada ucapan yang menyenangkan tapi menipu.”
Makna hadis: Keadilan lisan menunjukkan kematangan ruhani. Lidah yang adil lahir dari hati yang bersih dari hawa nafsu.
9. Penuhi janji kepada Allah;
Hadis (Imam Ridha a.s.):”Orang mukmin adalah orang yang menepati janjinya meskipun terhadap musuh.” Makna hadis: Janji kepada Allah termasuk shalat, ibadah, dan sumpah batin dalam ubudiyyah. Menepatinya adalah jalan menuju maqam ma‘rifat.
10. Gunakan akal dan ingatlah
Hadis (Nabi saw):”Tidak sempurna agama seseorang sebelum sempurna akalnya.” Makna hadis: ‘Aql adalah cahaya ilahi dalam diri. Menggunakan akal adalah bentuk dzikir batin – dengan akal, manusia mampu mengingat Allah dan menolak hawa nafsu.

Menurut para mufasir,
1. Larangan Syirik –
‎أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Tafsir al-Ṭabarī: Makna utama adalah menolak segala bentuk penyembahan selain Allah, termasuk syirik kecil seperti riya’.
Tafsir al-Rāzī: Syirik tidak hanya dalam ibadah, tapi juga dalam niat dan ketergantungan hati terhadap selain Allah.
Tafsir al-Mīzān (Thabathaba’i):
Tauhid mencakup tauhid zat, sifat, dan perbuatan. Maka larangan syirik adalah fondasi akidah, sekaligus dasar moral sosial.
2. Berbuat baik kepada orang tua – (وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا)
Tafsir Ibn Kathīr: Setelah tauhid, yang paling besar adalah hak kedua orang tua – karena mereka sebab lahirnya manusia.
Tafsir al-Mīzān: Ihsan di sini meliputi kasih sayang, perlindungan, dan tidak menyakiti hati mereka. Bahkan diam yang menyakitkan pun dilarang.
3. Larangan membunuh anak karena miskin – (وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم…)
Tafsir al-Qurṭubī: Kebiasaan Arab Jahiliyah adalah membunuh anak karena takut miskin atau aib (khususnya anak perempuan). Allah menolak mentalitas ini.
Tafsir al-Mīzān: Ini juga mencakup sikap modern yang menolak anak demi kenyamanan duniawi – ini bentuk halus dari ketidakpercayaan terhadap Allah sebagai ar-Razzāq.
4. Larangan mendekati perbuatan keji – (وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ…)
Tafsir al-Kāshānī (Sufi Syiah):
Zina adalah contoh zahir; batinnya mencakup penyakit hati seperti iri, sombong, dan niat maksiat.
Tafsir al-Rāghib al-Iṣfahānī: Segala yang menjijikkan menurut fitrah dan agama termasuk fāḥisyah – baik tersembunyi (batin) atau tampak (lahir).
5. Larangan membunuh tanpa haq – (وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ…)
Tafsir al-Baghawī: Ini termasuk pembunuhan langsung dan juga fitnah yang membinasakan orang lain secara sosial.
Tafsir al-Mīzān: Nafs yang Allah hormati adalah ruh insani yang mengandung amanah-Nya – maka pembunuhan tanpa haq adalah bentuk permusuhan terhadap kehendak Ilahi.
6. Larangan mendekati harta anak yatim kecuali dengan kebaikan – (وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ…)
Tafsir al-Khāzin: Mengatur harta yatim harus disertai niat baik, tanpa menyentuhnya demi keuntungan pribadi.
Tafsir al-Ṭūsī (Tafsir Tibyān):
Ini juga menyiratkan pentingnya tanggung jawab sosial dan keadilan bagi kelompok lemah dalam masyarakat Islam.
7. Sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil – 
‎وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ
Tafsir al-Qurṭubī: Keadilan dalam transaksi adalah bagian dari keimanan dan integritas umat.
Tafsir al-Mīzān: Kata “mīzān” melambangkan keadilan universal – segala sesuatu diukur dan ditakar oleh Allah dengan adil, maka manusia pun wajib meniru sunnah-Nya dalam bermuamalah.
8. Berkata adil meskipun kepada kerabat – (وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا…)
Tafsir al-Nasafī: Ucapan adil adalah bagian dari amanah lisan – tidak boleh berpihak karena hubungan keluarga atau tekanan sosial.
Tafsir al-Mīzān: Ini mencerminkan etika kesaksian dan komunikasi – kebenaran harus diutamakan di atas emosi dan fanatisme.
9. Penuhi janji kepada Allah – (وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا)
Tafsir al-Rāzī: Janji Allah termasuk janji fitrah (tauhid), syariat (ibadah), dan akhlak (tanggung jawab sosial).
Tafsir al-Mīzān: Al-‘Ahd di sini adalah perjanjian batin manusia dengan Tuhan – untuk mengenal, taat, dan mencintai-Nya. Mengingkarinya adalah bentuk kufur.
10. Gunakan akal dan ingat wasiat ini – (لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ / تَذَكَّرُونَ)
Tafsir al-Ṭabāṭabā’ī (al-Mīzān):
‘Aql adalah cahaya batin, bukan sekadar logika. Siapa yang mengikuti perintah-perintah ini dengan akal yang murni, maka akan sampai kepada ma‘rifah.
Tafsir al-Jalālayn: Ayat ini mengingatkan manusia agar berpikir, merenung, dan mengambil pelajaran dari perintah-perintah yang begitu mendasar ini.

Baca juga:
Layanan Publik yang Terdampak Akibat Peretasan Pusat Data Nasional

Menurut ahli hakikat dan makrifat
1. “Jangan menyekutukan Allah” – (أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا)
Makrifat: Segala ketergantungan hati pada selain Allah (dunia, ego, makhluk) adalah bentuk syirik khafī.
Ahli hakikat berkata: “Tauhid bukan sekadar mengucap ‘Allah esa’, tapi memutus semua selain-Nya dari cermin hati.”
2. “Berbuat baik kepada kedua orang tua” – (وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا)
Makrifat: Ayah dan ibu bukan sekadar jasmani, tetapi simbol asal kejadian: ayah sebagai akal dan ibu sebagai nafs. Terutama Kedua orangtua Umat; Rasul saw dan Imam Ali as serta Ibunya Umat ; Sayyidah Fathimah as dan juga orang yang mengajarkan kita ilmu yg bermanfaat guru adalah orang tua spiritual kita.
“Ihsan padanya berarti menyelaraskan akal dan nafs kepada iradat Tuhan.”
3. “Jangan bunuh anak karena takut miskin” – (وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم…)
Makrifat:”Anak” adalah hasil amal atau ilham hati. Membunuhnya karena takut miskin adalah menolak ilham Ilahi demi kepentingan dunia.
Ahli hakikat berkata: “Siapa yang menolak ilham karena takut kehilangan dunia, telah membunuh anak ruhani.”
4. “Jangan dekati kekejian” – (وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ…)
Makrifat: Fāḥishah lahiriah adalah zina; batiniahnya adalah kecintaan pada maksiat atau membiarkan jiwa tenggelam dalam syahwat.
Arif berkata: “Fāḥishah batin adalah membiarkan ruh digoda oleh bayangan dunia.”
5. “Jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah” 
‎– (وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ…)
Makrifat: “Jiwa” bukan sekadar manusia, tapi cahaya wujud yang memancar dari Allah.
Arif berkata: “Membunuh nafs berarti memadamkan cahaya tajalli Tuhan dalam diri dan orang lain.”
6. “Jangan dekati harta anak yatim kecuali dengan cara terbaik” 
‎– (وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ…)
Makrifat:”Anak yatim” adalah jiwa yang kehilangan bimbingan wali spiritual (imam maksum atau mursyid kamil).
Penafsiran hakikat: “Menyentuh jiwanya dengan hawa nafsu atau tanpa bimbingan hikmah adalah perampokan ruhani.”
7. “Sempurnakan timbangan dan takaran dengan adil” 
‎– (وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ…)
Makrifat: Keadilan bukan sekadar transaksi dunia, tapi juga dalam menakar nikmat, ibadah, dan penilaian terhadap makhluk.
Arif berkata: “Siapa menimbang amal orang lain tanpa rahmat, maka timbangannya pun akan dihitung tanpa rahmat.”
8. “Berkata adil meskipun terhadap kerabat” – (وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا…)
Makrifat: Lisan adalah cermin hati. Kejujuran lisan adalah pertanda kesucian batin. Arif Syiah berkata: “Jika lidahmu adil, ruhmu pun telah menapaki jalan keadilan Tuhan.”
9. “Tepatilah janji kepada Allah” – (وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا)
Makrifat: Janji itu adalah fitrah ruhani: untuk mengenal dan beribadah kepada Allah. Menepatinya adalah makrifat sejati.
Arif berkata: “Setiap nafas adalah perjanjian. Siapa yang mengkhianati napasnya, ia telah mengingkari janji ruh.”
10. “Gunakan akal dan ingatlah” – (لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ / تَذَكَّرُونَ)
Makrifat:”Aql dalam makrifat bukan akal logika, tapi ‘aql al-qudsī – cahaya batin yang Allah tiupkan ke dalam kalbu hamba-Nya.
Arif berkata: “‘Aql adalah malaikat dalam dirimu. Siapa yang menuruti hawa nafsu, memenjarakan malaikat itu.”

Kisah dan cerita hikmah yang menggambarkan makna batin dari beberapa perintah dalam Surah al-An‘ām ayat 151–152,:
1. “Jangan menyekutukan Allah” – Kisah Cermin dan Matahari
Seorang murid bertanya kepada mursyidnya, Mengapa aku masih merasa gelisah, padahal aku sudah meninggalkan berhala dan menyembah Allah?” Sang mursyid berkata, “Engkau memang tak lagi menyembah batu, tapi engkau menyembah bayangan dirimu dalam amal.” Lalu ia membawa murid itu ke padang pasir dan meletakkan cermin menghadap matahari. Ia berkata:
“Selama engkau sibuk dengan cerminnya, engkau tak akan pernah melihat matahari itu sendiri.”
Makna: Syirik batin adalah menyembah amal, popularitas, bahkan makrifat diri. Tauhid sejati adalah hancur dalam wujud-Nya.
2. “Berbuat baik kepada orang tua” – Kisah Sang Ibu Ruhani
Seorang pemuda arif bermimpi bertemu ibunya dalam wujud cahaya. Sang ibu berkata:
“Wahai anakku, aku bukan hanya tubuh yang melahirkanmu, aku adalah kasih yang mengalir dari arasy-Nya.” Ia menangis terbangun dan memutuskan untuk tidak hanya melayani ibunya, tapi juga berbakti kepada asal ruh: guru, fitrah, dan akal. Makna: Orang tua sejati adalah yang membawa kita ke dunia dan yang menuntun kita ke akhirat.
3. “Jangan bunuh anak karena takut miskin” – Kisah Ilham yang Terbuang
Seorang penjahit bermimpi didatangi cahaya kecil yang berkata:
“Aku adalah ilham amal shalih yang Allah kirim untukmu.” Namun ia tolak karena sibuk mencari pelanggan. Setelah beberapa malam, cahaya itu tidak datang lagi. Ia menyesal dan bertobat. Makna: Anak yang dibunuh bukan hanya fisik, tapi juga inspirasi suci yang ditolak karena takut duniawi.
4. “Jangan mendekati perbuatan keji” – Kisah Bayangan di Kolam
Seorang arif melihat seekor burung yang mematuk bayangannya di kolam karena menyangka itu musuh.
Sang arif menangis dan berkata:
“Beginilah jiwa kita; mematuk bayangan nafsu yang sebenarnya adalah bayangan sendiri.”
Makna: Fāḥishah batin adalah keterikatan dengan bayangan dunia yang tampak indah tapi fana.
5. “Jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah” – Kisah Cahaya yang Padam
Seorang faqir memaki seorang pemuda karena berbuat salah. Malam itu ia mimpi malaikat berkata:
“Engkau telah memadamkan cahayanya dengan hukuman tanpa rahmat.” Ia bangun dan mencari pemuda itu, lalu merangkul dan membimbingnya. Makna: Jiwa suci bisa mati bukan hanya karena senjata, tapi karena hinaan dan penolakan tanpa kasih.
6. “Jangan dekati harta anak yatim kecuali dengan kebaikan” – Kisah Penjaga Pusaka Ruhani
Seorang murid menemukan kitab tua peninggalan seorang wali, lalu menjualnya demi uang. Malam itu ia mimpi gurunya berkata:”Engkau menjual ruh ilmu hanya demi debu dunia.” Makna: Anak yatim adalah murid tanpa wali, dan hartanya adalah cahaya ilmu. Menyalahgunakannya adalah kezaliman ruhani.
7. “Sempurnakan takaran dan timbangan” – Kisah Penjual Sufi
Seorang sufi membuka warung. Ia selalu memberi lebih dari takaran. Ketika ditanya, ia berkata:
“Allah menakar nafas kita dengan rahmat, mengapa aku menakar rezeki dengan kikir?” Makna: Timbangan zahir mencerminkan timbangan batin – siapa yang menipu, mencemari cermin jiwanya.

Manfaat spiritual dan doanya untuk memahami, mengamalkan, dan meraih hakikat dari 10 perintah Allah dalam Surah al-An‘ām ayat 151–152 menurut ahli hakikat Syiah:
1. Tauhid (Jangan menyekutukan Allah). Manfaat: Membersihkan hati dari keterikatan makhluk dan mendekat kepada Allah secara langsung.
‎اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ الشِّرْكِ الْخَفِيِّ، 
‎وَوَحِّدْ وُجُودِي لِوُجُودِكَ
“Ya Allah, sucikan hatiku dari syirik tersembunyi, dan satukan wujudku hanya untuk wujud-Mu.”
2. Ihsan kepada orang tua
Manfaat: Membuka pintu rahmat dan keberkahan hidup dunia-akhirat.
‎اللَّهُمَّ اجْعَلْ بِرِّي بِوَالِدَيَّ سُلَّمًا إِلَيْكَ، وَرِضَاهُمَا جَنَّةً لِي
“Ya Allah, jadikan baktiku kepada orang tuaku sebagai tangga menuju-Mu, dan keridhaan mereka sebagai surga bagiku.”
3. Tidak membunuh anak karena miskin; Manfaat: Menanamkan keyakinan penuh akan rezeki dari Allah.
‎يَا رَزَّاقُ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى التَّوَكُّلِ، 
‎وَلَا تَجْعَلْنِي أَخْشَى الْفَقْرَ وَأَنْسَى عِطَاءَكَ
“Wahai Maha Pemberi rezeki, teguhkan hatiku untuk tawakal, dan jangan biarkan aku takut miskin lalu melupakan pemberian-Mu.”
4. Menjauhi kekejian (fāḥishah)
Manfaat: Mensucikan jiwa dan membuka cahaya batin.
‎اللَّهُمَّ أَذِقْنِي حَلَاوَةَ الْعِفَّةِ، 
‎وَصُنِّي عَنْ كُلِّ فَاحِشَةٍ ظَاهِرَةٍ وَبَاطِنَةٍ
“Ya Allah, berikan aku rasa manisnya iffah, dan lindungilah aku dari segala kekejian lahir dan batin.”
5. Tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah; Manfaat: Menumbuhkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap kehidupan.
‎يَا سَلَامُ، اجْعَلْنِي سَبَبًا فِي حَيَاةِ النَّاسِ، 
‎لَا سَبَبًا فِي هَلَاكِهِمْ
“Wahai Yang Maha Sejahtera, jadikan aku sebab hidup orang lain, bukan sebab kehancuran mereka.”
6. Tidak mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara baik
Manfaat: Membuka pintu amanah dan keberkahan dalam rezeki.
‎اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أَمِينًا عَلَى أَمْوَالِ الضُّعَفَاءِ، وَارْزُقْنِي قَلْبًا رَحِيمًا لِلْيَتَامَى
“Ya Allah, jadikan aku penjaga amanah atas harta kaum lemah, dan karuniakan aku hati yang penuh kasih kepada para yatim.”
7. Menyempurnakan takaran dan timbangan; Manfaat: Mencapai keadilan dalam urusan dunia dan akhlak.
‎اللَّهُمَّ وَفِّقْنِي لِلْقِسْطِ فِي الْمِيزَانِ، 
‎وَاجْعَلْ نَفْسِي عَادِلَةً فِي كُلِّ أَمْرٍ
“Ya Allah, tuntun aku untuk adil dalam timbangan, dan jadikan jiwaku berlaku adil dalam segala hal.”
8. Berkata adil meski terhadap kerabat; Manfaat: Menjadi saksi kebenaran dan penjaga integritas.
‎اللَّهُمَّ أَطْلِقْ لِسَانِي بِالْحَقِّ، 
‎وَلَا تَجْعَلْنِي أَخْشَى أَحَدًا فِي سَبِيلِكَ
“Ya Allah, lancarkan lidahku dalam menyuarakan kebenaran, dan jangan jadikan aku takut kepada siapa pun dalam jalan-Mu.”
9. Menepati janji Allah; Manfaat: Meningkatkan kesadaran ruhani dan istiqamah dalam ibadah.
‎اللَّهُمَّ ذَكِّرْنِي بِعَهْدِكَ، وَثَبِّتْنِي عَلَى الْوَفَاءِ لَكَ
“Ya Allah, ingatkan aku akan janji-Mu, dan teguhkan aku untuk setia kepada-Mu.”
10. Gunakan akal dan ingatlah
Manfaat: Meningkatkan makrifat dan pengenalan terhadap hakikat Tuhan.
‎اللَّهُمَّ نَوِّرْ عَقْلِي بِنُورِ الْهِدَايَةِ، 
‎وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَذَكِّرِينَ
“Ya Allah, terangilah akalku dengan cahaya petunjuk, dan jadikan aku termasuk orang-orang yang mengingat-Mu.”


Munajat Orang Yang Takut Kepada Allah ; Kumpulan 15 Munajat Imam Ali Zainal Abidin AsSajjad as.

Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. 
Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan 
keluarga Nabi Muhammad. 

Benarkah Engkau akan menyiksaku setelah aku bertobat pada-Mu?  
Benarkah Engkau akan menjauhiku setelah daku mencintai-Mu? 
Benarkah Engkau akan menolakku setelah daku mengharapkan rahmat dan maaf-Mu? Benarkah Engkau akan menghempaskanku setelah daku berlindung dengan ampunan-Mu?  Demi Wajah-Mu yang Mulia 
tidak mungkin Engkau mengecewakanku, 

Duhai, diriku! 
untuk ke celakaankah Ibu melahirkanku, untuk kesusahankah Engkau memeliharaku. Ah, alangkah baiknya bila Ibu tidak melahirkanku dan Engkau tidak memeliharaku. 
Ah, alangkah baiknya sekiranya daku tahu Engkau jadikan daku pemilik bahagia dan dengan qurbah yang Kauistimewakan di dekat-Mu se-hingga tenang hatiku dan tentram diriku.

Ilahi, Apakah Engkau akan menggelapkan wajah-wajah yang sudah rebah tunduk karena kebesaran-Mu? Apakah Engkau akan membungkam lidah-lidah yang selalu bergetar memuji keagungan dan keluhuran-Mu? Apakah Engkau akan mengunci hati yang telah luluh dalam kecintaan pada-Mu? 
Apakah Engkau akan menulikan telinga-telinga yang telah menikmati mendengarkan zikir-Mu dalam iradah-Mu? Apakah Engkau akan membelenggu tangan-tangan yang terangkat karena harapan pada-Mu? 
Apakah  Engkau akan menyiksa tubuh-tubuh yang beramal mematuhi-Mu sehingga melepuh dalam mengabdi-Mu? Apakah Engkau akan mengazab kaki-kaki yang berlari untuk  berbakti pada-Mu? Tuhanku, Jangan tutup pintu rahmat-Mu dari orang yang mengesakan-Mu. Jangan halangi memandang indahnya rukyat-Mu dari orang yang merindukan-Mu. 

Ilahi, Diri yang telah Kau teguhkan dengan tauhid-Mu bagaimana mungkin Engkau rendahkan dengan kehinaan pengusiran-Mu. 

Hati yang telah terikat dengan cinta-Mu bagai mana mungkin Engkau bakar dengan panasnya api-Mu. 

Ilahi, Lindungi daku dari pedihnya murka-Mu dan besarnya marah-Mu.

Duhai Yang Maha Pengasih. 
Duhai Yang Maha Pemberi. 
Duhai Yang Maha Penyayang. 
Duhai Yang Maha Penyantun. 
Duhai Yang Maha Pemaksa. 
Duhai Yang Maha Penguasa. 
Duhai Yang Maha Pengampun. 
Duhai Yang Maha Penutup. 

Selamatkan daku dengan rahmat-Mu dari azab neraka dan ungkapan cela pada saat terpisah orang mulia dan orang durhaka, 
ketika segala daya binasa dan segala bahaya menimpa, 
setiap diri dibalas sesuai dengan hasil kerjanya, 
ketika orang baik didekatkan dan orang jahat dijauhkan sebenarnya mereka tidak dizalimi.


Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment