Makna: ‎ “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak akan bersedih

Supa Athana - Entertainment
03 February 2025 10:32
Ketika seseorang sadar bahwa dunia hanyalah sarana menuju Allah, maka ia tidak akan pernah bersedih atas kehilangan dunia.

Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
             Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran

Baca juga:
Polri Dukung Penuh Percepatan Swasembada Pangan

Frasa “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” (wa lā khawfun ’alayhim wa lā hum yaḥzanūn) sering muncul dalam Al-Qur’an dan memiliki makna yang dalam. 
Berikut makna yang bisa diambil dari frasa ini:
1.Tidak ada ketakutan di dunia dan akhirat – Mereka tidak akan merasa takut terhadap masa depan atau hal-hal yang akan datang.
2.Tidak ada kesedihan atas masa lalu – Mereka tidak akan bersedih atas apa yang telah berlalu, baik kehilangan, ujian, atau penderitaan.
3.Jaminan perlindungan Allah – Allah menjamin keamanan bagi mereka yang beriman dan bertakwa, sehingga mereka tidak perlu takut atau sedih.
4.Ketenteraman hati – Mereka akan merasakan kedamaian dan ketenangan, baik di dunia maupun di akhirat.
5.Keabadian dalam kebahagiaan – Di surga, mereka tidak akan mengalami kesusahan, penderitaan, atau rasa takut.
6.Terbebas dari siksa dan azab – Mereka yang mendapat rahmat Allah tidak akan mengalami ketakutan akan azab-Nya.
7.Kepercayaan penuh kepada Allah – Orang yang memiliki iman sejati tidak takut terhadap dunia dan tidak bersedih karena mereka yakin dengan janji Allah.
8.Keistimewaan bagi orang beriman – Frasa ini sering dikaitkan dengan mereka yang mengikuti petunjuk Allah, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
9.Kemenangan hakiki – Ketika seseorang mencapai tingkat iman yang tinggi, mereka terbebas dari kekhawatiran dan kesedihan, karena mereka telah meraih kemenangan sejati.
10.Jaminan kebahagiaan abadi – Di akhirat, mereka akan berada dalam kenikmatan tanpa ketakutan atau kesedihan, karena semua kebutuhan mereka telah dipenuhi oleh Allah.
 
Ayat ini sering muncul dalam konteks orang-orang yang beriman, bertakwa, dan mengikuti petunjuk Allah, sebagai bentuk motivasi dan kabar gembira bagi mereka.
 
Frasa “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” muncul beberapa kali dalam Al-Qur’an dalam berbagai konteks. Berikut adalah 10 tempat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan frasa ini beserta maknanya:
1. Al-Baqarah (2:38)
‎“فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak akan bersedih.”
Makna: Allah menjamin keamanan dan kebahagiaan bagi mereka yang mengikuti petunjuk-Nya.
 
2. Al-Baqarah (2:62)
‎“إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in, siapa saja yang beriman kepada Allah, hari akhir, dan beramal saleh, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhan mereka, tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.”
Makna: Keselamatan di akhirat diberikan kepada siapa saja yang beriman dan beramal saleh, bukan sekadar mengklaim suatu identitas agama.
 
3. Al-Baqarah (2:112)
‎“بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Barang siapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan berbuat baik, maka baginya pahala di sisi Tuhannya, tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.”
Makna: Islam yang sejati adalah kepasrahan kepada Allah dan beramal baik, yang menjamin kebebasan dari rasa takut dan sedih.
 
4. Al-Baqarah (2:262)
‎“الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, lalu tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan tidak pula dengan menyakiti (penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka, tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.”
Makna: Orang yang bersedekah dengan ikhlas akan mendapatkan ketenangan dan tidak akan mengalami rasa takut atau kesedihan.
 
5. Al-Baqarah (2:274)
‎“الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya pada malam dan siang hari, secara sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.”
Makna: Sedekah yang dilakukan dengan ikhlas akan membawa ketenteraman dan menjauhkan dari rasa takut serta kesedihan.
 
6. Ali ’Imran (3:169-170)
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.
‎“فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka dan mereka bersuka cita terhadap orang-orang yang masih tertinggal di belakang mereka (di dunia), bahwa tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Makna: Para syuhada di surga merasa bahagia dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman di dunia bahwa mereka tidak perlu takut atau bersedih.
 
7. Al-Ma’idah (5:69)
‎“إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَىٰ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
Makna: Seperti dalam Al-Baqarah 2:62, ayat ini menekankan bahwa keselamatan akhirat bergantung pada iman dan amal saleh.
 
8. Al-A’raf (7:35)
‎“يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَىٰ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Wahai anak cucu Adam! Jika datang kepada kalian rasul-rasul dari kalangan kalian yang menceritakan ayat-ayat-Ku kepada kalian, maka siapa saja yang bertakwa dan berbuat baik, maka tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.”
Makna: Orang yang menerima ajaran para rasul dan bertakwa akan terbebas dari ketakutan dan kesedihan.
 
9. Yunus (10:62)
‎“أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Ketahuilah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Makna: Para wali Allah (hamba-Nya yang dekat dengan-Nya) tidak akan mengalami ketakutan atau kesedihan karena berada dalam perlindungan-Nya.
 
10. Al-Ahqaf (46:13)
‎“إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ”
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Makna: Keimanan yang teguh dan istiqamah dalam kebenaran akan menghilangkan rasa takut dan kesedihan.
Kesimpulannya, frasa ini selalu dikaitkan dengan keimanan, ketakwaan, amal saleh, dan perlindungan Allah, yang membawa ketenangan baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam hadis, makna dari “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” (wa lā khawfun ’alayhim wa lā hum yaḥzanūn) terkait dengan jaminan Allah terhadap orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan bertakwa. 
 
Berikut beberapa hadis yang mengandung makna serupa atau relevan:
1. Jaminan Perlindungan Allah
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang mengucapkan ‘La ilaha illallah’ dengan ikhlas, maka ia akan masuk surga.”(HR. Ahmad)
Makna: Mereka yang memiliki keimanan yang benar akan mendapatkan jaminan keamanan di akhirat dan terbebas dari rasa takut dan sedih.
 
2. Keutamaan Orang yang Bertakwa
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:”Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Aku telah menyiapkan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.’”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Orang-orang saleh akan mendapatkan kenikmatan yang tak terbayangkan, tanpa rasa takut dan kesedihan di akhirat.
 
3. Ketenangan Hati
Rasulullah SAW bersabda:
“Ajaib sekali urusan orang beriman, seluruh urusannya adalah kebaikan. Jika mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, itu baik baginya. Jika ditimpa musibah, ia bersabar, itu pun baik baginya.”(HR. Muslim)
Makna: Orang beriman akan selalu dalam keadaan tenang, tanpa ketakutan atau kesedihan, karena mereka memahami hikmah dalam setiap kejadian.
 
4. Keistimewaan Orang yang Syahid
Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang mati syahid diberikan enam keistimewaan oleh Allah… dan dia tidak merasakan ketakutan besar (hari kiamat) serta tidak merasakan siksa kubur.”(HR. Tirmidzi)
Makna: Para syuhada mendapatkan jaminan keamanan dari Allah sehingga mereka tidak akan mengalami ketakutan atau kesedihan.
 
5. Orang yang Menjaga Salat
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:”Salat yang lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan, adalah penghapus dosa-dosa di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi.”
(HR. Muslim)
Makna: Orang yang menjaga ibadah akan mendapatkan perlindungan dari Allah dan dijauhkan dari ketakutan dan kesedihan.
 
6. Kebahagiaan di Akhirat
Rasulullah SAW bersabda:
“Akan dikatakan kepada ahli surga: ‘Sesungguhnya bagi kalian adalah hidup tanpa mati selamanya, sehat tanpa sakit selamanya, muda tanpa tua selamanya, dan bahagia tanpa bersedih selamanya.’”(HR. Muslim)
Makna: Ahli surga akan menikmati kehidupan yang kekal tanpa rasa takut atau sedih.
 
7. Pahala Orang yang Bersedekah
Rasulullah SAW bersabda:
“Sedekah itu memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api.”
(HR. Tirmidzi)
Makna: Orang yang bersedekah dengan ikhlas akan mendapatkan ketenangan hati dan dijauhkan dari ketakutan serta kesedihan.
 
8. Kabar Gembira Bagi Orang Beriman
Rasulullah SAW bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku bersama prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku.’”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Keimanan yang kokoh kepada Allah memberikan ketenangan jiwa, tanpa rasa takut atau sedih.
 
9. Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Rasulullah SAW bersabda:
“Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi yang membacanya.”
(HR. Muslim)
Makna: Al-Qur’an menjadi sumber ketenangan bagi pembacanya, menjauhkan dari ketakutan dan kesedihan.
 
10. Keamanan di Hari Kiamat
Rasulullah SAW bersabda:
“Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya… (di antaranya) pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Orang yang dekat dengan Allah akan dilindungi dari ketakutan dan kesedihan pada hari kiamat.
 
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa ketenangan, kebahagiaan, dan keamanan adalah balasan bagi mereka yang beriman, bertakwa, dan beramal saleh.
 
Dalam riwayat Ahlul Bayt (AS), makna dari “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” sering dikaitkan dengan keimanan sejati, ketakwaan, kecintaan kepada Ahlul Bayt, serta keselamatan di dunia dan akhirat. Berikut beberapa hadis dari Ahlul Bayt (AS) yang berkaitan dengan ayat ini:
 
1. Keselamatan bagi Pecinta Ahlul Bayt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS) berkata:”Barang siapa yang mencintai kami (Ahlul Bayt), maka dia akan bersama kami di surga. Demi Allah, para pecinta kami tidak akan takut dan tidak akan bersedih pada hari kiamat.”
(Al-Amali, Syaikh Thusi, hlm. 300)
Makna: Cinta kepada Ahlul Bayt membawa keselamatan di akhirat, sebagaimana disebut dalam ayat ini.
 
2. Kabar Gembira bagi Orang Beriman dan Bertakwa
Imam Ali (AS) berkata: “Sesungguhnya wali-wali Allah adalah mereka yang melihat hakikat dunia, sehingga mereka tidak tertipu olehnya. Mereka melihat akhirat, sehingga mereka mendambakannya. Mereka adalah orang-orang yang tidak takut dan tidak bersedih.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 226)
Makna: Orang yang memiliki pandangan jauh ke akhirat akan terbebas dari rasa takut dan kesedihan.
 
3. Keutamaan Menaati Allah dan Rasul-Nya
Imam Al-Baqir (AS) berkata:
“Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, serta mencintai Ahlul Baytnya, maka ia termasuk dalam ayat: ‘Tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.’ “
(Tafsir Al-Burhan, jilid 1, hlm. 216)
Makna: Keselamatan di dunia dan akhirat diberikan kepada mereka yang mengikuti petunjuk Allah dan mencintai Ahlul Bayt.
 
4. Keamanan di Hari Kiamat
Imam Ash-Shadiq (AS) berkata:
“Pada hari kiamat, seorang mu’min akan dipanggil, lalu Allah berfirman kepadanya: ‘Engkau di dunia selalu takut kepada-Ku, maka hari ini Aku hilangkan rasa takutmu, dan engkau tidak akan bersedih.’ “
(Bihar Al-Anwar, jilid 7, hlm. 313)
Makna: Rasa takut kepada Allah di dunia membawa keamanan di akhirat.
 
5. Syafaat Ahlul Bayt Menyelamatkan dari Ketakutan
Imam Ar-Ridha (AS) berkata:
“Barang siapa yang berpegang teguh kepada kami, Ahlul Bayt, dan mengikuti kami, maka ia tidak akan takut di dunia maupun di akhirat.”
(Uyun Akhbar Ar-Ridha, jilid 2, hlm. 60)
Makna: Mengikuti Ahlul Bayt adalah jalan menuju ketenangan dan keselamatan.
 
6. Pahala bagi Para Pecinta Ahlul Bayt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS) berkata:”Kalian (para pengikut Ahlul Bayt) adalah bagian dari ayat ini: ‘Tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih,’ karena kalian tetap teguh dalam cinta kepada kami dan mengikuti jalan kami.”(Al-Kafi, jilid 8, hlm. 51)
Makna: Para pengikut sejati Ahlul Bayt dijanjikan kebebasan dari ketakutan dan kesedihan di akhirat.
 
7. Keutamaan Bersabar dalam Ujian
Imam Husain (AS) berkata:
“Wahai para sahabatku, bersabarlah dalam menghadapi kesulitan dunia, karena ia hanya sesaat. Barang siapa bersabar, maka ia akan berada dalam golongan: ‘Tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.’”
(Bihar Al-Anwar, jilid 44, hlm. 383)
Makna: Kesabaran menghadapi ujian dunia akan membawa ketenangan di akhirat.
 
8. Surga bagi Orang yang Mengikuti Ahlul Bayt
Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai Ali, engkau dan Syiahmu adalah orang-orang yang akan bebas dari ketakutan dan kesedihan pada hari kiamat.”(Al-Manaqib, Ibn Syahr Ashub, jilid 3, hlm. 65)
Makna: Mengikuti Imam Ali (AS) dan Ahlul Bayt adalah jalan menuju keselamatan di akhirat.
 
9. Jaminan Ketenangan bagi Orang yang Ikhlas
Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS) berkata:”Orang yang menyerahkan semua urusannya kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, dan tidak bergantung kepada dunia, maka ia akan masuk dalam golongan orang yang tidak takut dan tidak bersedih.”
(Al-Kafi, jilid 2, hlm. 55)
Makna: Tawakal kepada Allah menghilangkan ketakutan dan kesedihan.
 
10. Cahaya di Alam Kubur
Imam Muhammad Al-Baqir (AS) berkata:”Ketika seorang mukmin dimasukkan ke dalam kuburnya, seorang malaikat datang dan berkata kepadanya: ‘Jangan takut dan jangan bersedih, karena surga telah menantimu.’”
(Bihar Al-Anwar, jilid 6, hlm. 261)
Makna: Mukmin sejati akan mendapatkan ketenangan bahkan sejak di alam kubur.
 
Kesimpulan
Hadis-hadis dari Ahlul Bayt (AS) menekankan bahwa mereka yang:
✅ Mencintai dan mengikuti Ahlul Bayt
✅ Bertakwa dan beriman kepada Allah
✅ Bersabar dalam ujian dunia
✅ Bertawakal dan beramal saleh
✅ Berpegang teguh pada ajaran Rasulullah SAW
Akan termasuk dalam golongan
‎ “لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” 
di dunia dan akhirat.
 
Para mufasir dari berbagai mazhab memberikan penafsiran mendalam mengenai frasa
‎ “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” 
dalam Al-Qur’an. 
 
Berikut beberapa pandangan mereka:
1. Tafsir Ath-Thabari (w. 310 H) – Tafsir Ath-Thabari
Ath-Thabari menafsirkan bahwa frasa ini menunjukkan jaminan keamanan dari Allah bagi mereka yang beriman dan mengikuti petunjuk-Nya. Ia menjelaskan bahwa:”Mereka tidak akan takut terhadap kejadian-kejadian mengerikan di dunia maupun akhirat, dan mereka tidak akan bersedih atas hal-hal yang mereka tinggalkan di dunia.”
(Tafsir Ath-Thabari, jilid 1, hlm. 263)
➡ Makna: Allah menjamin bahwa orang beriman tidak akan takut terhadap masa depan dan tidak bersedih atas masa lalu.
 
2. Tafsir Al-Kashshaf – Zamakhsyari (w. 538 H)
Zamakhsyari, seorang mufasir dari kalangan Mu’tazilah, menafsirkan ayat ini dengan pendekatan linguistik. Ia menjelaskan bahwa:
“Kata ‘خوف’ (khawf) merujuk pada rasa takut akan sesuatu yang akan terjadi, sedangkan ‘حزن’ (huzn) merujuk pada kesedihan atas sesuatu yang telah berlalu. Allah menghilangkan kedua perasaan ini dari orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Tafsir Al-Kashshaf, jilid 1, hlm. 136)
➡ Makna: Orang beriman tidak akan takut akan masa depan dan tidak akan bersedih atas masa lalu karena mereka yakin pada rahmat Allah.
 
3. Tafsir Al-Mizan – Allamah Thabathabai (w. 1981 M)
Dalam tafsirnya, Allamah Thabathabai menghubungkan ayat ini dengan hakikat kebahagiaan hakiki:”Orang yang mencapai kebahagiaan sejati adalah yang hatinya penuh dengan cahaya keimanan. Ia tidak takut kepada sesuatu selain Allah, dan tidak bersedih atas kehilangan duniawi. Ini adalah sifat para wali Allah.”
(Tafsir Al-Mizan, jilid 1, hlm. 247)
➡ Makna: Hanya orang yang mencapai keyakinan sempurna yang bebas dari rasa takut dan sedih.
 
4. Tafsir Ar-Razi – Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H)
Imam Fakhruddin Ar-Razi menyoroti bahwa ketenangan yang disebut dalam ayat ini adalah balasan dari keimanan dan amal saleh:”Allah menenangkan hati mereka yang menaati-Nya. Rasa takut dan sedih hanya menimpa mereka yang bergantung pada dunia. Orang beriman, karena tawakalnya kepada Allah, tidak merasakan ketakutan atau kesedihan.”(Tafsir Mafatih Al-Ghaib, jilid 2, hlm. 232)
➡ Makna: Orang yang menggantungkan hidupnya kepada Allah akan selalu tenang.
 
5. Tafsir Al-Burhan – Sayyid Hashim Al-Bahrani (w. 1107 H) [Syiah]
Sayyid Hashim Al-Bahrani dalam tafsirnya menyebutkan banyak riwayat dari Ahlul Bayt terkait ayat ini. Salah satu riwayat dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS) menyatakan:
“Ayat ini turun berkenaan dengan Syiah Ali. Mereka tidak akan takut di hari kiamat dan tidak akan bersedih atas dunia yang mereka tinggalkan.”
(Tafsir Al-Burhan, jilid 1, hlm. 305)
➡ Makna: Pengikut Ahlul Bayt mendapatkan ketenangan di dunia dan akhirat.
 
6. Tafsir Ruhul Ma’ani – Al-Alusi (w. 1270 H)
Al-Alusi menyatakan bahwa ayat ini menunjukkan kesempurnaan iman dan keyakinan kepada Allah:
“Orang yang telah menyerahkan segalanya kepada Allah, tidak akan merasa takut atau sedih. Sebab, ia tahu bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman-Nya.”
(Tafsir Ruhul Ma’ani, jilid 1, hlm. 188)
➡ Makna: Tawakal kepada Allah menghilangkan rasa takut dan kesedihan.
 
7. Tafsir As-Sa’di (w. 1376 H)
As-Sa’di menjelaskan bahwa ayat ini adalah bukti kasih sayang Allah bagi orang-orang beriman:”Keimanan sejati akan menghilangkan kekhawatiran akan masa depan dan penyesalan atas masa lalu. Karena mereka yakin bahwa semua yang Allah tetapkan adalah kebaikan bagi mereka.”(Tafsir As-Sa’di, hlm. 51)
➡ Makna: Keimanan membawa ketenangan dalam setiap keadaan.
 
8. Tafsir Fi Zilalil Qur’an – Sayyid Qutb (w. 1966 M)
Sayyid Qutb dalam tafsirnya mengaitkan ayat ini dengan realitas kehidupan seorang Muslim:
“Muslim sejati hidup dengan penuh ketenangan, sebab ia yakin bahwa Allah selalu bersamanya. Rasa takut dan sedih hanya datang dari kelemahan iman.”(Tafsir Fi Zilalil Qur’an, jilid 1, hlm. 187)
➡ Makna: Orang yang yakin akan pertolongan Allah tidak akan takut atau bersedih.
 
Kesimpulan dari Para Mufasir
Para mufasir sepakat bahwa
‎ “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” adalah janji Allah bagi orang-orang yang:
✅ Beriman dan bertakwa – Tidak takut akan masa depan dan tidak bersedih atas masa lalu.
✅ Bertawakal kepada Allah – Meyakini bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya.
✅ Mencintai Ahlul Bayt (dalam tafsir Syiah) – Mendapatkan jaminan keselamatan di akhirat.
✅ Menjauhi keterikatan duniawi – Karena kesedihan sering kali berasal dari cinta dunia.
 
🔹 Kesimpulan utama: Orang yang memiliki keimanan sejati dan mengikuti petunjuk Allah akan hidup dalam ketenangan dan mendapatkan keamanan di dunia dan akhirat.
 
Berikut adalah penafsiran dari para mufasir Syiah mengenai ayat
‎ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (wa lā khawfun ’alayhim wa lā hum yaḥzanūn), yang berarti “Tidak ada ketakutan atas mereka, dan mereka tidak bersedih” dalam berbagai konteks:
 
1. Tafsir Al-Mizan – Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathabai (w. 1981 M)
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa ayat ini merujuk kepada orang-orang yang mencapai kesempurnaan iman dan hubungan dengan Allah. Beliau menulis:”Orang-orang yang mencapai kesempurnaan spiritual tidak akan mengalami ketakutan atau kesedihan, karena mereka telah menyerahkan sepenuhnya urusan mereka kepada Allah. Ketakutan hanya ada pada mereka yang terikat dengan dunia, sedangkan orang yang bertawakal kepada Allah terbebas dari rasa takut dan kesedihan.”
(Tafsir Al-Mizan, jilid 1, hlm. 247)
 
Makna:
✅ Keimanan dan ketakwaan sejati menghilangkan ketakutan dan kesedihan.
✅ Tawakal kepada Allah membuat seseorang merasa aman.
✅ Dunia bukan tujuan utama, sehingga kehilangan duniawi tidak menyedihkan.
 
2. Tafsir Al-Burhan – Sayyid Hashim Al-Bahrani (w. 1107 H)
Sayyid Hashim Al-Bahrani dalam Tafsir Al-Burhan mengumpulkan banyak riwayat dari Ahlul Bayt tentang ayat ini. Salah satunya adalah dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS):”Ayat ini turun untuk Syiah Ali. Mereka tidak akan takut di hari kiamat dan tidak akan bersedih atas apa yang mereka tinggalkan di dunia.”
(Tafsir Al-Burhan, jilid 1, hlm. 305)
Makna:
✅ Ayat ini adalah kabar gembira bagi para pecinta dan pengikut Imam Ali (AS).
✅ Syiah sejati tidak akan takut pada hari kiamat karena mendapat syafaat Ahlul Bayt.
✅ Kesedihan dunia akan diganti dengan kebahagiaan akhirat.
 
3. Tafsir Noor Ats-Tsaqalayn – Syaikh Abdul Ali Al-Huwaizi (w. 11 H)
Dalam Tafsir Noor Ats-Tsaqalayn, Syaikh Al-Huwaizi meriwayatkan dari Imam Ali Zainal Abidin (AS) yang berkata:”Barang siapa yang berpegang teguh kepada wilayah (kepemimpinan) kami, Ahlul Bayt, maka ia termasuk dalam golongan: ‘Tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak bersedih.’ “Tafsir Noor Ats-Tsaqalayn, jilid 1, hlm. 136)
Makna:
✅ Berpegang teguh pada wilayah (kepemimpinan) Ahlul Bayt adalah jalan menuju keselamatan.
✅ Pengikut Ahlul Bayt akan dilindungi dari rasa takut dan kesedihan, baik di dunia maupun di akhirat.
 
4. Tafsir Shafiy – Al-Faidh Al-Kasyani (w. 1091 H)
Al-Faidh Al-Kasyani dalam Tafsir Shafiy menekankan bahwa ayat ini adalah janji keamanan spiritual dan kebahagiaan di akhirat bagi mereka yang mengikuti kebenaran. Ia mengutip dari Imam Al-Baqir (AS):
“Orang-orang yang masuk dalam ayat ini adalah mereka yang menerima bimbingan para imam dan menghindari kesesatan.”
(Tafsir Shafiy, jilid 1, hlm. 255)
Makna:
✅ Mengikuti petunjuk para Imam Ahlul Bayt membawa ketenangan dan kebahagiaan.
✅ Keselamatan dari ketakutan dan kesedihan hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mengikuti kebenaran.
 
5. Tafsir Al-Kafi – Syaikh Al-Kulaini (w. 329 H)
Dalam Kitab Al-Kafi, Syaikh Al-Kulaini meriwayatkan dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS) yang berkata:”Barang siapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan para Imam-Nya, dia akan terbebas dari ketakutan di dunia dan di akhirat.”(Al-Kafi, jilid 2, hlm. 55)
Makna:
✅ Keimanan yang benar menghilangkan ketakutan dan kesedihan.
✅ Mengikuti Ahlul Bayt adalah jalan menuju ketenangan sejati.
 
Kesimpulan dari Para Mufasir Syiah
Dari berbagai tafsir Syiah, kita bisa menyimpulkan bahwa “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” berlaku bagi:
1.Orang yang beriman dan bertakwa – karena mereka telah menyerahkan segala urusannya kepada Allah.
2.Pecinta dan pengikut Ahlul Bayt – karena mereka dijanjikan syafaat dan keselamatan di akhirat.
3.Orang yang bertawakal kepada Allah – karena hanya mereka yang tidak takut kehilangan dunia.
4.Mereka yang mengikuti para Imam – karena para Imam adalah petunjuk kebenaran.
🔹 Kesimpulan utama:
Mengikuti Ahlul Bayt dan memiliki keimanan yang sempurna akan membawa seseorang kepada ketenangan di dunia dan keselamatan di akhirat.
 
Para ahli makrifat dan hakikat, khususnya dalam tasawuf dan irfan (gnosis Islam), memberikan penafsiran yang lebih mendalam terhadap ayat وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (Tidak ada ketakutan atas mereka, dan mereka tidak bersedih). 
 
Mereka memahami ayat ini dalam konteks kesempurnaan spiritual, fana’ (kehilangan ego dalam Allah), dan ketenangan jiwa dalam hakikat Ilahi.
 
1. Ibnu Arabi (w. 1240 M) – Sufi Besar dan Ahli Irfan
Ibnu Arabi dalam Fushush al-Hikam menjelaskan bahwa ayat ini mengacu kepada Ahlullah (para wali Allah) yang telah mencapai hakikat tauhid. Ia berkata:”Ketakutan muncul dari harapan akan sesuatu yang belum terjadi, dan kesedihan berasal dari kehilangan sesuatu di masa lalu. Namun, para wali Allah telah mencapai maqam (kedudukan spiritual) di mana mereka melihat bahwa tidak ada yang hilang atau akan datang, karena mereka selalu bersama Allah di setiap saat. Oleh karena itu, mereka tidak memiliki rasa takut atau kesedihan.”
(Fushush al-Hikam, hlm. 186)
 
Makna menurut Ibnu Arabi:
✅ Orang yang telah mencapai kesempurnaan tauhid melihat segalanya sebagai manifestasi kehendak Allah.
✅ Ketakutan dan kesedihan hanya ada bagi mereka yang masih terikat dengan dunia dan ego.
✅ Para wali Allah telah mencapai maqam ridha (kerelaan penuh terhadap ketetapan Allah), sehingga hati mereka selalu tenang.
 
2. Mulla Sadra (w. 1640 M) – Filosof dan Arif Besar Syiah
Mulla Sadra dalam Asfar Arba’ah menjelaskan bahwa makna ayat ini merujuk kepada jiwa yang telah mencapai kesempurnaan dan kesadaran akan hakikat wujud. Ia mengatakan:”Ketakutan dan kesedihan adalah sifat jiwa yang belum mencapai penyaksian hakikat wujud. Namun, bagi mereka yang telah menembus hijab-hijab eksistensi dan menyaksikan wujud hakiki Allah, tidak ada lagi rasa takut atau duka, karena mereka telah menyadari bahwa semua yang terjadi adalah manifestasi keindahan-Nya.”
(Al-Asfar al-Arba’ah, jilid 3, hlm. 267)
Makna menurut Mulla Sadra:
✅ Ketakutan adalah akibat dari keterbatasan ilmu, sedangkan kesedihan adalah akibat keterikatan dengan dunia.
✅ Mereka yang mencapai hakikat wujud (irfan) akan menyaksikan bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari Allah, sehingga mereka tidak akan bersedih atau takut.
✅ Jiwa yang telah mencapai maqam insani kamil (kesempurnaan manusia) tidak lagi mengalami gangguan emosi seperti manusia biasa.
 
3. Imam Khomeini (w. 1989 M) – Arif dan Mufasir Makrifat
Imam Khomeini dalam Misbah al-Hidayah menafsirkan ayat ini dalam konteks fana’ fillah (melebur dalam Allah) dan baqa’ billah (hidup dengan Allah). Beliau mengatakan:
“Orang yang telah mencapai maqam tauhid hakiki tidak akan mengalami ketakutan dan kesedihan, karena dia telah keluar dari batasan ego dan menyatu dengan kehendak Allah. Dia tidak melihat selain Allah, tidak bergantung selain kepada-Nya, dan tidak menginginkan selain apa yang dikehendaki oleh-Nya.”
(Misbah al-Hidayah, hlm. 145)
Makna menurut Imam Khomeini:
✅ Ketakutan dan kesedihan hanya dialami oleh mereka yang masih dalam tahap syariat, tetapi tidak oleh mereka yang telah mencapai hakikat dan makrifat.
✅ Orang yang telah mencapai maqam fana’ tidak lagi memiliki ego, sehingga ia tidak merasa takut atau sedih terhadap dunia.
✅ Kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai dengan penyerahan total kepada Allah.
 
4. Syekh Abdul Qadir al-Jailani (w. 1166 M) – Sufi Besar
Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam Futuh al-Ghaib menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang para wali Allah yang hatinya dipenuhi dengan kecintaan kepada-Nya. Ia berkata:
“Ketika seorang hamba telah benar-benar mengenal Allah, hatinya akan terlepas dari rasa takut dan sedih. Sebab, ia memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, dan kehendak-Nya adalah kebaikan bagi para kekasih-Nya.”(Futuh al-Ghaib, hlm. 79)
Makna menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
✅ Ketakutan hanya terjadi pada mereka yang tidak yakin pada rahmat Allah.
✅ Para arif menyaksikan segala sesuatu sebagai bagian dari rencana Allah, sehingga mereka tenang dalam setiap keadaan.
✅ Wali Allah tidak takut dengan masa depan dan tidak bersedih dengan masa lalu, karena mereka selalu hidup dalam saat ini bersama Allah.
Kesimpulan dari Ahli Makrifat dan Hakikat
🔹 Makrifat sejati membawa kebebasan dari ketakutan dan kesedihan.
🔹 Ketakutan berasal dari keterbatasan ilmu dan kesedihan berasal dari keterikatan dengan dunia.
🔹 Orang yang telah mencapai hakikat wujud tidak lagi melihat selain Allah dalam segala sesuatu.
🔹 Para wali dan arif hidup dalam ketenangan karena mereka selalu bersama Allah dalam setiap keadaan.
 
✨ Kesimpulan utama:
‎“وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” adalah maqam para wali Allah yang telah mencapai fana’ dalam tauhid. Mereka tidak takut kepada masa depan dan tidak bersedih atas masa lalu, karena mereka hanya melihat Allah dalam segala sesuatu.”
 
Para ahli hakikat Syiah, terutama dalam tradisi irfan (gnosis Islam), menafsirkan ayat 
‎وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (Tidak ada ketakutan atas mereka, dan mereka tidak bersedih) sebagai deskripsi dari keadaan spiritual tertinggi yang dicapai oleh para arif (ahli hakikat). Mereka memahami ayat ini dalam konteks kesempurnaan tauhid, fana’ (melebur dalam Allah), dan kebebasan dari belenggu dunia.
 
1. Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathabai (w. 1981 M) – Filsuf dan Arif Besar
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan spiritual dan berada dalam ketenangan absolut karena makrifat mereka kepada Allah. Ia mengatakan:”Orang yang telah sampai kepada hakikat tauhid tidak lagi memiliki rasa takut atau sedih, karena dia melihat semua yang ada sebagai pancaran wujud Ilahi. Ia menyadari bahwa segala sesuatu berjalan sesuai dengan kehendak-Nya, dan ini membuat hatinya selalu tenang.”
(Tafsir Al-Mizan, jilid 1, hlm. 247)
Makna menurut Allamah Thabathabai:
✅ Ketakutan berasal dari ketidaktahuan tentang hakikat wujud, sedangkan kesedihan berasal dari keterikatan dengan dunia.
✅ Orang yang mencapai makrifat melihat hanya Allah dalam segala sesuatu, sehingga mereka selalu ridha terhadap apa yang terjadi.
✅ Ketenangan sejati hanya dapat dicapai melalui tauhid murni dan penyerahan total kepada Allah.
 
2. Mulla Sadra (w. 1640 M) – Filosof dan Ahli Irfan
Mulla Sadra dalam Asfar Arba’ah (Empat Perjalanan Spiritual) menjelaskan bahwa ayat ini merujuk kepada jiwa-jiwa yang telah melampaui keterbatasan materi dan mencapai hakikat eksistensi (wujud mutlak). Ia berkata:”Ketakutan adalah bayangan dari keterbatasan manusia terhadap masa depan, sedangkan kesedihan adalah bayangan keterikatannya dengan masa lalu. Orang yang telah menyatu dengan hakikat wujud tidak lagi melihat perbedaan antara masa lalu, sekarang, dan masa depan, karena semua adalah bagian dari satu realitas Ilahi.”
(Al-Asfar al-Arba’ah, jilid 3, hlm. 267)
Makna menurut Mulla Sadra:
✅ Ketakutan dan kesedihan adalah sifat jiwa yang belum tercerahkan.
✅ Para arif yang mencapai kesadaran wujud mutlak tidak lagi terpengaruh oleh waktu dan perubahan.
✅ Orang yang mencapai maqam insani kamil (manusia sempurna) hanya melihat Allah dalam segala hal, sehingga tidak mengalami gangguan emosi seperti manusia biasa.
 
3. Ayatullah Hasan Zadeh Amuli (w. 2021 M) – Arif dan Ahli Hakikat
Ayatullah Hasan Zadeh Amuli menafsirkan ayat ini dalam konteks perjalanan spiritual (sayr wa suluk) menuju Allah. Dalam karyanya “Insan-e Kamil”, ia menulis:”Orang yang mencapai maqam tauhid hakiki tidak lagi merasakan ketakutan dan kesedihan, karena dirinya telah melebur dalam wujud Ilahi. Kesedihan hanya ada bagi mereka yang masih terikat dengan ego dan keinginan duniawi, sedangkan para wali Allah telah menembus batasan dunia ini.”(Insan-e Kamil, hlm. 135)
Makna menurut Ayatullah Hasan Zadeh Amuli:
✅ Ketakutan dan kesedihan hanya dialami oleh mereka yang masih dalam maqam duniawi.
✅ Orang yang telah mencapai hakikat wujud tidak lagi melihat selain Allah, sehingga mereka selalu tenang.
✅ Para wali Allah hidup dalam kebahagiaan hakiki karena mereka menyadari bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari keindahan Ilahi.
 
4. Imam Khomeini (w. 1989 M) – Arif dan Pemikir Syiah
Imam Khomeini dalam Misbah al-Hidayah menafsirkan ayat ini dalam konteks fana’ fillah (melebur dalam Allah) dan baqa’ billah (hidup dengan Allah). Ia mengatakan:
“Seorang arif sejati tidak lagi melihat dirinya sebagai makhluk yang terpisah dari Allah, sehingga ia tidak memiliki rasa takut atau sedih. Ia telah sampai pada maqam ridha mutlak, di mana kehendaknya telah menjadi kehendak Ilahi. Orang yang masih takut atau sedih berarti belum mencapai tauhid yang sempurna.”
(Misbah al-Hidayah, hlm. 145)
 
Makna menurut Imam Khomeini:
✅ Ketakutan dan kesedihan adalah tanda keterpisahan dari Allah.
✅ Orang yang telah mencapai tauhid sempurna tidak lagi memiliki keinginan selain kehendak Allah.
✅ Keimanan sejati bukan hanya percaya kepada Allah, tetapi mengalami-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
 
5. Sayyid Haidar Amuli (w. abad ke-14 M) – Arif Syiah dan Pengikut Ibnu Arabi
Dalam Tafsir al-Muhith al-A’zam, Sayyid Haidar Amuli menghubungkan ayat ini dengan maqam wilayah (kedudukan wali Allah). Ia mengatakan:”Orang yang telah mencapai maqam wilayah sempurna telah meninggalkan semua bentuk ketakutan dan kesedihan. Sebab, dia telah melihat dengan mata hati bahwa segala sesuatu adalah dari Allah dan menuju kepada-Nya. Oleh karena itu, ia selalu berada dalam keadaan damai dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.”(Tafsir al-Muhith al-A’zam, jilid 2, hlm. 203)
Makna menurut Sayyid Haidar Amuli:
✅ Para wali Allah telah mencapai kesadaran spiritual yang membuat mereka tidak lagi terpengaruh oleh peristiwa dunia.
✅ Kehidupan mereka sepenuhnya berada dalam keridhaan Allah, sehingga tidak ada rasa takut atau sedih.
✅ Syariat adalah tahap awal perjalanan, tetapi hakikat adalah tujuan akhir di mana seseorang benar-benar menyatu dengan kehendak Ilahi.
 
Kesimpulan dari Ahli Hakikat Syiah
Dari berbagai tafsir ahli hakikat Syiah, dapat disimpulkan bahwa
‎ “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” adalah maqam insan kamil (manusia sempurna) yang telah mencapai tauhid hakiki dan kesadaran Ilahi.
🔹 Ketakutan berasal dari keterbatasan ilmu, dan kesedihan berasal dari keterikatan dengan dunia.
🔹 Para arif telah mencapai maqam ridha (kerelaan mutlak) sehingga mereka selalu damai dalam setiap keadaan.
🔹 Orang yang mencapai makrifat sejati tidak lagi melihat dunia sebagai terpisah dari Allah, tetapi sebagai manifestasi dari keindahan-Nya.
🔹 Ketenangan sejati hanya ada dalam hakikat tauhid dan fana’ dalam Allah.
✨ Kesimpulan utama:
‎“وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” adalah maqam para wali Allah yang telah mencapai tauhid mutlak. Mereka tidak takut kepada masa depan dan tidak bersedih atas masa lalu, karena mereka hanya melihat Allah dalam segala sesuatu.”
 
Berikut adalah 10 kisah yang mencerminkan makna ayat “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” (Tidak ada ketakutan atas mereka, dan mereka tidak bersedih). Kisah-kisah ini berasal dari Ahlul Bayt, para wali Allah, dan orang-orang yang mencapai makrifat sejati.
 
1. Kisah Nabi Ibrahim (AS) – Tidak Takut Api Namrud
Ketika Nabi Ibrahim (AS) dihukum oleh Raja Namrud dan dilemparkan ke dalam api yang menyala-nyala, Jibril datang kepadanya dan berkata:”Apakah engkau membutuhkan sesuatu?”
Nabi Ibrahim (AS) menjawab:
“Dari Allah? Tidak! Cukuplah Allah bagiku, Dia adalah sebaik-baik pelindung.”
Karena keimanan dan keyakinannya yang sempurna, api berubah menjadi dingin dan keselamatan baginya (QS. Al-Anbiya: 69). Ini adalah contoh nyata dari seseorang yang tidak takut dan tidak bersedih karena dia benar-benar berserah diri kepada Allah.
 
2. Kisah Imam Ali (AS) – Tidur di Tempat Nabi
Ketika Rasulullah (SAW) diperintahkan untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, Kaum Quraisy berencana membunuhnya. Allah memerintahkan Rasulullah (SAW) untuk pergi pada malam itu, dan Imam Ali (AS) tidur di tempat tidur Nabi tanpa rasa takut sedikit pun.
 
Ketika ditanya apakah ia takut, Imam Ali (AS) menjawab:”Mengapa aku harus takut, sementara aku berada dalam perlindungan Allah?”
Ini adalah contoh dari seseorang yang mencapai maqam tauhid sejati, sehingga tidak ada ketakutan dalam dirinya.
 
3. Kisah Imam Husain (AS) – Keteguhan di Karbala
Pada hari Asyura, pasukan Yazid mengepung Imam Husain (AS) dan keluarganya. Meskipun tahu bahwa ia akan syahid, Imam Husain (AS) tetap tenang dan berkata:”Demi Allah, aku tidak pernah melihat orang yang lebih teguh dan lebih sabar dari para sahabatku!”
Bahkan saat menghadapi kematian, Imam Husain (AS) tetap tersenyum, karena ia tahu bahwa ia sedang berjalan menuju Allah. Ini adalah puncak makna “tidak ada ketakutan atas mereka, dan mereka tidak bersedih”.
 
4. Kisah Salman Al-Farisi – Tidak Takut Kehilangan Dunia
Ketika Salman Al-Farisi, sahabat dekat Rasulullah (SAW), ditawari kekayaan dan jabatan, ia berkata:
“Aku tidak memiliki rasa takut kehilangan dunia, karena dunia ini bukan tujuan akhirku.”
Ketika ia meninggal dunia, harta yang ia miliki hanya satu pakaian dan satu mangkuk. Ia hidup dalam ketenangan total karena hatinya telah dipenuhi oleh Allah, bukan dunia.
 
5. Kisah Syekh Bahai – Tidak Takut Miskin
Syekh Bahai, seorang ulama besar Syiah, pernah diuji dengan kemiskinan. Seseorang bertanya:
“Apakah engkau tidak takut menjadi miskin?”
Beliau menjawab:”Bagaimana aku bisa takut, sementara aku selalu dalam jaminan Allah?”
Keimanan sejati menjadikannya tenang dalam setiap keadaan.
 
6. Kisah Imam Ja’far Shadiq (AS) – Tidak Bersedih atas Dunia
Suatu hari, seseorang bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (AS):”Mengapa engkau selalu tenang meskipun dunia penuh dengan masalah?”
Imam menjawab:”Karena aku telah belajar untuk melihat dunia dengan mata hakikat. Apa yang ada di sisi Allah lebih baik dari apa yang ada di dunia ini.”
Ketika seseorang sadar bahwa dunia hanyalah sarana menuju Allah, maka ia tidak akan pernah bersedih atas kehilangan dunia.
 
7. Kisah Ayatullah Bahjat – Tidak Takut Kematian
Suatu ketika, seorang murid bertanya kepada Ayatullah Bahjat tentang ketakutan menghadapi kematian. Beliau tersenyum dan berkata:
“Mengapa kita harus takut mati, padahal kematian hanyalah perjalanan menuju Kekasih Sejati?”
Orang yang telah mengenal Allah secara hakiki tidak akan takut mati, karena ia tahu bahwa kematian hanyalah pintu menuju pertemuan dengan Allah.
 
8. Kisah Siti Maryam (AS) – Tidak Bersedih atas Cobaan
Ketika Siti Maryam (AS) melahirkan Nabi Isa (AS), ia diuji dengan kesulitan besar. Namun Allah berfirman:”Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.” (QS. Maryam: 24)
Allah mengajarkan bahwa orang yang bertawakal kepada-Nya akan selalu mendapatkan pertolongan, sehingga mereka tidak perlu takut atau bersedih.
 
9. Kisah Nabi Musa (AS) – Tidak Takut Lautan
Ketika Nabi Musa (AS) dan Bani Israil dikejar oleh Fir’aun di tepi laut, para pengikutnya berkata:”Kita akan tertangkap!”
Namun Nabi Musa (AS) dengan penuh keyakinan menjawab:”Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Asy-Syu’ara: 62)
Tidak lama setelah itu, Allah membelah lautan dan menyelamatkan mereka. Ini adalah contoh bahwa orang yang percaya kepada Allah tidak akan pernah takut kepada bahaya duniawi.
 
10. Kisah Nabi Muhammad (SAW) – Tidak Takut dan Tidak Bersedih di Gua Tsur
Ketika Nabi Muhammad (SAW) dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur saat dikejar oleh kaum Quraisy, Abu Bakar berkata:”Ya Rasulullah, mereka sudah dekat! Kita akan tertangkap!”
Namun Rasulullah (SAW) dengan tenang menjawab:”Janganlah takut, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)
Karena keyakinannya kepada Allah, Nabi tetap tenang, dan Allah melindunginya dengan cara yang luar biasa.
 
Kesimpulan dari Kisah-Kisah Ini
Dari 10 kisah di atas, kita bisa memahami makna
‎ “وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ” sebagai:
 
✅ Orang yang bertawakal kepada Allah tidak akan takut pada dunia, manusia, atau ujian.
✅ Kesedihan hanya ada bagi mereka yang masih terikat dengan dunia.
✅ Orang yang mencapai makrifat sejati melihat segala sesuatu sebagai bagian dari rencana Allah, sehingga mereka selalu ridha.
✅ Para nabi, imam, dan wali Allah telah mencapai maqam ketenangan sejati, sehingga mereka tidak pernah takut atau bersedih dalam menghadapi ujian.
✨ Pelajaran utama:
Semakin tinggi keimanan seseorang, semakin ia terbebas dari rasa takut dan kesedihan.
 
10 Manfaat Ayat
Ayat وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (Tidak ada ketakutan atas mereka, dan mereka tidak bersedih) memiliki banyak manfaat dalam kehidupan spiritual, emosional, dan fisik. Berikut adalah 10 manfaat utama dari ayat ini:
1. Menghilangkan Rasa Takut dan Cemas
✔ Ayat ini membantu seseorang mengatasi rasa takut terhadap masa depan, bahaya, atau kematian.
✔ Membantu dalam mengatasi gangguan kecemasan dan stres.
🔹 Doa:
“Ya Allah, hilangkanlah rasa takut dan cemas dari hatiku, sebagaimana Engkau menjanjikan ketenangan kepada hamba-hamba-Mu yang bertawakal.”
 
2. Memberikan Ketenangan Hati dan Jiwa
✔ Membantu seseorang tetap tenang dalam menghadapi masalah dan ujian hidup.
✔ Menguatkan hati agar tidak mudah panik atau gelisah.
🔹 Doa:
“Ya Allah, jadikanlah hatiku tenang dan tenteram, sebagaimana Engkau memberikan ketenangan kepada wali-wali-Mu.”
 
3. Menghilangkan Kesedihan dan Depresi
✔ Membantu mengatasi kesedihan mendalam dan depresi.
✔ Mengajarkan bahwa setiap ujian dari Allah adalah untuk kebaikan kita.
🔹 Doa:
“Ya Allah, hilangkanlah kesedihan dari hatiku, gantikan dengan cahaya iman dan ketenangan yang abadi.”
 
4. Melindungi dari Gangguan Jin dan Syaitan
✔ Membantu melindungi diri dari bisikan jahat dan godaan syaitan.
✔ Ayat ini memberikan perisai spiritual terhadap energi negatif.
🔹 Doa:
“Ya Allah, lindungilah aku dari gangguan syaitan dan bisikannya, serta berikanlah aku kekuatan iman yang teguh.”
 
5. Mempermudah Rezeki dan Kehidupan
✔ Membantu dalam mendapatkan kemudahan dalam pekerjaan, bisnis, dan urusan dunia.
✔ Menjadikan seseorang lebih bersyukur dan tidak khawatir tentang rezeki.
🔹 Doa:
“Ya Allah, bukakanlah pintu rezekiku sebagaimana Engkau telah menjanjikan kepada mereka yang tidak takut dan tidak bersedih.”
 
6. Menguatkan Keimanan dan Ketakwaan
✔ Mengajarkan bahwa keimanan yang kuat akan membebaskan seseorang dari segala ketakutan duniawi.
✔ Membantu mendekatkan diri kepada Allah dan bertawakal sepenuhnya.
🔹 Doa:
“Ya Allah, kuatkanlah keimananku agar aku tidak takut pada apa pun kecuali Engkau.”
 
7. Membantu dalam Menghadapi Musuh dan Ketidakadilan
✔ Menjadikan seseorang berani dalam menghadapi kezaliman dan ancaman.
✔ Memberikan keberanian seperti para nabi dan wali Allah.
🔹 Doa:
“Ya Allah, berikanlah aku keberanian seperti yang Engkau berikan kepada para nabi-Mu dalam menghadapi musuh.”
 
8. Menjaga dari Penyakit Hati (Dengki, Iri, dan Hasad)
✔ Ayat ini membantu menghilangkan iri hati, dengki, dan kebencian terhadap orang lain.
✔ Menjadikan hati bersih dan ikhlas dalam menerima takdir Allah.
🔹 Doa:
“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari dengki dan iri hati, dan jadikan aku orang yang ridha dengan ketetapan-Mu.”
 
9. Memberikan Keberanian dalam Berdakwah dan Menyampaikan Kebenaran
✔ Membantu para dai, ulama, dan pencari kebenaran agar tidak takut dalam menyampaikan yang haq.
✔ Menjadikan seseorang lebih percaya diri dalam menyebarkan Islam.
🔹 Doa:
“Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk selalu berkata benar tanpa rasa takut.”
 
10. Menjadikan Seseorang Bahagia di Dunia dan Akhirat
✔ Ayat ini menjanjikan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
✔ Membantu dalam meraih ketenangan spiritual dan kebahagiaan sejati.
🔹 Doa:
“Ya Allah, berikanlah aku kebahagiaan dunia dan akhirat, dan jauhkan aku dari segala bentuk ketakutan dan kesedihan.”
 
Cara Mengamalkan Ayat Ini
✅ Membaca ayat ini setiap hari setelah shalat untuk menenangkan hati.
✅ Membaca ayat ini ketika merasa takut atau cemas, agar Allah memberikan ketenangan.
✅ Menuliskan ayat ini dan menyimpannya di rumah untuk perlindungan.
✅ Membaca ayat ini ketika mengalami kesedihan atau kegelisahan.
✨ Kesimpulan:
Ayat ini adalah sumber kekuatan dan ketenangan bagi orang-orang beriman. Siapa yang benar-benar mengamalkannya, maka Allah akan menjadikannya bebas dari ketakutan dan kesedihan di dunia dan akhirat.
 
Doa Memohon 8 Keamanan dari Imam Ali as;
1, Harta; Tidak bermanfaat lagi
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna kecuali seorang yang datang dengan hati yang bersih”
“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syuara’ 88-89)
 
2, Ditinggalkan Rasul 
 “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, kesalamatan di hari ketika orang dzolim menggigit jarinya seraya berkata Andai dahulu aku mengambil jalan bersama Rasul.”
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.” (Al-Furqon 27)
 
3, Dibongkar Dosanya
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika orang-orang berdosa dikenali tanda-tandanya kemudian direnggut ubun-ubun dan kakinya”
“Orang-orang yang berdosa itu diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (Ar-Rahman 41) 
 
4, Keluarga Tidak Menolong
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika seorang ayah tidak bisa menolong anaknya. Dan anak tak bisa menolong ayahnya. Sungguh janji Allah pastilah benar.”
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhan-mu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sungguh, janji Allah pasti benar.” (Luqman 33)
 
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.”
 
5, Ditolak Maafnya
“(yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.” (Ghofir 52)
 
6, Tidak Mampu Menolong
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika seseorang tidak mampu menolong yang lain. Dan di hari itu, kekuasaan hanya milik Allah swt.”
“(Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.” (Al-Infithor 19)
 
7, Tidak ada Tempat Lari
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika seorang lari dari saudara, ibu, bapak, istri serta anak-anaknya. Setiap mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.”
“Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.” (Abasa 34-37)
 
8, Tidak ada Penebusan Dosa
 “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika orang yang berdosa ingin menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya, istrinya, saudaranya dan keluarga yang melindunginya (di dunia) dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya. Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.”
“Pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan keluarga yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya. Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.” (Al-Ma’arij 11-16)

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment